SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DENGAN KORBAN DIBAWAH UMUR MENURUT UU NO.3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kenakalan remaja grafiknya semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitasnya.Yang memprihatinkan lagi kenakalan yang dilakukan oleh remaja tersebut bukan kenakalan biasa, tetapi cenderung mengarah pada tindakan kriminal, yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Masa remaja marupakan masa dimana seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, baik secara fisik maupun emosinya belum stabil serta belum matang cara berfikirnya. Terutama pada masa remaja biasannya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya dan sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya yang belum stabil, terkadang mereka ingin terlepas dari segala peraturan yang dianggap mengekang kebebasan berekspresi, mudah menerima pengaruh dari luar lingkunganya dan ingin hidup dengan gayanya sendiri. Maka tidak heran jika banyak remaja yang berbuat nakal di tempat umum seperti minum-minuman keras di pinggir jalan, mencoret-coret tembok, kebut-kebutan dijalan umum mencuri dan sebagainya. Perilaku anak dibawah umur tersebut tidak cukup hanya dipandang sebagai kenakalan biasa, tidak jarang perbuatan mereka tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Penyelewengan yang demikian, biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan yang dapat diancam pidana.
Perilaku anak yang menyimpang bahkan melanggar hukum cukup kompleks dan beragam. Perilaku yang menunjukan dekadensi moral manusia telah mereka lakukan. Perilaku menyimpang anak yang sering terjadi adalah penggunaan obat-obatan terlarang dan tindak kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual itu bahkan bukan hanya menimpa perempuan dewasa, namun juga perempuan yang tergolong dibawah umur (anak-anak). Kejahatan seksual ini juga tidak hanya berlangsung dilingkungan perusahaan, perkantoran atau tempat-tempat tertentu yang memberikan peluang manusia berlainan jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga dapat terjadi di lingkungan keluarga. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah kecenderungan makin maraknya tindak pidana perkosaan yang tidak hanya menimpa perempuan dewasa, tetapi juga menimpa anak-anak di bawah umur dan dilakukan oleh anak. Tindak Pidana perkosaan tersebut telah diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Permasalahan yang semakin berkembang ini perlu segera ditanggulangi dan diselesaikan yang bukan hanya menjadi tanggung jawab negara saja, tetapi juga membutuhkan peran serta yang aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Penyelesaian permasalahan tersebut harus selalu mengacu pada pemenuhan hak dan pemberian perlindungan bagi anak.
Beberapa hak anak dalam proses peradilan pidana perlu diberi perhatian khusus, demi peningkatan pengembangan perlakuan adil dan kesejahteraan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu maka ada beberapa hak-hak anak yang perlu di perhatikan dan diperjuangkan pelaksanaanya. Hak-hak tersebut di berikan pada waktu sebelum, selama, dan setelah masa persidangan yang meliputi:
1. Sebelum persidangan
a. hak diperlakukan sebagai seseorang yang belum terbukti bersalah
b. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja c. hak terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari yang berwajib untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan
d. hak untuk mendapatkan pendamping, penasehat dalam rangka mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan yang akan datang dengan prodeo
2. Selama persidangan
a. hak mendapat penjelasan mengenai tata cara persidangan dan kasusnya;
b. hak mendapatkan pendamping, penasehat selama persidangan;
c. hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan mengenai dirinya;
d. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, cara dan tempat penahanan);
e. hak untuk menyatakan pendapat;
f. hak untuk memohon ganti rugi atas perlakuan yang dapat menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan, dituntut atas alasan yang berdasarkan undang-undang;
g. hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/penghukuman yang positif, yang dapat mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya;
h. sidang tertutup demi kepentinganya.
3. Setelah persidangan
a. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja (berbagai ancaman, penganiayaan, pembunuhan);
b. hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan pancasila, UUD 1945, dan ide mengenai pemasyarakatan;
c. hak untuk dapat berhubungan dengan keluarganya.
Anak tidak dapat diperlakukan sama dengan orang dewasa, dalam ukuran kecil kita yakin bahwa ada perbedaan antara pelanggar-pelanggar anak dengan orang yang sudah dewasa, sudah seharusnya anak mendapat perlakuan khusus dalam proses pemeriksaan di persidangan.
Agar dapat terwujudnya suatu tata cara pemeriksaan anak di depan pengadilan di perlukan beberapa lembaga dan perangkat hukum yang mengatur tentang anak serta dapat menjamin pelaksanaanya dengan berasaskan keadilan, salah satunya adalah perangkat Undang-undang tentang tata cara pemeriksaan anak. Ada beberapa peraturan yang mendasarinya antara lain:
1. KUHP Pasal 45, 46, dan 47 yang mengatur sebatas pada bentuk pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana
2. Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.3 tahun 1959 tanggal 15 Februari 1959 tentang saran untuk memeriksa perkara pidana dengan pintu tertutup terhadap anak-anak yang menjadi terdakwa
3. Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M. 06-UM 01 tahun 1983 tanggal 16 september 1983 tentang Tata Tertib Persidangan Anak.
4. Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Dengan diberlakukanya Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang di dalamnya diatur mengenai tata cara pemeriksaan anak di pengadilan, diharapkan mampu menjamin perlindungan hak-hak anak dalam keseluruhan proses pemeriksaan di persidangan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Penulis tertarik untuk mengkaji proses peradilan yang dilakukan oleh Hakim dengan tersangka kasus perkosaan di wilayah hukum Pengadilan Negeri X yang diwujudkan dalam bentuk penelitian dengan judul "PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERRKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DENGAN KORBAN DI BAWAH UMUR MENURUT UU. No. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI X)"
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penyelesaian kasus tindak pidana perkosaan dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X ?
2. Hambatan-Hambatan apa sajakah yang timbul dalam penanganan kasus tindak pidana perkosaan dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X
3. Bagaimana pemecahan terhadap hambatan-hambatan tersebut ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Tujuan diadakanya penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mendapatkan keterangan yang jelas mengenai bagaimana penanganan kasus tindak pidana perkosaan yang di lakukan oleh anak di Pengadilan Negeri X.
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam pelaksanaan penanganan kasus tindak pidana perkosaan dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X
c. Untuk memperoleh keterangan yang jelas mengenai upaya-upaya dalam mengatasi hambatan tersebut.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan jelas sebagai bahan untuk menyusun skripsi, sebagai persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.
b. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian hukum dan pengembangan kerangka berfikir ilmiah.
c. Untuk menerapkan teori yang telah penulis dapatkan di bangku kuliah, khususnya dalam bidang Hukum Pidana.
d. Untuk memberikan informasi kepada pembaca, khususnya pada pihak yang berhubungan dengan Pengadilan Anak.
D. Manfaat Penelitian
Dapat kita ketahui bahwa bobot dari suatu penelitian juga di tentukan dari manfaatnya.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengharapkan manfaat dan kegunaan yang akan di peroleh sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah pengetahuan tentang pelaksanaan penyelesaian tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh anak dalam proses peradilan di Pengadilan Negeri X.
b. Dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya dalam bidang hukum pidana anak di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan sumbangan pemikiran pada semua pihak terkait dalam menangani masalah perlindungan anak.
b. Dapat memberikan informasi dan mengetahui penanganan kasus tindak pidana perkosaan dengan pelaku anak.
E. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisn hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi tentang batasan mangenai pengertian tindak pidana, tinjauan umum mengenai tindak pidana pemerkosaan, tinjauan umum mengenai anak, tinjauan tantang prosedur pemeriksaan sidang anak menurut Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tantang Pengadilan Anak.
BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang talah ditentukan sebelumnya : Pertama, proses penyelesaian tidak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh anak dengan korban dibawah umur di Pengadilan Negeri X ditinjau dari Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Kedua, kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh anak.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi objek penelitian dan saran.
Post a Comment