BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di dalam hiruk-pikuk masyarakat dunia termasuk di Indonesia, dewasa ini terjadi tindak criminal yang sudah membudaya dan sangat kronik.
Suatu tindakan dapat digolongkan korupsi, kalau tindakan itu merupakan penyalahgunaan sumber daya public, yang tujuannya untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok .
Hasil survey (2004) Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90), Vietnam (8,67), dan Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih menjadi Negara terkorup di Asia. Apabila banyak upaya baik tingkat legislative, yudikatif, maupun eksekutif untuk memberantas korupsi, maka timbul pertanyaan apakah korupsi telah membudaya? Mampukah Sistem Pendidikan Nasional dijadikan strategi pemberantasan korupsi di Indonesia?
Merujuk pada permasalahan tersebut dan fenomena yang berkembang selama ini, maka kajian ini dipikir penting untuk mendeskripsikan dan dijadikan salah satu strategi pemberantasan korupsi di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana mengatasi korupsi di lingkungan Negara maupun masyarakat?
b. Apa dampak korupsi di masyarakat?
c. Apa penyebab korupsi?
3. Tujuan
- Salah satu upaya untuk menghilangkan budaya korupsi
- Menyadarkan masyarakat
- Mendidik generasi muda agar tidak melakukan tindak pidana korupsi sehingga dapat memajukan negara
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi :
a. Orde Lama
Dasar hukum : KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer.
Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap. Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai musuh Soekarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer justru melahirkan korupsi ditubuh TNI. Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. Parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
b. Orde Baru
Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
c. Era Reformasi
Dasar hukum : UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi :
- Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
- Kepolisian
- Kejaksaan
- BPKP
- Lembaga non-pemerintah : media massa, organisasi massa (mis : ICW)
2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi
Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah :
- Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap makna KKN
- Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb.
- Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas.
- Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent.
Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.
3. Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan
Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya.
Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan juga aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proactive menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat yang prularis dan multicultural.
4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi.
a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
- 16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI di Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara.
- 14 Februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4 tahun penjara
- 10 April gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara
- 27 November Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
- dll.
b. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
- UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
- UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
- UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
- Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
- UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
- UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
- UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
- Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK
5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan
a. Penyogokan : pesogok dan penerima sogok
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada beberapa Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek”
Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit lagijika diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang mengaitkan korupsi dengan seorang polisi.
c. Tindakan korupsi sebagai alat politik
Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi.
d. Mengukur korupsi
Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin bersembunyi. Lembaga Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti korupsi menyediakan tiga tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah :
1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup Negara-negara ini)
2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman mereka tentang korupsi)
3. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing member sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah indicator pemerintahan.
6. Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia
Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut :
1. Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis.
2. Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
3. Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5. Lemahnya ketertiban hukum
6. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
7. Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
8. Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke pemilu
9. Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental aparatur
11. dll.
7. Dampak Korupsi di Berbagai Bidang
a. Bidang Ekonomi
1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
3. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
b. Bidang Kesejahteraan Rakyat
1. Korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini tentu saja akan menimbulkan keresahan masyarakat.
2. Korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
8. Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah.
Sesungguhnya korupsi memiliki beberapa dampak yang sangat membahayakan kondisi perekonomian sebuah bangsa. Dampak-dampak tersebut antara lain :
Pertama, menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25 persen.
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002).
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Tidak hanya itu. Gupta et al (1998) pun menemukan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.
Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.
Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak negative korupsi :
1. Korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal
2. Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan
3. Korupsi merugikan rakyat luas dan menguntungkan salah satu pihak yaitu pemberi sogok
9. Pendidikan Anti Korupsi
Bangkit atau Bangkrut! Jargon tersebut menjadi salah satu yang didengungkan dalam Training of Trainer Pendidikan Anti-Korupsi (ToT PAK) untuk Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Dikti Kemdikbud) bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saat ini, korupsi telah mewabah hampir pada seluruh sendi kehidupan bangsa Indonesia. Kejahatan luar biasa ini memerlukan upaya yang luar biasa untuk memberantasnya. Salah satu upaya untuk memberantasnya adalah memberikan pembekalan kepada mahasiswa sebagai pewaris masa depan.
Inilah mengapa Ditjen Dikti dan KPK membentuk tim penyusun dari perwakilan perguruan tinggi negeri maupun swasta untuk membuat buku ajar yang berisi materi dasar mata kuliah Pendidikan Anti-Korupsi bagi mahasiswa. Setelah buku ini rampung, diselenggarakanlah pelatihan bagi para dosen (ToT) yang akan mengampu mata kuliah PAK.
Dirjen Dikti Djoko Santoso memberikan wewenang bagi pengelola perguruan tinggi untuk menjadikan PAK sebagai pelajaran sisipan, mata kuliah pilihan ataupun wajib. Menurut Djoko, citra buruk bangsa Indonesia sebagai koruptor akan menimbulkan banyak kerugian. Ia berharap pembekalan ini mampu memberikan persepsi yang sama mengenai pengertian, penanganan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Direktur Pendidikan Anti-Korupsi KPK Dedi Arrahim menyambut baik ToT ini. PAK menjadi elemen pendukung dalam penanaman nilai-nilai integrasi generasi muda. Dedi yakin PAK dapat menjadi salah satu upaya pencegahan tidak pidana korupsi di masa depan. “PAK dimulai dari usia dini hingga perguruan tinggi,” ujar Dedi.
10. Kerjasama antara Kemdikbud dan KPK
Sebelumnya, Kemendikbud dan KPK menandatangani nota sepahaman (MoU) untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi secara lebih efektif sesuai wewenang masing-masing. Penandatanganan dilakukan oleh ketua KPK Abraham Samad dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh di Jakarta, 9 Maret 2012 lalu.
Ruang lingkup kerja sama ini meliputi PAK, penelitian dan pengembangan, pertukaran data dan informasi, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Program Pengendalian Gratifikasi (PPG), pengaduan masyarakat dan pengawasan serta penertiban barang milik negara.
Selain itu di hari yang sama, Nuh juga melantik Inspektur Jenderal Kemdikbud Haryono Umar. Ia berharap mantan pimpinan KPK ini mampu menciptakan iklim Anti-Korupsi di Kemdikbud. Bagi Haryono, tugas ini adalah tantangan dalam mengembalikan kepercayaan publik kepada pemerintah. “Anti-Korupsi harus dimulai dari setiap lini, termasuk dari dalam kementerian,” ucap Haryono.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Bahwa sampai saat ini pemerintah Indonesia masih belum tegas dalam menangani korupsi. Itu dapat dilihat dari hukuman yang dijatuhkan pada terpidana korupsi dengan uang yang telah mereka korupsi. Hukuman yang dijatuhkan pemerintah masih belum sebanding dengan perbuatan mereka. Dan dengan adanya bisnis strategis dapat membuka peluang besar untuk korupsi.
2. Saran
Dari kelompok kami dapat menyarankan bahwa seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-undang yang adapun dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Agar korupsi tidak lagi menjadi budaya di negara ini.
3. Daftar Pustaka
- www.google.com
- ms.wikipedia.org
- id.wikipedia.org
- www.sinarbaru.com
- Ganeca Exact, KTSP, Kelas X
- Yudhistira, Kurikulum 2006, Kelas X
- Yudhistira, Kurikulum 2010, Kelas X
Post a Comment