SKRIPSI KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berjalannya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu negara maju dan negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu contoh negara yang berada dalam tahap membangun dan berkembang. Indonesia didirikan bukan tanpa suatu tujuan. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (alinea IV), Indonesia memiliki 4 tujuan yang hendak dicapai, yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk merealisasikannya, maka Bangsa Indonesia perlu mengupayakan suatu cara sebagai media dalam pencapaian tujuan dan cita-cita bangsa sebagaimana diisyaratkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Pembangunan nasional merupakan realisasi terhadap kesungguhan bangsa Indonesia dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita luhur tersebut. Seiring dengan berjalannya pembangunan nasional, maka kehidupan masyarakatpun semakin dinamis dan terus mengalami perkembangan.
Sebab-sebab terjadinya perubahan sosial dapat bersumber pada masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya diluar masyarakat lain atau dari alam sekelilingnya. Sebab-sebab yang bersumber pada masyarakat itu sendiri adalah antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan-pertentangan dan terjadinya revolusi (Soerdjono Soekanto, 1981 : 21).
Terjadinya revolusi industri di Inggris membuat segi perekonomian di Inggris menjadi meningkat. Hal ini membuat bangsa Indonesia yang notabene sebagai negara berkembang terdorong untuk meningkatkan perekonomiannya juga. Berbagai upaya dilakukan oleh bangsa Indonesia, salah satunya dengan cara meningkatkan usaha di bidang perbankan.
Peranan perbankan dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah sangat vital layaknya sebuah jantung dalam tubuh manusia. Keduanya saling mempengaruhi dalam arti perbankan dapat mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi sehingga bank yang sehat akan memperkuat kegiatan ekonomi suatu bangsa. Sebaliknya, kegiatan ekonomi yang tidak sehat akan sangat mempengaruhi kesehatan dunia perbankan.
Bank akan mengembangkan jenis-jenis produknya dalam bentuk berbagai layanan perbankan. Produk-produk ini berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan tehnologi informasi. Namun, keragamannya akan dibatasi oleh jenis banknya itu sendiri, karena setiap bank memiliki ciri khas, keleluasaan dan keterbatasan tertentu (Jamal Wiwoho, dkk, 2008 : 5).
Kegiatan perbankan juga selalu mengikuti kemajuan aneka ekonomi pasar domestik maupun pasar global sehingga fungsi perbankan itu sendiri juga semakin bertambah dan beraneka warna. Perkembangan ini tentu saja mengandung kemungkinan pertambahan resiko yang akan mempengaruhi kesehatan perbankan. Apabila dahulu perbankan dapat tumbuh dan berkembang berdasarkan kebiasaan praktek yang diakui oleh masyarakat sebagai norma hukum tak tertulis, maka dengan semakin kompleks dan semakin tingginya risiko yang dihadapi, praktek perbankan harus diatur oleh suatu sistem perundangan yang modern pula.
Hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain. Istilah perdata berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti warga (burger), pribadi (privat), sipil, bukan militer (civiel). Lebih konkrit lagi, dapat dikatakan bahwa hukum perdata artinya hukum mengenai warga, pribadi, sipil, berkenaan dengan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban hukum setiap warga atau pribadi dalam hidup bermasyarakat disebut hubungan hukum (Abdulkadir Muhammad, 2000 : 1).
Timbulnya hukum karena manusia hidup bermasyarakat. Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan itu hanya dapat terpenuhi apabila dilakukan dengan usaha dan kerja keras. Selanjutnya, mereka mengadakan hubungan satu sama lainnya.
Hubungan satu sama lain yang mengikat dalam hukum perdata pada nantinya akan mengarah pada suatu perjanjian. Bentuk perjanjian yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari adalah perjanjian kredit di bank. Perjanjian kredit ini melibatkan dua pihak, yaitu nasabah sebagai pemohon kredit (debitur) dan pihak bank sebagai pemberi kredit (kreditur).
Dalam rumusan Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 1 nomor 11 dan 12 menyebutkan : "Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga".
Thomas Suyatno, dkk mengemukakan bahwa : "Penyediaan kredit bank-bank yang semula mengandalkan kredit likuiditas Bank Indonesia, secara bertahap dialihkan menjadi penyediaan kredit biasa oleh perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lain yang didasarkan atas dana yang dihimpun dari masyarakat" (Thomas Suyatno, dkk, 2003 : 3).
Dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, M. Djumhana mengemukakan bahwa : "Berjalannya kegiatan perkreditan akan lancar apabila adanya suatu saling mempercayai dari semua pihak yang terkait dalam kegiatan tersebut. Kegiatan itu pun dapat terwujud hanyalah apabila semua pihak terkait mempunyai integritas moral" (Muhamad Djumhana, 2000 : 366).
Jenis kredit dilihat dari sudut jaminannya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan) dan kredit dengan agunan (Secured Loan). Dalam perkembangannya tidak semua bank telah menerapkan kredit tanpa jaminan, namun setahun terakhir ini telah muncul suatu kredit tanpa jaminan yang disebut Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan. Lain hal lagi, kredit dengan agunan, yaitu kredit yang dilakukan dengan menyertakan agunan seperti apa yang telah diperjanjikan. Agunan yang disertakan bisa berupa agunan barang, agunan pribadi (borgtocht) dan agunan efek-efek saham.
Perguliran KUR dimulai dengan adanya keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2007 bertempat di Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dipimpin Bapak Presiden RI. Salah satu agenda keputusannya antara lain, bahwa dalam rangka pengembangan usaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan koperasi, pemerintah akan mendorong peningkatan akses pelaku UMKM dan Koperasi kepada kredit/pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas Perusahaan Penjamin.
Kredit Usaha Rakyat diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2007 dengan didukung oleh Instruksi Presiden No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau percepatan pelaksanaan KUR ini, berbagai kemudahan bagi UMKM pun ditawarkan oleh pemerintah. Beberapa di antaranya adalah penyelesaian kredit bermasalah UMKM dan pemberian kredit UMKM hingga Rp 500 juta. Inpres tersebut didukung dengan Peraturan Menkeu No 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan KUR. Jaminan KUR sebesar 70 persen bisa ditutup oleh pemerintah melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Sarana Pengembangan Usaha dan 30 persen ditutup oleh Bank Pelaksana.
Pada tahap awal program, Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini disediakan hanya terbatas oleh bank-bank yang ditunjuk oleh pemerintah saja, yaitu : Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Bukopin. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada lima sektor usaha, seperti : pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta perindustrian dan perdagangan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini ditujukan untuk membantu ekonomi usaha rakyat kecil dengan cara memberi pinjaman untuk usaha yang didirikannya.
Atas diajukannya permohonan peminjaman kredit tanpa jaminan tersebut, tentu saja harus mengikuti berbagai prosedur yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, pemohon harus mengetahui hak dan kewajiban apa yang akan timbul dari masing-masing pihak yaitu debitur dan kreditur dengan adanya perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini, mengingat segala sesuatu dapat saja timbul menjadi suatu permasalahan apabila tidak ada pengetahuan yang cukup tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini.
Berdasar uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menyusunnya menjadi sebuah skripsi dengan judul : "KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA UNIT X"
B. Perumusan Masalah.
Perumusan masalah dalam suatu penelitian, diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dilakukan melalui perjanjian kredit tanpa jaminan di PT Bank Rakyat Indonesia Unit X?
2. Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban yang dimiliki kreditur dan debitur atas perjanjian pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan?
3. Permasalahan apa saja yang timbul dari perjanjian Kredit Usaha Rakyat tanpa jaminan ini serta bagaimana tindakan PT Bank Rakyat Indonesia Unit X dalam mengatasinya?
C. Tujuan Penelitian.
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dilakukan melalui perjanjian kredit tanpa jaminan di PT Bank Rakyat Indonesia Unit X.
b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban yang dimiliki kreditur dan debitur atas perjanjian pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan.
c. Untuk memperoleh data dan informasi secara lebih jelas dan lengkap mengenai permasalahan apa saja yang timbul dari perjanjian Kredit Usaha Rakyat tanpa jaminan ini serta tindakan PT Bank Rakyat Indonesia Unit X dalam mengatasinya.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai pelaksanaan proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan beserta permasalahan yang ditimbulkan karenanya.
b. Untuk memperoleh data dan informasi secara lebih jelas dan lengkap sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum, guna melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas X.
D. Manfaat Penelitian.
Dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan dapat tercapai. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya.
b. Memberikan wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai pelaksanaan proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan beserta permasalahan yang ditimbulkan karenanya.
c. Dapat bermanfaat selain sebagai bahan informasi juga sebagai literatur atau bahan informasi ilmiah.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak terkait, mengenai pelaksanaan proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan beserta permasalahan yang ditimbulkan karenanya.
b. Untuk memberikan pemikiran alternatif yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan perimbangan yang menyangkut masalah.
Post a Comment