Era perekonomian terbuka sudah dimulai semenjak terjadinya globalisasi di berbagai belahan dunia, saat itulah lambat laun persaingan usaha dan bisnis semakin ketat bersaing, berbagai strategi dilakukan oleh perusahaan untuk memenangkan kompetisi di dunia usaha, antara lain adalah strategi di bidang sumber daya manusia. Sebagaimana manusia penting dalam kehidupan di dunia, manusia juga merupakan esensi terpenting dalam organisasi atau perusahaan. Keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuannya tergantung pada perilaku anggota-anggotanya dalam melakukan sinergi berbagai asset organisasi seperti asset financial, teknologi, informasi, dan ilmu pengetahuan. Faktor penentu kemajuan perusahaan adalah kualitas dari sumber daya manusianya yang dapat membuahkan pemikiran strategi yang efektif dan efisien dalam mengoperasikan setiap unit kerja, dan mampu memberikan perbaikan dan peningkatan pada perusahaan maupun pada tenaga kerja itu sendiri.
Pengelolaan sumber daya manusia sebagai salah satu modal untuk bersaing di dunia bisnis dilakukan baik oleh perusahaan besar dan perusahaan kecil, bukan hanya perusahaan lokal tetapi juga perusahaan asing. Hal ini dilakukan karena banyaknya tenaga kerja di Indonesia dengan beragam pendidikan dan ketrampilan yang diserap oleh perusahaan-perusahaan ini sehingga tenaga-tenaga kerja ini harus diberi pengarahan akan visi utama dari perusahaan sehingga tercipta sinergi perusahaan yang baik.
Keragaman karakteristik tenaga kerja dan banyaknya lini kerja di perusahaan membuat pekerjan untuk mengelola, mengorganisasi, dan memimpin tenaga kerja bukanlah pekerjaan yang mudah, oleh sebab itu diperlukan system dan divisi tersendiri dalam perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai sesuai dengan visi dan misi yang telah ditentukan. Selain karena keragaman dari tenaga kerja itu sendiri, berlimpahnya tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang membuat jumlah penganggur semakin banyak dan membuat kecenderungan lain yang terjadi saat ini dalam pengelolaan karyawan yaitu dengan adanya sistem kontrak karyawan baru yang dapat meminimalkan biaya perusahaan tetapi diharapkan dapat memaksimalkan kinerja perusahaan.
Pengelolaan sumber daya manusia tidak hanya terpaku pada pengarahan cara kerja saja, tetapi mereka juga harus diberikan motivasi, kompensasi, dan penghargaan untuk hasil jerih payah kerja mereka sehingga mereka tahu bahwa mereka merupakan bagian dari kemajuan perusahaan. Untuk itu diperlukan penilaian kinerja yang baik oleh perusahaan sehingga terbuka jalan antara manajemen atas dengan para pekerja di lini bawah. Penilaian kinerja ini juga digunakan untuk mengetahui apakah para pekerja ini berada jalur yang benar sesuai dengan deskripsi jabatan (job description) mereka, ataukah pekerja ini kehilangan fokus pekerjaan sehingga bisa menjadi penghambat dalam pertumbuhan perusahaan. Selain itu, penilaian kinerja juga diperlukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah pantas dalam menilai hasil kerja mereka dan apakah perusahaan tersebut sudah layak memberikan penghargaan kepada mereka atau pekerja malah merasa sebaliknya, perusahaan belum cukup untuk menghargai hasil kerja mereka.
Secara teoritis, deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan adalah produk dari aktivitas analisis jabatan. Tentang deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan, Werther, Jr. dan Davis (1996:131) menyatakan bahwa keduanya sangat erat hubungannya dan yang membedakan hanya perspektifnya, dengan pendapat sebagai berikut :
"The difference between a job description and a job specification is a matter of perspective. Since a job descriptions and job specifications both focus on the job, they are often combined into one document, commonly call a job description. Job specifications may include specific tools, actions, experience, education, and training requirements that help clarify individual requirements for successful job performance."
Menurut pendapat keduanya, deskripsi jabatan yang merupakan produk dari analisis jabatan mencakup dua jenis aplikasi, pertama adalah sebagai sasaran-sasaran dari prestasi kerja pegawai dan kedua, adalah sebagai standar kinerja untuk pengukuran hasil akhir kinerja. Lengkapnya pendapat Werther, Jr. dan Davis (1996:133) adalah sebagai berikut
"Job Analysis has a third application: job performance standards. These standards serve two functions. First, they become targets for employee efforts. Without standards, employee performance may suffer. Second, standards are criteria against which job success is measured. Without standards, no control system can evaluate job performance. All control systems have four features: standards, measures, correction, and feedback. Job performance standards are developed from job analysis information and then actual employee performance is measured."
Peranan deskripsi jabatan sangat penting bahkan secara legalitas merupakan salah satu persyaratan bagi organisasi. Dalam hal ini Werther, Jr. dan Davis (1996 : 130) menyatakan bahwa :
"Job description is the job summary, a written narrative that concisely summarizes the job in a few sentences. Most authorities recommend that job summaries specify the primary actions involved. Then, in a simple, action oriented style, the job description list the job duties. Since the effectiveness of other human resources actions depends on an understanding of the job, each major duty is described in terms of the actions expected. Tasks and activities are identified. Performance is emphasized."
Lebih lanjut, Werther, Jr. dan Davis (1996:134) mengemukakan bahwa rancangan jabatan yang buruk dapat mengakibatkan produktivitas yang rendah, keluarnya pegawai, kemangkiran, keluhan, sabotase, munculnya serikat buruh, pengunduran diri karyawan dan masalah-masalah lainnya dengan pendapat sebagai berikut :
"Poorly designed jobs may lead to lower productivity, employee turnover, absenteeism, complaints, sabotage, unionization, resignations, and other problems. Organizational elements of job design are concerned with efficiency. Achieving a high quality of work life requires that jobs are well designed. "
Penilaian kinerja adalah proses yang dinamis dan saling berhubungan dengan berbagai aktivitas organisasi. Kinerja organisasi tergantung pada kinerja unit-unit kerja, sementara kinerja unit-unit kerja tergantung pada kinerja orang-orang di dalamnya. Oleh karena itu sasaran-sasaran stratejik organisasi harus dapat dijabarkan dalam sasaran-sasaran unit kerja untuk kemudian direduksi menjadi sasaran-sasaran kinerja individu.
Penilaian kinerja juga dapat digunakan untuk mematahkan dugaan bahwa kondisi sumber daya manusia Indonesia berkualitas rendah terutama di bidang keuangan. Hal ini berbeda sekali dengan anggapan pada tenaga kerja di negara-negara maju seperti Jepang atau China yang terkenal dengan tenaga kerjanya yang ulet. Dengan adanya sistem penilaian kinerja yang baik di setiap perusahaan yang ada di Indonesia, baik lokal maupun asing diharapkan dapat mematahkan anggapan tadi dan dapat meningkatkan persaingan bisnis Indonesia di dunia internasional. Kegiatan operasional perusahaan-perusahaan multinasional (MNC) yang melewati batas negara menurut Sobirin (2007) memunculkan masalah budaya dimana pemahaman organiasasi sebagai hasil kebudayaan dan di saat yang sama organisasi dianggap memiliki budaya merupakan kajian terhadap organisasi tidak lagi bersifat linear.
Perusahaan asing sebesar Epson juga menyadari bahwa persaingan bisnis di Indonesia semakin ketat. Bukan hanya investasi modal yang besar saja yang diperlukan oleh Epson untuk menjadi perusahaan printer besar di Indonesia, tetapi juga sumber daya manusia yang menjalankan bisnisnya sehari-hari sehingga Epson tetap dapat bertahan di Indonesia. Sebagai perusahaan printer asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, Epson memerlukan kekuatan untuk bersaing dengan perusahaan printer lain baik lokal maupun asing yang kian banyak dari tahun ke tahun. Untuk itu maka Epson bukan hanya memerlukan modal investasi yang besar saja tetapi juga sumber daya manusia yang handal untuk menjalankan bisnisnya.
EPSON yang bersaing dengan perusahaan-perusahaan printer lain yang sudah dikenal namanya di dunia memerlukan suatu sistem organisasi yang bisa mengelola, mengarahkan, memantau hingga mengevaluasi seluruh aspek bisnisnya, tidak terkecuali adalah pengelolaan sumber daya manusia. EPSON memerlukan sistem manajemen yang mampu mengelola para tenaga kerjanya agar bisa menjadi kekuatan perusahaan. Dan bukan hanya mengelola, seperti perusahaan lainnya, EPSON juga memerlukan suatu sistem penghargaan untuk karyawannya agar mereka dapat terpacu untuk bekerja dan memiliki rasa "sense of belonging" atau rasa memiliki pada EPSON sehingga mereka mampu memaksimalkan kinerja untuk meraih persaingan. Visi EPSON adalah menjadi sebuah perusahaan progresif dan dipercaya di seluruh dunia karena komitmennya untuk kepuasan pelanggan, lingkungan hidup, secara individul dan kerjasama tim. Visi tersebut termuat dalam Management Philosophy EPSON sebagai berikut:
"EPSON is a progressive company trusted throughout the world because of our commitment to customer satisfaction, environmental, individually, and teamwork. We are confident of our collective skills and most challanges with innovative and creative solution.
Dari filosofi tersebut, EPSON menginginkan kualitas sumber daya manusia yang tinggi, yang mampu baik secara individu maupun kolektif berkembang menjadi pribadi yang inovatif dengan memberikan solusi-solusi kreatif bagi para pelanggan.Seperti perusahaan-perusahaan Jepang lainnya, EPSON pun memiliki kinerja bangsa yang sudah tertanam turun temurun. Sistem kerja yang mereka anut disebut dengan sistem 5'S, Poerwopoespito dan Utomo (2000:15) menyatakan :
"Bangsa Jepang tidak memulai kebangkitannya dengan suatu sistem yang canggih dan tidak ingin mencapai sesuatu dengan jalan pintas. Mereka membangun kekayaan dengan sederhana, seperti dengan system 5 S yaitu: Seiri, Seton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke (pemilahan, penataan, pembersihan, pemantapan, dan kebiasaan) untuk memelihara kondisi yang mantap dan memelihara kebiasaan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Selain itu, mereka selalu mengadakan perubahan/perbaikan terus-menerus untuk mencapai dan mendapatkan segala sesuatu yang lebih baik di tempat kerja. Mereka mau belajar seumur hidup, bahkan mau bekerja lembur tanpa menuntut upah lembur."
Jelas terlihat bahwa secara umum, Perusahaan Jepang menuntut adanya kinerja tinggi dan loyalitas tinggi, oleh sebab itu tingkah laku dan kedisiplinan karyawan pun tidak luput diperhitungkan oleh perusahaan. Hasil kajian Mc Kenzie menyatakan bahwa kemampuan perusahaan Jepang bertahan tidak lepas dari peran budayanya yang begitu kukuh. Budaya bagi bangsa Jepang tidak saja menjadi landasan dalam cara mengelola kegiatan organisasi perusahaan. Bangsa Jepang paling tidak mengajarkan bahwa untuk menjadi bangsa yang kuat, bangsa Jepag tidak boleh bercerai berai melainkan harus bersatu dan tidak boleh saling menyalahkan. Kalaulah diantara mereka ada yang salah maka orang tersebut harus secara sadar dan bersikap ksatria mengakui kesalahannya -itulah harakiri, jika bisa dikatakan demikian, yang dalam konteks bisnis ditandai dengan mundurnya seorang CEO jika perusahaan yang dikelolanya mengalami kemunduran sangat tajam. Selain itu, Orang Jepang misalnya lebih suka menggunakan kata "kita" bukan "saya" sebagai ujud dari kolektivitas bangsa.
Selain itu mereka juga mengadakan perbaikan yang kontinu pada sistem kerja mereka untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan dan kondisi yang lebih baik lagi. Intinya adalah mereka mau belajar pada pengalaman untuk diperbaiki terus menerus sehingga mereka tahu sistem yang lebih baik dari sebelumnya. Untuk itulah mereka memerlukan banyak sistem penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang baik adalah penilaian kinerja yang tidak hanya dilakukan satu arah tetapi juga dilakukan dua arah bahkan tiga arah. Penilaian kinerja dua arah adalah penilaian kinerja yang dilakukan oleh atasan untuk bawahan dan sebaliknya, bawahan untuk atasan, sedangkan penilaian kinerja tiga arah dilakukan oleh atasan, bawahan, dan rekan sekerja.
Penilaian kinerja ini dilakukan dengan melakukan pemberian nilai untuk hasil kerja selama satu kurun waktu sehingga dapat dilihat dan diketahui pencapaian target, performa dan semangat kerja, kelemahan dan kekuatan karyawan termasuk di dalamnya masalah-masalah yang dihadapi, dan perhitungan objektif dari orang lain akan hasil kerja karyawan. Dari penilaian kinerja ini dapat diukur kompensasi atau sistem penghargaan bagi karyawan agar potensi karyawan tidak terbuang sia-sia dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi perusahaan dan begitu juga sebaliknya, karyawan bisa memanfaatkan secara maksimal potensi perusahaan untuk pengembangan dirinya.
Adanya ketidak puasan akan penilaian hasil kerja mereka menyebabkan turn over karyawan yang tinggi pada perusahaan sehingga mengakibatkan menurunnya daya saing perusahaan. Karyawan tidak lagi menjadi asset perusahaan dan mereka pun akhirnya akan bertindak diluar jalur yang telah ditentukan dan membuat lemah daya saing perusahaan. Selain itu, turn over karyawan yang tinggi dapat menyebabkan ketimpangan pada permintaan dan penawaran tenaga kerja di lapangan kerja, banyak tenaga kerja yang sebenarnya masih diperlukan kapabilitasnya oleh perusahaan tersebut tetapi kemudian kembali menjadi pengangguran, sedangkan tenaga kerja lain yang menganggur tidak bisa menggantikan tempatnya. Oleh sebab itu diperlukan sistem penilaian kinerja yang juga bisa menekan angka turn over karyawan.
Dengan sistem penilaian kinerja yang baik maka perusahaan sebesar EPSON bisa mengurangi perputaran keluar masuk karyawan (turn over karyawan) dan bisa mengerahkan kemampuan dari setiap individu karyawannya secara maksimal untuk meraih persaingan bisnis di industri peripheral (alat-alat pendukung Personnal Computer / Notebook). Karena pentingnya sumber daya manusia bagi perusahaan dan pentingnya sistem manajemen yang mengelola tenaga kerja ini, maka perusahaan memerlukan sistem penilaian kinerja yang baik sehingga karyawan merasa bahwa hasil kerjanya benar -benar dihargai oleh perusahaan dan setiap jenjang karyawan dapat menciptakan kondisi kerja yang kondusif untuk bersaing di dunia bisnis Indonesia. Pentingnya penilaian kinerja (performance appraisal) ini karena bila ada kesalahan pada sistem penilaian kinerja bisa menjadi salah satu sumber masalah dalam kemunduran perusahaan, oleh sebab itu baik sistemnya sendiri maupun poin-poin yang digunakan untuk menilai kinerja perlu disusun sedemikian rupa sehingga penilaian kinerja menjadi suatu sistem yang efektif bagi peningkatan kerja karyawan dan mampu menahan perputaran keluar masuk karyawan menjadi rendah.
Saat ini PT EPSON INDONESIA menerapkan sistem penilaian kinerja dengan menggunakan metode PDCA (Plan, Do, Check, and Action) dan WRD (Working Related Dimensions). PDCA adalah penilaian pekerjaan oleh masing-masing karyawan berdasarkan target pekerjaan yang dilakukan, sedangkan WRD adalah hasil penilaian yang dibuat oleh atasan baik atasan langsung maupun bukan atasan langsung yang berdasarkan loyalitas,sikap dan tingkah-laku masing-masing karyawan. Hasil dari penilaian tersebut akan digunakan pihak manajemen untuk memutuskan promosi ataupun demosi bagi seorang karyawan. Proporsi penilaian untuk karyawan tingkat junior staff sampai dengan senior staff adalah 30% untuk PDCA dan 70% untuk WRD. Selanjutnya, pada tahun mendatang, PT Epson Indonesia merencanakan akan menerapkan sistem penilaian yang berbasis Hay System dimana penilaian dengan sistem tersebut bertitik tolak pada job description karyawan di masing-masing area pekerjaan.
Post a Comment