Cari Kategori

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING

TESIS PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING (PROGRAM STUDI : KENOTARIATAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia sekarang yang menitikberatkan pada pembangunan dalam bidang ekonomi, hukum mempunyai fungsi yang sangat penting dalam menunjang kemajuan perekonomian di Indonesia. Pelaksanaan Pembangunan dengan penekanan yang lebih menonjol kepada segi pemerataan.
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.
Pembangunan dapat dilaksanakan dan berhasil jika situasi Nasional mantap. Makin mantap stabilitas Nasional, makin lancar usaha pembangunan. Pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas adalah unsur yang saling berkaitan, karena itu dalam pelaksanaan pembangunan harus senantiasa diusahakan keseimbangan yang serasi antara ketiga unsur tersebut.
Hampir setiap bidang kehidupan sekarang ini diatur oleh peraturan-peraturan hukum. Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini hukum menelusuri hampir semua bidang kehidupan manusia. Campur tangan hukum yang semakin meluas ke dalam bidang kehidupan masyarakat menyebabkan masalah efektivitas penerapan hukum menjadi semakin penting untuk diperhitungkan. Itu artinya hukum harus bisa menjadi institusi yang bekerja secara efektif di dalam masyarakat.
Bagi suatu masyarakat yang sedang membangun, hukum selalu dikaitkan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik, sebab melalui norma hukum yang dimaksud maka diharapkan ketertiban dan kepastian dapat terpenuhi sehingga mampu mewujudkan apa yang dicita-citakan dalam kehidupan masyarakat.
Demikian juga apa yang telah dilakukan oleh PT. PERTAMINA (Persero) selaku BUMN dalam perkembangannya untuk melaksanakan pembangunan telah banyak melakukan aktivitas bisnis, sehingga harus ada ketentuan-ketentuan hukum yang dapat dijadikan payung agar apa yang dilakukan sebagai suatu bentuk usaha yang memberikan rasa aman (baca : norma tertib dan kepastian) sebab selaku pelaku bisnis ketertiban dan kepastian hukum harus mampu mengemban misi dengan sebaik-baiknya, apalagi bila perhatian yang tertuju pada persoalan globalisasi perdagangan yang merupakan persaingan pasar terbuka yang menjadi kata kunci yang paling krusial.
Dalam rangka PT. PERTAMINA (Persero) mempersiapkan diri menghadapi pasar dari globalisasi, maka PT. PERTAMINA (Persero) sebagai unit bisnis memerlukan rumusan Visi, Misi, Tata nilai dan Motto yang berwawasan ke masa depan yang lebih baik.
Rumusan-rumusan tersebut dituangkan dalam suatu pedoman yang dapat dijadikan acuan dalam penjabaran aktifitas dari PT. PERTAMINA (Persero), dengan rumusan yang dapat diuraikan sebagai berikut : 
1. Visi Pertamina
“Menjadi Perusahaan Unggul, maju dan Terpandang"
2. Misi Pertamina
a. Melakukan usaha dibidang energi dan petrokimia.
b. Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara professional kompetitif dan berdasarkan tata nilai unggulan.
c. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. 
Dalam melaksanakan tugas-tugas untuk mencapai Visi, misi dan sasaran PT. PERTAMINA (Persero), merumuskan Tata Nilai yang menjadi landasan bertindak yang dituangkan dalam konsep FIVE-M yaitu : 
1) F = Focus, menggunakan secara optimum berbagai kompetensi perusahaan untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan.
2) I = Integrity, mampu mewujudkan komitmen ke dalam tindakan nyata.
3) V = Visionary, mengantisipasi lingkungan usaha yang berkembang saat ini maupun yang akan datang untuk dapat tumbuh dan berkembang.
4) E = Excellent, menampilkan yang terbaik dalam semua aspek pengelolaan usaha.
5) M = Mutual Respect, menempatkan seluruh pihak yang terkait sederajat dalam kegiatan usaha.
3. Motto Pertamina
"Meraih keunggulan komparatif dan kompetitif”.
Untuk menunjang terciptanya Visi, Misi tersebut diatas maka sasaran PT. PERTAMINA (Persero) mempersiapkan sarana dan fasilitas yang memadai agar dapat berjalan lebih lancar, sehingga diperlukan pekerjaan yang salah satunya adalah pekerjaan Penyediaan Tenaga Kerja Pemeriksaan Rutin NDT Peralatan Kilang PT. PERTAMINA (Persero), yang meliputi kegiatan untuk membantu Inspector menyiapkan dokumen peralatan dalam rangka pelaksanaan assessment pemeriksaan peralatan Kilang (Column, Vessel, Heat Exchanger, Fin-Fan, Rotating Equipment, Instrument/listrik, dan lain-lain) pada kegiatan rutin maupun Turn Around untuk seluruh peralatan kilang, mengumpulkan data hasil assessment pemeriksaan untuk dimasukan ke dalam History Card masing-masing peralatan, melaksanakan pemeriksaan Non Destructive Testing (NDT) secara rutin pada peralatan di Kilang Pertamina, Produksi LPG Mundu dan WTP Salamdarma, yang pelaksanaan pekerjaannya melalui Pemilihan Langsung pengadaan pekerjaan jasa pemborongan (Outsourcing) yang dilakukan oleh PT. PERTAMINA (Persero) .
Pelaksanaan pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja yang dilakukan oleh PT. PERTAMINA (Persero) tersebut diatas, menjadi suatu bukti nyata bahwa harus ada norma hukum yang mampu memberikan rasa ketertiban dan kepastian sehingga dapat memberikan rasa aman dalam melaksanakan prestasinya dari masing-masing pihak yang melaksanakan pemborongan pekerjaan, mengingat bisnis outsourcing berkaitan erat dengan praktek ketenagakerjaan.
Berkenaan dengan hal itu maka norma hukum telah memberikan pedoman sebagai dasar hukum dari Pemborongan Pekerjaan Outsourcing sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (Pasal 64, 65 dan 66) dan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004 serta Dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket Kebijakan Iklim Investasi.
Dengan memenuhi persyaratan sebagai Penyedia Barang/Jasa di PT. PERTAMINA (Persero) dengan mengikuti evaluasi dan verifikasi terhadap keabsahan kelengkapan persyaratan dokumen sertifikasi serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya oleh Panitia Sertifikasi, PT. X sejak tahun 1996 merupakan salah satu perusahaan yang terdaftar di PERTAMINA sebagai perusahaan yang dapat mengikuti kegiatan pengadaan barang/jasa di PT. PERTAMINA (Persero) dengan dikeluarkannya Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari PERTAMINA sebagai rekanan.
Salah satu kerja sama antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan PT. X adalah Pekerjaan Penyediaan Tenaga Kerja Pemeriksaan Rutin NDT Peralatan Kilang PT. PERTAMINA (Persero), yang dilakukan dengan Pemilihan Langsung melalui surat No. 6500037487 tanggal 19 September 2006, Surat Penunjukan Pemenang Pemilihan Langsung dari Manajer Unit Reliabilitas PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan VI No. 0517/E16120/2006-S5 tanggal 28 September 2006 dengan dikeluarkannya Surat Perjanjian Kerja (SPK) antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan PT. X, tertanggal 29 September 2006, Nomor 3900053099. Jangka Waktu Pelaksanaan pekerjaan adalah selama 12 (dua belas) bulan kalender terhitung mulai tanggal 01 Oktober 2006 sampai dengan tanggal 30 September 2007, dengan harga borongan seluruh pekerjaan adalah sebesar Rp. 194.416.000,00 (seratus sembilanpuluh empat juta empat ratus enambelas ribu rupiah).
Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat, lingkungan yang sangat kompetitif menuntut PERTAMINA sebagai pelaku usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan fleksibel dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu PERTAMINA (Persero) melakukan suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali manajemen, dengan memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien dan produktif. Itu merupakan salah satu penyebab PERTAMINA melakukan outsourcing terhadap pekerjaannya.
Praktek sehari-hari outsourcing yang lebih menguntungkan bagi perusahaan tetapi tidak demikian dengan pekerja/buruh yang selama ini lebih banyak merugikan pekerja/buruh, karena hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/kontrak (PKWT), upah lebih rendah, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir, sehingga dalam keadaan seperti itu pelaksanaan outsourcing akan menyengsarakan pekerja/buruh dan membuat kaburnya hubungan industrial. Pelaksanaan outsourcing banyak dilakukan untuk menekan biaya pekerja/buruh (labour cost) dengan perlindungan dan syarat kerja yang diberikan jauh dibawah dari yang seharusnya diberikan sehingga sangat merugikan pekerja/buruh.
Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan kajian ilmiah melalui penelitian dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk Tesis, untuk itu maka penulis memilih judul : "PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING DI PT. PERTAMINA (PERSERO)".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti lebih lanjut dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing PT. X yang bekerja di PT. PERTAMINA (Persero) ?
2. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi PT. X sebagai Penyedia Tenaga Kerja Outsourcing dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerjanya ?
3. Upaya-Upaya apa yang dilakukan untuk menghadapi hambatan-hambatan dalam memberikan perlindungan tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan ini mengindikasikan pada suatu tujuan yang diharapkan mampu dicapai yaitu : 
1. Untuk Mengetahui penerapan dalam Praktek Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing PT. X yang bekerja di PT. PERTAMINA (Persero) .
2. Untuk mengetahui Hambatan-hambatan yang dihadapi PT. X sebagai Penyedia Tenaga Kerja Outsourcing dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerjanya yang ditempatkan di PT. PERTAMINA (Persero) .
3. Untuk Mengetahui Upaya-upaya yang dilakukan untuk menghadapi hambatan-hambatan dalam memberikan perlindungan tersebut.

D. Kegunaan Penelitian
Penekanan yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan yang positif yaitu : 
1. Kegunaan Akademis
Kegunaan akademis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi pendalaman kajian sehubungan dengan fungsi hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat dan memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum Perjanjian Pemborongan Outsourcing pada khususnya. Hasil penelitian in juga diharapkan dapat memberikan referensi bagi dilakukannya penelitian lanjutan dengan obyek yang sama.
2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada pendidikan ilmu hukum mengenai pelaksanaan kaidah-kaidah hukum terutama hukum Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (Outsourcing).
b. Untuk memberikan sarana tambahan informasi terhadap pihak-pihak pelaku bisnis yang terkait dengan aktivitas Outsourcing dan membutuhkan pengetahuan tentang norma hukum yang mengaturnya, sehingga mampu memahami segala aspek-aspek yuridis yang menyangkut dengan pelaksanaan Outsourcing, 
c. Memberikan manfaat kepada para praktisi hukum khususnya yang bergerak dalam bidang Pemborongan Pekerjaan Outsourcing.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 08:44:00

STRATEGI PROGRAM RADIO DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN INDUSTRI SIARAN RADIO

STRATEGI PROGRAM RADIO DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN INDUSTRI SIARAN RADIO



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menjamurnya stasiun radio siaran di Ibu Kota Jakarta membuat persaingan makin keras. Pada masa krisis seperti sekarang, industri penyiaran radio harus semakin kreatif menggarap program-program acaranya, jika tidak inovatif, sebuah stasiun radio pasti akan kehilangan pendengar dan ujungnya tak mendatangkan iklan (Kompas, 2010 : 15).
Berdasarkan catatan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), jumlah perusahaan radio se-Indonesia saat ini berkisar 1.300 stasiun. Di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan X) sendiri ada sekitar 60 stasiun. Dari 60 stasiun radio legal di Jabodetabek, yang terdaftar sebagai anggota PRSSNI sebanyak 48 stasiun. Jumlah pendengar radio pun menurun dari 15 juta pendengar tahun lalu menjadi 12 juta pendengar saja di tahun 2009.
Sebuah stasiun radio tidak hanya bersaing dengan sesama radio, namun juga bersaing dengan media yang lain seperti televisi, surat kabar, dan majalah Oi (2007 : 196) menjelaskan, radio dan televisi termasuk media elektronik, surat kabar merupakan media cetak. Radio dan televisi mencari, meliput berita hampir sama. Bedanya radio mengutamakan suara dan efek suara, sedangkan televisi hanya gambar saja semua sudah terwakilkan, penonton tinggal menyaksikan, emosi cenderung tidak terganggu.
Effendy (2008 : 107) menyatakan bahwa radio siaran mendapat julukan "kekuasaan kelima" atau the fifth estate, setelah pers dianggap sebagai "kekuasaan keempat" (the fourth estate). Ada tiga hal yang mendukung radio dijuluki sebagai kekuasaan kelima, yaitu : (1) radio siaran bersifat langsung; (2) radio siaran tidak mengenal jarak dan rintangan; (3) radio siaran memiliki daya tarik.
Jika dibandingkan dengan televisi siaran, televisi sebenarnya lebih lengkap daripada radio. Meskipun demikian, sampai sekarang televisi belum pernah diberi julukan "kekuasaan keenam" (the sixth estate) (Effendy, 2008 : 107). Hal ini tentu menguatkan bahwa siaran radio tidak kalah saing dengan media baru yang banyak bermunculan saat ini.
Masing-masing media memiliki kelebihan dan juga kelemahan dalam fungsinya sebagai sarana, namun demikian, bagi khalayak, kelebihan dan kelemahan ini justru dapat saling melengkapi dalam memperjelas penerimaan informasi atau isi pesan (Wahyudi, 1996 : 2).
Dalam persaingan radio yang ada berarti Radio X harus memiliki strategi yang tepat dalam menyusun berbagai program acaranya agar tidak kalah saing dengan radio lainnya. Munthe (1996 : 56) menyatakan pendengar radio selektif memilih acara. Hanya acara yang menurut penilaiannya baik yang dinikmati, sementara acara yang menurutnya tidak baik akan dilewatkan begitu saja.
Radio X lebih mempertegas sebagai radio yang memiliki konten hiburan dan informasi lewat diperkenalkannya program variety show pagi yang memadukan informasi, obrolan ringan dan musik dangdut untuk menemani aktifitas di pagi hari. Selain itu program lain yang disuguhkan oleh Radio X adalah Lift, chart lagu pop Indonesia yang disiarkan berbarengan di empat radio Group.
Program yang baik dan menarik akan mendatangkan banyak pendengar. Jumlah pendengar tersebut akan membuat para pengiklan yang akan memasukan iklan yang akan mendatangkan pendapatan dan keuntungan bagi stasiun radio tersebut (Romli, 2007 : 103).
Program acara yang berkualitas merupakan hasil akhir yang sangat diharapkan masing-masing stasiun radio, sejak awal beroperasi. Keunggulan dalam bidang manajemen suatu organisasi stasiun radio tidak dapat dilepaskan dari keunggulan dalam mengelola program acara, karena ini merupakan penentu untuk memenangkan persaingan dalam industri siaran radio. Seperti yang dikatakan Omar Abidin Gilang dalam Munthe (1996 : 54) salah satu aspek yang dapat menentukan keberhasilan radio adalah berkaitan dengan program-program acara yang disiarkan.
Program-program unggulan Radio X dalam menghadapi persaingan siaran dikemas secara menarik dan ringan sesuai dengan segmentasinya. Radio X berusaha menyuguhkan program-programnya dengan format dan tema yang enak untuk didengar serta mengenai hati pendengarnya, seperti tag linenya yaitu “enak didengar, kena di hati".
Untuk itu penulis tertarik meneliti strategi program Radio X dalam menghadapi persaingan industri siaran radio. Penulis mengangkat Radio X sebagai unit analisis penelitian dengan judul penelitian : "STRATEGI PROGRAM RADIO X DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN INDUSTRI SIARAN RADIO".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian, "Bagaimana strategi program Radio X dalam menghadapi persaingan industri siaran radio".

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi program Radio X dalam menghadapi persaingan industri siaran radio.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mahasiswa ilmu komunikasi bidang jurnalistik untuk mengembangkan wawasan pemahaman lebih baik mengenai perkembangan ilmu komunikasi. 
2. Manfaat Praktis
Sebagai informasi bagi perusahaan yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam membuat suatu program acara dan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi setiap kebijakan perusahaan dalam menghadapi persaingan di dunia penyiaran khususnya siaran radio dan diharapkan dapat bermanfaat bagi akademis maupun masyarakat pada umumnya. 

E. Sistematika Penulisan
Sebagai sebuah karya ilmiah, penulis berusaha menyusun kerangka sistematika penulisan yang disusun dengan urutan sebagai berikut : 
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab pertama ini, penulis membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN TEORITIS
Pada bab ini, penulis menguraikan teori-teori yang relevan dengan kasus yang diteliti. Antara lain, komunikasi, komunikasi massa, media massa radio, strategi program, program radio.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini, penulis menguraikan metode yang digunakan dalam pengumpulan data, teknik dan metode analisis data selama melakukan penelitian untuk menyusun skripsi ini.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, berisi hasil penelitian mencakup gambaran umum tentang objek penelitian, serta hal pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah penelitian.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir, di mana untuk menyempurnakan skripsi ini akan dikemukakan tentang kesimpulan dari bab-bab sebelumnya yang telah dibahas dan berdasarkan kesimpulan tersebut akan dikemukakan saran-saran yang dapat bermanfaat bagi semua pihak yang bersangkutan, khususnya Radio X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:55:00

PANCASILA AMANDEMEN UUD 1945


BAB I
PENDAHULUAN

Amandemen diambil dari bahasa Inggris yaitu "amendment". Amends artinya merubah, biasanya untuk masalah hukum. The law has been amended (undang-undang itu telah di amandemen). Jadi yang dimaksud dengan Amandemen UUD 45 pasal-pasal dari UUD 45 itu sudah mengalami perubahan yang tertulis atau maknanya, barangkali. Kapan UUD 45 itu dimandemen ?. Perlu diketahui ada perbedaan antara rancangan UUD yang dibuat oleh pantia BPUPKI dengan naskah UUD 45 yang disetujui dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Jadi anggaplah dasar UUD 45 yang belum diamandemen adalah UUD 45 yang tercantum dalam ketetapan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Memilih Soekarno dan Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden. 
Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Dan memang dalam Aturan Peralihan UUD 45, pasal IV tercantum : Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional. 
Dengan perkataan lain saat itu Presiden berkuasa tanpa batas karena beliau berfungsi ya sebagai eksekutif, sebagai pimpinan legislatif. Ini kurang demokratis, padahal Republik Indonesia saat itu harus menunjukkan sifatnya yang didukung rakyat. Kalau tidak, maka Belanda bakal berkoar-koar membenarkan bahwa Pemerintahan Soekarno, fasistik ala Jepang. Makanya konstitusi kita dicermati harus diamandemen.
Sejarah menggambarkan bahwa muncullah petisi (kurang lebih 50 orang) untuk merubah KNIP (yang tadinya sekadar badan pembantu Presiden) menjadi sebuah badan legislatif. Karena untuk memunculkan apa yang tertulis dalam undang-undang yaitu terbentuknya MPR dan DPR, sulit direalisir saat itu. Jadi mengapa tidak KNIP saja yang dirubah jadi MPR sementara. Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI yang berubah menjadi PK (Panitia Kemerdekaan) menetapkan pembentukan Komite nasional, Partai Nasional Indonesia (Staat partij, bukan PNI partai politik) dan Badan Keamanan Rakyat. dan pada tanggal 29 Agustus 1945, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terbentuk dengan ketuanya Mr Kasman Singodimedjo. Wakilnya ada 3 orang yaitu masing-masing, 1. Sutardjo Kartohadikoesoemo, 2. Mr Johanes Latuharhary, dan Adam Malik.
Dalam sidangnya yang pertama dibalai Muslimin Jakarta, pada tanggal 16 Oktober 1945, KNIP keadaannya kacau. Semua ingin bicara dan merasa perlu ikut bicara. Meskipun demikian hasilnya ada juga yaitu meminta hak legislatif kepada Presiden sebelum terbentuknya MPR dan DPR. Seperti telah disebutkan diatas, sejumlah 50 orang dipimpin oleh Soekarno membuat petisi untuk merubah fungsi dan status KNIP. Sejumlah anggota kabinet seperti Amir Sjarifudin dan Hatta bisa menyetujui (Soekarno tidak hadir dalam sidang KNIP pertama ini). Maka Wakil presiden Mohammad Hatta menerbitkan Maklumat wakil Presiden no.X tapi dengan kop : Presiden Republik Indonesia. Isinya : Memutuskan : Bahwa KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN serta menyetujui bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada KNIP. 
Siapakah yang diangkat menjadi ketua BP KNIP itu ? Dialah Sutan Sjahrir. Dan Wakilnya diangkat Amir Sjarifudin. Sekretaris Mr Soewandi. Jumlah anggota BP KNIP adalah 15 orang. Maka mulailah bekerja BP KNIP ini dan kantornya di Jalan Cilacap Jakarta (sekarang dipakai UBK). Salah satu produk hukum yang dibuat oleh BP KNIP adalah maklumat no.5 tentang pertanggung jawaban menteri-menteri dan susunan dewan kementerian baru. Dokumen ini amat penting karena tanpa disadari merupakan rancangan perubahan konstitusi yang amat mendasar. Konsekwensinya kalau disetujui, maka terjadilah perubahan sistim kabinet presidentiel, menjadi kabinet ministriel. Lucunya Soekarno-Hatta menyetujui. Bahkan Soekarno meminta Sjahrir bertindak sebagai Perdana menteri. Kabinet Sjahrir terbentuk dan serah terima terjadi pada tanggal 14 November 1945. Anehnya ketika berlangsungnya sidang KNIP kedua Sjahrir masih sebagai ketua BP KNIP dan sudah serah terima dengan kabinet lama. Padahal saat itu dia sudah Perdana menteri. Demikianlah kisah sejarah dalam negeri yang namanya Republik Indonesia ini. Rupanya amandemen bukan barang baru. Tidak aneh kalau Amin Rais Cs melakukannya tahun 2002. (Disarikan dari berbagai sumber). Mungkin untuk menyiasati tantangan yang muncul yang menggoyahkan sendi negara, para politikus, tidak segan-segan mengamandemen peraturan-perundangan yang sedang berlaku. 


BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlu Amandemen UUD 45 Guna Sempurnakan Ketatanegaraan
MPR menganggap amandemen UUD 45 masih dibutuhkan. Hanya saja amandemen itu harus dilakukan secara komprehensif. Alasanya ada sejumlah pasal-pasal yang memerlukan penyempurnaan untuk pengelolaan ketatanegaraan yang lebih baik. “Pada intinya FKB mendukung perubahan amandemen terhadap UUD 45. Namun harus dilakukan secara komprehensif. Disamping itu, Perlunya amandemen itu karena adanya kebutuhan untuk pengeloaan negara secara baik, misalnya ada beberapa pasal ketatanegaraan yang perlu penyempurnaan
Pakar hukum Dr Adnan Buyung Nasuiton mengusulkan perlu dibentuk komisi negara yang mengkaji secara khusus amandemen UUD 45. Sehingga perubahan dan perbaikan terhadap UUD 45 hasil amandemen tidak menimbulkan persoalan baru. ‘Perubahan UUD 45 hasil amandemen perlu dilakukan secara menyeluruh dan tidak bisa dilakukan secara parsial, lebih jauh Adnan mengkhawatirkan jika perubahan UUD 45 itu dilakukan secara parsial, atau bagian demi bagian dan tanpa melihat konteksnya secara luas atau tanpa dibarengi suatu konsep perubahan baru. Justru akan menyisakan persoalan baru yang sarat dengan tumpang tindih.
Menurutnya, sampai saat ini ada beberapa kelompok yang menolak hasil amandemen UUD 45 dan menuntut kembali ke UUD 45 yang asli. Keberatan itu, sebenarnya terkait dengan tiga hal, pertama-persoalan konsep negara [staatsidee] yang berkenaan dengan paham kedaulatan rakyat dan pemeritahan demokratis konstitusional. Kedua, persoalan dasar negara yang mencakup dasar Negara Islam Vs Pancasila yang dikhawatirkan adalah munculnya kekuatan yang memaksakan memasukkan Islam yang secara substantif menggeser Pancasila sebagai dasar negara. Dan ketiga, soal kepentingan politik yang menyangkut pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dan tidak melalui forum MPR.
Yang jelas, kata Adnan, hasil amandemen ke empat UUD 45 telah membawa perbaikan, diantaranya pembatasan masa kekuasaan presiden, adanya perlindungan hak azasi manusia dan jaminan kesejahteraan rakyat. Sejumlah perubahan mendasar itu cukup baik, namun masih ada kelemahannya, secara konseptual maupun teknis yuridis. 

B. Pasal-Pasal yang diamandemen 
1. Perubahan pertama
Meliputi antara lain hal-hal berikut ini :
  • Mengurangi, membatasi, serta mengendalikan kekuasaan presiden.
  • Hak membentuk UUD yang dulu ada ditangan presiden sekarang ada pada DPR, sedangkan presiden hanya berhak mengajukan rancangan UUD kepada DPR.

Pasal-pasal yang mengalami perubahaatau penambahan pada perubahan pertama adalahpasal 5, ayat 1 diubah: pasal 7 diubah; pasal 9 diubah; pasal 13 ayat 2 diubah dan ditambah satu ayat; pasal 20 diubah menjadi empat ayat; pasal 21 ayat 1 diubah.

2. Perubahan kedua
Meliputi antara lain hal-hal berikut ini :
  • Pemerintahan daerah 
  • Keanggotaan, fungsi, hak, serta para pengisian keanggotaan
  • Wilayah Negara
  • Hak asasi manusia
  • Pertahanan keamanan Negara
  • Mengenai bendera, bahasa, lambang, Negara dan lagu kebangsaan


C. Kedudukan Konstitusi
Demikian pula negara, pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Bahkan negara yang tidak memiliki satu naskah konstitusi seperti Inggris, tetap memiliki aturan-aturan yang tumbuh1 menjadi konstitusi dalam pengalaman praktek ketatanegaraan dan para ahli tetap dapat menyebut adanya konstitusi dalam konteks hukum tata negara Inggris, sebagaimana dikemukakan oleh Phillips Hood and Jackson sebagai berikut : “a body of laws, customs and conventions that define the composition and powers of the organs of the State and that regulate the relations of the various State organs to one another and to the private citizen.” 
Dengan demikian, ke dalam konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian peraturan tertulis dan tidak tertulis. Peraturan tidak tertulis berupa kebiasaan dan konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan) yang menentukan susunan dan kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ-organ negara itu, dan mengatur hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga negara.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power3 yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi. 
Hal itu dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat, misalnya melalui referendum, seperti yang dilakukan di Irlandia pada tahun 1937, atau dengan cara tidak langsung melalui lembaga perwakilan rakyat. Dalam hubungannya dengan kewenangan mengubah UUD, cara tidak langsung ini misalnya dilakukan di Amerika Serikat dengan menambahkan naskah perubahan Undang-Undang Dasar secara terpisah dari naskah aslinya. Meskipun, dalam pembukaan Konstitusi Amerika Serikat (preambule) terdapat perkataan “We the people”, tetapi yang diterapkan sesungguhnya adalah sistem perwakilan, yang pertama kali diadopsi dalam konvensi khusus (special convention) dan kemudian disetujui oleh wakil-wakil rakyat terpilih dalam forum perwakilan negara yang didirikan bersama.
Dalam hubungan dengan pengertian constituent power tersebut di atas, muncul pula pengertian constituent act. Dalam hubungan ini, konstitusi dianggap sebagai constituent act, bukan produk peraturan legislatif yang biasa (ordinary legislative act). Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Seperti dikatakan oleh Bryce, konstitusi tertulis merupakan:
“The instrument in which a constitution is embodied proceeds from a source different from that whence spring other laws, is regulated in a different way, and exerts a sovereign force. It is enacted not by the ordinary legislative authority but by some higher and specially empowered body. When any of its provisions conflict with the provisions of the ordinary law, it prevails and the ordinary law must give way”. 
Karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut. Atas dasar logika demikian itulah maka Mahkamah Agung Amerika Serikat menganggap dirinya memiliki kewenangan untuk menafsirkan dan menguji materi peraturan produk legislatif (judicial review) terhadap materi konstitusi, meskipun Konstitusi Amerika tidak secara eksplisit memberikan kewenangan demikian kepada Mahkamah Agung.
Basis pokok berlakunya konstitusi adalah adanya kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara. Kata kuncinya adalah konsensus atau general agreement. Jika kesepakatan umum itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan, dan pada gilirannya perang saudara (civil war) atau revolusi dapat terjadi. Hal ini misalnya, tercermin dalam tiga peristiwa besar dalam sejarah umat manusia, yaitu revolusi penting yang terjadi di Perancis tahun 1789, di Amerika pada tahun 1776, dan di Rusia pada tahun 1917, ataupun di Indonesia pada tahun 1945, 1965 dan 1998.

D. Perubahan UUD 1945
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi dipandang merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi manusia. 
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR dari 1999 hingga 2002. Perubahan pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999. Arah perubahan pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.
Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000. Perubahan kedua menghasilkan rumusan perubahan pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan terperinci tentang HAM.
Perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001. Perubahan tahap ini mengubah dan atau menambah ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-asas landasan bemegara, kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang Pemilihan Umum. Sedangkan perubahan keempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2002. Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan tentang kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.
Empat tahap perubahan UUD 1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan menghasilkan 199 butir ketentuan. Saat ini, dari 199 butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945, hanya 25 (12%) butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya, sebanyak 174 (88%) butir ketentuan merupakan materi yang baru atau telah mengalami perubahan.
Dari sisi kualitatif, perubahan UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena mengubah prinsip kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal itu menyebabkan semua lembaga negara dalam UUD 1945 berkedudukan sederajat dan melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup wewenangnya masing-masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang sangat besar (concentration of power and responsibility upon the President) menjadi prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances). Prinsip-prinsip tersebut menegaskan cita negara yang hendak dibangun, yaitu negara hukum yang demokratis.
Setelah berhasil melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah pelaksanaan UUD 1945 yang telah diubah tersebut. Pelaksanaan UUD 1945 harus dilakukan mulai dari konsolidasi norma hukum hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 harus menjadi acuan dasar sehingga benar-benar hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the living constitution).


BAB III
PENUTUP

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR :
- Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14 Oktober-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7 Agustus-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1 November-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1 Agustus-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945


DAFTAR PUSTAKA

Alrasid, Harun. Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah Oleh MPR. Revisi Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2003.
Asshiddiqie, Jimly. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Pelaksanaannya Di Indonesia. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994.
Mahfud MD., Moh. Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Montesquieu. The Spirit of the laws. Translated by Thomas Nugent. London: G. Bell & Sons, Ltd, 1914.
Simanjuntak, Marsillam. Pandangan Negara Integralistik: Sumber, Unsur, dan Riwayatnya dalam Persiapan UUD 1945. Jakarta: Pustaka Grafiti, 1993.
Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani, Pokok-pokok Usulan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dan Pemilihan Presiden Secara Langsung, dipresentasikan di hadapan Pimpinan dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung RI pada tanggal 15 Juni 1999 di Jakarta.
Yamin, Muhammad. Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jilid Pertama. Jakarta: Yayasan Prapanca, 1959.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:14:00

PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASASI PEMANFAATAN ASET TETAP PEMERINTAH DAERAH

TESIS PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASASI PEMANFAATAN ASET TETAP PEMERINTAH DAERAH (PROGRAM STUDI : AKUNTANSI)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dengan berlakunya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 merupakan landasan perubahan sistem pemerintahan daerah termasuk perimbangan Keuangan Negara. Perubahan itu mengarah pada pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab (Arifin et al. 2003). Diberlakukannya kedua undang-undang di atas, untuk menghilangkan ketimpangan, ketidakharmonisan, dan tidak kreatifnya daerah akibat diberlakukannya UU No 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah dan telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Pembentukan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Perimbangan keuangan mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Konsekuensi logis dari pelaksanaan UU Nomor 32 dan 33 tahun 2004 adalah daerah telah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur sumber dayanya termasuk bagaimana mengoptimalkan dan memanfaatkan aset daerah yang dimilikinya dengan jalan menerapkan sistem manajemen aset sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian pemerintah daerah dituntut memiliki suatu kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdayaguna dan berhasil guna serta mampu melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah termasuk optimalisasi dan pemanfaatan dari aset-aset yang ada.
Aset daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud maupun barang tak berwujud (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang Daerah adalah semua barang berwujud milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang berwujud atau disebut dengan aktiva tetap adalah barang yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik. Aktiva tetap antara lain terdiri dari tanah, jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi dan jaringan, gedung, mesin dan peralatan, kendaraan, meubelair dan perlengkapan serta bukubuku perpustakaan.
Pentingnya pengelolaan aset terutama tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Salah satu bentuk pengelolaan aset adalah konsep real property, yaitu suatu hak perorangan atau badan hukum untuk memiliki dalam arti menguasai tanah dengan suatu hak atas tanah, misalnya hak milik atau hak guna bangunan berikut bangunan (permanen) yang didirikan di atasnya atau tanpa bangunan. Pengertian penguasaan di atas perlu dibedakan antara penguasaannya secara fisik atas tanah dan/atau bangunan yang disebut real estate. Sedangkan real property merupakan kepemilikan sebagai konsep hukum (penguasaan secara yuridis) yang dilandasi dengan sesuatu hak atas tanah (Siregar, 2004)
Pengelolaan (manajemen) aset daerah merupakan salah satu faktor penentu kinerja usaha yang sehat, sehingga dibutuhkan adanya analisis optimalisasi dalam penilaian aset daerah, yaitu : inventarisasi, identifikasi, legal audit, dan penilaian yang dilaksanakan dengan baik dan akurat. Sekarang ini, Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) merupakan suatu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja sehingga transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah (Siregar, 2004).
Pemerintah Kabupaten X memiliki potensi di berbagai sektor dan untuk menunjang optimalisasi potensi daerah yang ada dan peningkatan pelayanan publik, Pemerintah Daerah didukung oleh sarana dan prasarana yang dimiliki. Sarana dan Prasarana yang merupakan aktiva tetap (fixed aset) yang dimiliki Pemerintah Daerah tersebut diklasifikasikan berupa : tanah, jalan dan jembatan, instalasi dan jaringan, bangunan gedung, alat-alat besar, alat angkutan, alat bengkel dan alat ukur, alat pertanian, alat kantor dan alat rumah tangga, alat-alat studio, alat-alat kedokteran, alat-alat laboratorium, buku perpustakaan, barang bercorak seni dan budaya. 

B. Penelitian Terdahulu dan Perbedaan Penelitian
Penelitian mengenai Manajemen Aset di Kabupaten X belum pernah dilakukan namun beberapa penelitian mengenai manajemen aset telah banyak dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Pakiding (2006) dalam penelitiannya tentang "Pengaruh Manajemen Aset Terhadap Optimalisasi Aset Tetap (Tanah dan Bangunan), Studi Kasus di Kabupaten Bantul. Variabel yang digunakan Inventarisasi, identifikasi, legal audit dan penilaian. Sampel sebanyak 40 orang dengan metode purposive sampling. Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas diukur dengan menggunakan statistik deskriptif, korelasi spearman rank dan diestimasi dengan regresi multinomial logistik. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa manajemen aset dalam optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) dipengaruhi secara signifikan oleh inventarisasi dan penilaian aset. Variabel bebas lainnya identifikasi dan legal audit menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau tidak berpengaruh. 
Chair (2001) mengadakan suatu studi kasus di pemerintah daerah DKI Jakarta tentang peranan manajemen dalam upaya meningkatkan kegunaan aset tanah dan bangunan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan keprogresifan status manajemen aset daerah. Metode yang digunakan adalah cluster analysis dan hasil yang diperoleh adalah adanya tingkat aktifitas yang tinggi terhadap pelaksanaan dan pengawasan manajemen aset tanah dan bangunan serta adanya pembedaan kinerja manajemen aset kelurahan yang terbentuk berdasarkan luas tanah dan bangunan yang dimiliki.
Bertovic, et al. (2002) menjelaskan bagaimana teknik mengimplementasikan manajemen aset secara bertahap (studi kasus pemerintah lokal di Negara Kroasia) beserta beberapa permasalahan yang mesti diwaspadai selama pelaksanaan dan solusi praktisnya. Di negara New Zealand (2001) pengelolaan aset tetap dikelola oleh suatu departemen tersendiri (the treasury) dan telah menetapkan garis-garis besar strategi serta mengeluarkan pedoman dan prosedur yang harus ditempuh dalam melakukan akuisisi dan manajemen aset tetap. Sementara itu, Bohn (2002) mengadakan penelitian tentang pilihan berbagai alternative manajemen terhadap hutang dan aset pemerintah dalam suatu neraca keuangan yang meliputi kekayaan (treasury) The Federal Reserve, serta jaminan sosial. Penelitian ini mengkaji berapa jumlah dana yang harus diinvestasikan oleh pemerintah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa saham pendapatan tetap yang memenuhi kualitas tertinggi (high-quality fixed-income securities) merupakan patokan (benchmark) terbaik dan jaminan sosial yang paling diminati oleh manajer aset pemerintah.
Pahlevi (2002) mengadakan penelitian tentang pengelolaan manajemen aset real estate pada perusahaan daerah (PD) pasar jaya dengan pendekatan analisis Cluster dan Chi-Square untuk mengetahui sejauhmana status kinerja dan kepentingan unit-unit pasar di dalam melaksanakan faktor-faktor kunci manajemen aset Real Estate. Hasil analisis nya menunjukkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan kinerja yang signifikan antara status manajemen aset Real Estate yang terbentuk dari analisis cluster berdasarkan variabel klasifikasi unit-unit pasar, pendapatan kotor, jumlah karyawan, dan total luas lantai bangunan. Ciptono dan Wiryawan (2001) mengadakan suatu studi yang menjelaskan tentang penerapan real time strategic dengan memotret praktik manajemen aset bangunan perusahaan (corporate real-estate asset management or CREAM) di Indonesia. Dalam era transformasi (reformasi) nasional dan otonomi daerah, organisasi publik dan bisnis dituntut untuk mampu mengembangkan daya saing, efisiensi, dan keefektifannya guna melakukan proses perubahan secara kreatif dan berkesinambungan (sustainable) untuk menjadi the leader of crisis. Penelitian ini menggunakan metode cluster analysis (chi-square dan Cramer's V analysis) sebagai alat analisisnya.
Mahsun (2003) melakukan studi kasus pada Pemerintah Kota Yogyakarta tahun anggaran 2001/2002 tentang analisis efektivitas manajemen aset properti riil Pemerintah Daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pertama dengan melakukan wawancara dengan pejabat di lingkungan pemerintah kota, yang kedua melakukan pengamatan dan observasi di lingkungan pemerintah kota dan yang ketiga melakukan tinjauan data baik literatur akademik maupun laporan
pertanggungjawaban. Hasil penelitian menunjukan bahwa praktek manajemen aset di Pemerintah Kota Yogyakarta masih belum optimal, karena pemkot masih belum mempunyai kapasitas yang memadai untuk mengelola aset-aset yang dimiliki terutama aset besar.
Agustina (2005) melakukan suatu studi kasus yang dilakukan di Kabupaten Pontianak tentang manajemen aset (tanah dan bangunan) Pemerintah Daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi atas tanah dan bangunan yang belum dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah menjadi sumber pendapatan asli daerah dan meningkatkan pelayanan publik (public service). Dadson et. al (2006) menjelaskan tentang mengoptimalkan manajemen aset tanah di Ghana dalam rangka menuju good governance. Langkah-langkah tersebut berada di seputar legislasi, organisasi dalam sektor tanah, data base dan peta serta mekanisme sistem lahan yang berkelanjutan.
Penelitian yang dilakukan Bloom Quist dan Oldach (2005) menjelaskan bahwa optimalisasi aset perusahaan memerlukan pendekatan perbaikan yang "cerdas" dengan memadukan teknologi secara strategis, metodologi yang handal, proses pemeliharaan yang terbaik dan perubahan budaya dalam sebuah program yang terkoordinasi dan berkelanjutan. Sementara itu, Wardhana (2005) meneliti mengenai bagaimana mengelola aset Kota Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai keberadaan potensi kota sebagai aset yang dimiliki/dikuasai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, permasalahan yang dihadapi berikut upaya penyelesaiannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya restrukturisasi organisasi dalam pengelolaan aset melalui pembentukan Badan Pengelola dan Dewan Supervisi Aset
Kota, sehingga dari sisi anggaran biaya pengelolaan aset dapat ditekan secara signifikan dan kinerja organisasi dalam pengelolaan aset akan dapat diukur.
Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah pada lokasi penelitian yang mana mengambil lokasi Penelitian di Kabupaten X. Adapun alasan dipilihnya Kabupaten X sebagai lokasi penelitian karena memiliki jumlah aset-aset properti khususnya tanah dan bangunan yang sangat banyak. 
Atas dasar uraian di atas, maka penelitian ini tertarik melakukan penelitian terkait pengaruh manajemen aset terhadap optimalisasi aset dengan judul “PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET TETAP PEMERINTAH KABUPATEN X".

C. Perumusan Masalah
Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh manajemen aset terhadap optimalisasi pemanfaatan aset tetap di Pemerintah Kabupaten X. Inventarisasi, legal audit, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian aset daerah berperan sangat penting dalam memberikan informasi yang cepat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam penyusunan strategi pembangunan daerah.
Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten X adalah pelaksanaan manajemen aset atau pengelolaan asetnya yang meliputi prosedur penatausahaan inventarisasi dan identifikasi aset daerah secara fisik dan yuridis yang belum terlaksana dengan baik dan benar. Ketidaktertiban dalam pengelolaan data base aset, sehingga aset-aset yang dikelola Pemerintah Daerah cenderung tidak optimal dalam penggunaannya. Hal ini menyebabkan Pemerintah Daerah akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan dalam optimalisasi dan pemanfaatan aset di masa yang akan datang. Implikasi atas pemanfaatan dari pengelolaan aset yang tidak optimal adalah tidak diperolehnya nilai yang terkandung dalam aset itu sendiri, misalnya dari aspek ekonomi adalah tidak diperolehnya revenue yang sepadan dengan besarnya nilai aset yang dimiliki atau dengan kata lain tingkat pengembaliannya rendah.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan suatu kajian yang mendalam tentang optimalisasi dari pemanfaatan aset tanah dan bangunan yang dimiliki/dikelola oleh Pemerintah Kabupaten X. Kajian-kajian tersebut meliputi optimalisasi potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal yang dimiliki aset sehingga diharapkan daerah dapat menggali sumber-sumber pendapatannya dalam rangka kemandirian daerah dalam hal pendanaannya, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen aset di daerah.
Oleh karenanya, penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh manajemen aset terhadap optimalisasi aset tetap yang berupa tanah dan bangunan. Secara lebih rinci, rumusan masalah dituliskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut ini.
1. Apakah terdapat pengaruh inventarisasi terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten X ?
2. Apakah terdapat pengaruh identifikasi terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten X ?
3. Apakah terdapat pengaruh legal audit terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten X ?
4. Apakah terdapat pengaruh penilaian terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten X ?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh manajemen aset di Pemerintah Kabupaten X dalam optimalisasi aset tetapnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang baik bagi Pemerintah Daerah dalam pemanfaatan asetnya. Secara lebih rinci, tujuan penelitian dengan mendasarkan pada pertanyaan penelitian di atas adalah sebagai berikut ini.
1. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh inventarisasi terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten X.
2. Untuk memperoleh bukti empiris terkait mengetahui pengaruh identifikasi terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten X.
3. Untuk memperoleh bukti empiris terkait mengetahui pengaruh legal audit terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten X.
4. Untuk memperoleh bukti empiris terkait mengetahui pengaruh penilaian terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat sebagai berikut ini.
1. Pemerintah Kabupaten X
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten X dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan manajemen aset untuk optimalisasi dan pemanfaatan aset tetapnya.
2. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah/wawasan dalam bidang ilmu pengetahuan terutama manajemen aset khususnya pengelolaan aset di daerah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:04:00

PENGEMBANGAN RPP PEMBELAJARAN TEMATIK KURIKULUM 2013 SD/MI

Acuan yang digunakan dalam pengembangan rencana pelaksanaan (RPP) pembelajaran adalah silabus. Menyusun atau mengembangkan RPP adalah langkah perencanaan yang harus dilakukan oleh setiap guru.

RPP merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan (satu hari). RPP dikembangkan dari silabus dengan memperhatikan buku peserta didik dan buku guru yang sudah disiapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

PENGEMBANGAN RPP PEMBELAJARAN TEMATIK KURIKULUM 2013 SD/MI

RPP disusun secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Prinsip-prinsip dalam menyusun RPP :

a.   Setiap RPP harus memuat secara utuh memuat kompetensi sikap spiritual (KD dari KI-1), sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari KI-4).
b.   Memperhatikan perbedaan individual peserta didik misalnya kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuansosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
c.   Mendorong anak untuk berpartisipasi secara aktif
d.   Menggunakan prinsip berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.
e.   Mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung
f.    Memberi umpan balik dan tindak lanjut untuk keperluan penguatan, pengayaan dan remedial
g.   Menekankan adanya keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
h.   Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
i.    Menekankan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi secara integratif, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

Komponen RPP terdiri atas:

a)   Identitas satuan pendidikan,
b)   Identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
c)   Kelas/semester;
d)   Materi pembelajaran;
e)   Alokasi waktu yang ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
f)    Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
g)   Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan;
h)   Metode pembelajaran, yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
i)    Media dan sumber pembelajaran yang digunakan untuk melaksanakan pembelajaran;
j)    Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup; dan
k)   Penilaian hasil pembelajaran memuat soal, kunci jawaban, pedoman skoring/rubrik.

Komponen-komponen RPP secara operasional diwujudkan dalam bentuk format berikut ini :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Sekolah                      :
Mata pelajaran           :
Kelas/Semester         :
Materi Pembelajaran :
Alokasi Waktu            :

A.  Kompetensi Inti (KI)

B.  Kompetensi Dasar
1. KD pada KI-1
2. KD pada KI-2
3. KD pada KI-3
4. KD pada KI-3

C.  Indikator Pencapaian Kompetensi*)
1. Indikator KD pada KI-1
2. Indikator KD pada KI-2
3. Indikator KD pada KI-3
4. Indikator KD pada KI-4

D.  Deskripsi Materi Pembelajaran (dapat berupa rincian, uraian, atau
      penjelasan materi pembelajaran)

E.  Kegiatan Pembelajaran
1.  Pertemuan Pertama: (...JP)
a.  Kegiatan Pendahuluan
b.  Kegiatan Inti**)
• Mengamati
• Menanya
• Mengumpulkan informasi
• Menalar
• Mengomunikasikan
c.  Kegiatan Penutup

2.  Pertemuan Kedua: (...JP)
a.  Kegiatan Pendahuluan
b.  Kegiatan Inti**)
• Mengamati
• Menanya
• Mengumpulkan informasi
• Menalar
• Mengomunikasikan
c.  Kegiatan Penutup

3.  Pertemuan seterusnya.

F.  Penilaian
1.  Teknik penilaian
2.  Instrumen penilaian dan pedoman penskoran
a. Pertemuan Pertama
b. Pertemuan Kedua
c. Pertemuan seterusnya

G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar
1. Media/alat
2. Bahan
3. Sumber Belajar

*) Pada setiap KD dikembangkan indikator atau penanda. Indikator untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam bentuk perilaku umum yang bermuatan nilai dan sikap yang gejalanya dapat diamati. Indikator untuk KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku spesifik yang dapat diamati dan terukur.

**) Pada kegiatan inti, kelima pengalaman belajar tidak harus muncul seluruhnya dalam satu pertemuan tetapi dapat dilanjutkan pada pertemuan berikutnya, tergantung cakupan muatan pembelajaran.

Tahapan pengembangan RPP pembelajaran tematik:

a.   Memilah dan memilih Kompetensi Dasar Mata pelajaran pada Silabus yang dapat dipadukan dalam tema tertentu untuk satu hari.
b.   Memilah dan memilih kegiatan-kegiatan di dalam silabus yang sesuai dengan KD
c.   Kegiatan dalam silabus yang disiapkan untuk 3 atau 4 minggu (tergantung dengan tema/subtema) perlu dipilah menjadi kegiatan untuk satu minggu, kemudian dipilah dan dipilih lagi untuk kegiatan satu hari.
d.   Dalam memilah dan memilih kegiatan dari silabus, guru perlu memperhatikan keterkaitan antara berbagai kegiatan dari beberapa mata pelajaran yang akan diintegrasikan sehingga pembelajaran berlangsung sesuai dengan alur.
e.   Menentukan Indikator pencapaian kompetensi berdasarkan kegiatan di silabus yang sudah dipilih.
f.    Di dalam menyusun RPP, selain menggunakan silabus, guru bisa menggunakan buku teks pelajaran dan buku guru serta hasil analisis KD dengan tema yang telah dilakukan.
g.   Di dalam menyusun RPP, guru harus memperhatikan alokasi waktu untuk setiap kegiatan dan kedalaman kompetensi yang diharapkan.
h.   Apabila kompetensi yang akan diberikan dalam suatu tema memerlukan kemampuan prasyarat yang belum pernah diajarkan, guru perlu mengajarkan kompetensi prasyarat terlebih dahulu.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 21:13:00

TAHAPAN DAN PRINSIP PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KURIKULUM 2013

Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu setiap hari dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan yaitu kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.

a. Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional, dan internasional; mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

TAHAPAN DAN PRINSIP PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KURIKULUM 2013

Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran untuk mendorong peserta didik menfokuskan dirinya agar mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sifat dari kegiatan pembukaan adalah kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema yang akan disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah bercerita, kegiatan fisik/jasmani sesuai dengan tema, bernyanyi, bernyanyi sambil menari mengikuti irama musik, dan menceritakan pengalaman.

b. Kegiatan inti

Kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam rangka pengembangan Sikap, maka seluruh aktivitas pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik untuk melakukan aktivitas melalui proses afeksi yang dimulai dari menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan.

Untuk kompetensi pengetahuan dilakukan melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Untuk kompetensi keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan subtopik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong peserta didik untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan.

Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).

Seluruh aktivitas pembelajaran dalam kegiatan inti meliputi kegiatan mengamati, menanya, pengumpulan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

c. Kegiatan Penutup

Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan dan melakukan refleksi dalam rangka evaluasi. Evaluasi yang dilakukan mengkhususkan pada seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh dan yang selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung; Kegiatan penutup juga dimaksudkan untuk memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok; dan menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.

Beberapa contoh kegiatan akhir/penutup yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan, pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik/bernyanyi.

Prinsip Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Terpadu

Pelaksanaan pembelajaran Tematik terpadu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Berpusat pada peserta didik

Pembelajaran tematik berpusat pada peserta didik (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator.

b. Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes. Guru dapat mengaitkan materi dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan keadaan lingkungan di mana sekolah dan peserta didik berada.

c. Pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik

Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

d. Menggunakan prinsip belajar yang menyenangkan

Suasana dalam pembelajaran diupayakan berlangsung secara menyenangkan. Menyenangkan bisa dibangun dengan berbagai kegiatan yang bisa mengakomodasi kegemaran peserta didik, misal bermain teka-teki, tebak kata, bernyanyi lagu anak-anak, menari atau kegiatan lain yang disepakati bersama dengan peserta didik. Menyenangkan tidak dimaksudkan banyak tertawa atau banyak bernyanyi. Menyenangkan lebih dimaksudkan ‘mengasyikan’.

e. Pembelajaran peserta didik aktif

Peserta didik terlibat baik fisik maupun mental dalam proses pembelajaran sejak perencanaan hingga evaluasi pembelajaran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 21:10:00