Cari Kategori

KONTROVERSI PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR

Perkawinan merupakan salah satu perbuatan hukum yang sudah melembaga dalam kehidupan masyarakat. Lembaga perkawinan merupakan faktor yang penting sebagai salah satu sendi kehidupan dan susunan masyarakat Indonesia, dan perkawinan itu sendiri merupakan masalah hukum, agama dan masyarakat.

Di dalam lingkungan peradaban barat maupun yang bukan barat, perkawinan merupakan persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita yang dikukuhkan secara formal dan berdasarkan aturan-aturan baik secara yuridis formal (undang-undang hukum positif) atau secara religius (aturan agama yang diyakini) yang dilakukan selama hidupnya sesuai dengan lembaga perkawinan. Oleh karena itu pelaksanaan perkawinan harus berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan baik oleh pemerintah maupun oleh agama (ajaran Islam). Pelaksanaan perkawinan yang berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah telah disepakati untuk dipatuhi, dan bagi yang melanggarnya akan mendapat sanksi. Aturan perundangan tentang perkawinan dikemas dalam peraturan; Kompilasi Hukum Islam (sumber hukum Islam yang menjadi Hukum Positif) dan Undang-Undang NO. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah NO. 9 Tahun 1989 Tentang Pelaksanaan dari Undang-Undang Perkawinan.

Menurut hukum agama pada umumnya perkawinan merupakan perbuatan yang suci yaitu suatu ikatan antara dua pihak dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan YME. agar kehidupan keluarga dan berkerabat berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Jadi perkawinan dilihat dari segi ajaran agama, membawa akibat hukum terhadap agama yang dianut kedua calon mempelai beserta keluarga kerabatnya. Hukum agama telah menetapkan kedudukan manusia dengan 'iman dan taqwanya, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Agama tidak membenarkan perkawinan yang berlangsung tidak berdasarkan ajaran agama.

Khusus hukum agama Islam yang dijadikan dasar hukum utama adalah al-Qur'an dan Hadith Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi kadang-kadang ada ayat-ayat al-Qur'an dan hadith Nabi yang tidak bisa dipahami secara langsung oleh manusia, oleh sebab itu bisa melalui jalan Ijtihad. Dari hasil Ijtihad para ulama itu terkumpul, sehingga menjadi suatu ilmu yang disebut Ilmu Fiqh. Sehingga Ilmufiqh dapat diartikan Ilmu yang menjelaskan tentang hukum-hukum shara' dengan dalil-dalil secara terperinci, atau disebut juga fiqh adalah mengetahui cabang-cabang hukum shar'i mengenai perbuatan yang dikeluarkan dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Ketentuan hukum dalam ilmu fiqh menjadi rujukan umat Islam khususnya dalam menerapkan suatu hukum. Di dalam ilmu fiqh telah banyak dijelaskan secara detil oleh para imam madhab, bahwa perkawinan dapat dilakukan apabila telah memenuhi sharat dan rukun perkawinan. Dari beberapa syarat perkawinan adalah calon mempelai harus baligh, ukuran baligh (dewasa) bagi orang laki-laki dan perempuan berbeda menurut ulama fiqh. Beberapa ulama telah berpendapat bahwa perempuan dikatakan baligh; apabila telah mengalami masa haid (menstruasi), sedangkan laki-laki dikatakan baligh apabila telah bermimpi basah (dukhul). Shari'at (al-Qur'an dan hadith) telah menetapkan sebuah aturan, bahwa dalam melaksanakan perkawinan harus ada syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh subyek hukum, karena ajaran Islam tidak mengajarkan adanya pergaulan laki-laki dan perempuan selain mahram secara bebas tanpa batas.

Selain al-Qur'an dan Hadith Nabi, kumpulan kitab-kitab fiqh senantiasa menjadi salah satu rujukan oleh manusia dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Oleh sebab itu dengan perkembangan zaman, muncullah beberapa pemikiran tentang pemberlakuan hukum Islam bagi umat Islam, hal ini berkembang bahwa hukum Islam menjadi hukum positif. Akhirnya dibuatlah rumusan hukum Islam dengan instruksi presiden RI NO. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang memuat tiga bidang yaitu bidang hukum Perkawinan, Hukum Waris, dan Hukum Wakaf. Dalam bidang Hukum Perkawinan Kompilasi Hukum Islam, menjelaskan tentang batasan usia di perbolehkan melakukan perkawinan apabila mempelai laki-laki telah berusia 19 tahun sedangkan mempelai perempuan telah berusia 16 tahun.

Kompilasi Hukum Islam merupakan rujukan yang dipakai oleh hakim di lingkungan pengadilan agama di Indonesia. Disebut juga bahwa Kompilasi Hukum Islam merupakan rangkuman dari ilmu fiqh, maksudnya bahwa Kompilasi Hukum Islam dirumuskan dari beberapa kitab-kitab fiqh yang telah ditulis oleh ulama terdahulu yang di ambil dari beberapa dalil-dalil shara' secara terperinci. Namun pada bidang perkawinan terdapat ketentuan yang sangat berbeda mengenai batas usia bolehnya melakukan perkawinan, antara calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan. Ketentuan dalam ilmu fiqh jelas berdasarkan al-Qur'an dan hadith-hadith Nabi Muhammad yang telah ditafsiri oleh ulamafiqh. Secara historis, ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam, diambil dari beberapa kitab fiqh. Dan dari kedua ketentuan baik ilmu fiqh maupun Kompilasi Hukum Islam sama-sama menjadi rujukan umat Islam terutama hakim di lingkungan Pengadilan Agama.

Adanya perbedaan yang sangat kuat tentang batasan usia sebagai syarat menikah dari ilmu fiqh dan Kompilasi Hukum Islam ini, menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat (baik formal maupun non formal). Bagi yang tidak memenuhi kriteria usia yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam dianggap melanggar hukum dan disebut Perkawinan di Bawah umur. Sedangkan masyarakat masih menyakini bahwa shariat Islam tidak melarangnya dengan berpedoman pendapat para imam madhab.

Lebih menarik pendapat yang kontroversi di kalangan masharakat, baru-baru ini terjadi sebuah pernikahan seorang yang bernama Pujiono Cahyo Widianto dipanggil shekh puji dengan seorang gadis di bawah umur yang tempatnya di kota Semarang. Pernikahan di bawah umur yang dilakukan oleh Shekh Puji ini, mengundang perhatian banyak orang dan Organisasi Masharakat (ORMAS) untuk ikut berkomentar. Bagi mereka berpendapat tidak ada masalah menikahi perempuan dibawah umur. Dengan alasan bahwa dalam ajaran Islam tidak ada batasan usia (usia minimal) sebagai sharat bolehnya menikah, akan tetapi ajaran Islam hanya menjelaskan bahwa calon mempelai laki-laki dan perempuan harus baligh. Mereka membuktikan dengan Hadith yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad menikahi Siti 'Aishah pada waktu usia 9 tahun. Dalam hal ini yang ditanyakan bagaimana peran Kompilasi Hukum Islam sebagai Undang-Undang Hukum Islam yang dijadikan pedoman oleh hakim Pengadilan Agama. Perdebatan ini terus berkembang, sebagaimana pelaksanaan perkawinan di bawah umur sebenarnya juga masih banyak dilakukan oleh masyarakat. Persoalan ini berkembang bukan hanya di lingkungan akademisi saja, melainkan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga formal (KOMNAS Perlindungan Anak dan HAM), juga ikut berpartisipasi menyumbangkan aspirasinya bahwa Pernikahan di bawah umur melanggar Undang-Undang. Ternyata benar-benar ada perbedaan antara KHI dengan ketentuan yang terdapat dalam teori fiqh.

KH Husein Muhammad berpendapat; pandangan fiqh berbeda-beda mengenai usia minimal menikah, kita di Indonesia mengadopsi pandangan Hanafi. Masih terdapat dualisme hukum fiqh di beberapa kalangan ilmuan di Indonesia sebagian masih mengadopsi fiqh lama dan menekankan pada teks, sebagian yang lain menerapkan fiqh secara kontekstual. Seto Mulyadi berpendapat Perkawinan di bawah umur walaupun mungkin menurut shariat Islam itu benar, tetapi menurut hukum positif di Indonesia hal itu tidak bisa di benarkan. Karena bertentangan dengan undang-undang perkawinan dan juga undang-undang perlindungan anak. Di Mesir sebagai negara yang berdasarkan shariat Islam, pencatat penikahan diberi instruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri di bawah 16 tahun. Kemudian tahun 1931, sidang dalam organisasi hukum dan shari'ah menetapkan untuk tidak merespons pernikahan bagi pasangan dengan umur di atas.

Pendapat kontroversi ini berkembang terus sampai pada pembahasan adanya beberapa pendapat bahwa sebenarnya Nabi menikahi Siti 'Aishah bukan pada usia 9 tahun. Pendapat yang lain menjelaskan bahwa Nabi menikahi 'Aishah pada usia 9 tahun, akan tetapi belum diajak kumpul satu rumah dengan Nabi melainkan masih bersama Abu Bakar (orang tua 'Aishah). Beberapa pendapat perkawinan di bawah umur, ditemukan beberapa pendapat dengan dikuatkan adanya analisa hadith tentang perkawinan Nabi dengan A'ishah, dapat dipahami bahwa sebenarnya usia 'Aishah saat itu bukan 9 tahun melainkan 19 tahun. Dalam hal ini, bagaimana pendapat ulama madhab fiqh tentang batas usia di perbolehkannya menikah, dan apa dasar ketentuan baligh atau mumayiz bagi seseorang. Oleh sebab itu perlu adanya kajian lanjutan yang menemukan sebuah formulasi hukum, sebagai dasar rujukan masyarakat khususnya umat Islam.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:25:00

HUBUNGAN PERSEPSI GURU TERHADAP SUPERVISI KLINIS DAN BANTUAN SUPERVISOR DENGAN KINERJA GURU

Pembentukan kepribadian manusia Indonesia seutuhnya, diperlukan proses pendidikan yang merupakan proses untuk meningkatkan harkat serta martabat bangsa. Karena melalui usaha pendidikan ini diharapkan dapat mengarahkan perkembangan anak di dalam pembentukan suatu pribadi yang mandiri.

Tujuan pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, Tujuan pendidikan ini bisa menyangkut kepentingan peserta didik sendiri, kepentingan masyarakat dan tuntutan lapangan pekerjaan atau ketiga-tiganya peserta didik, masyarakat dan pekerjaan sekaligus. Proses pendidikan terarah pada peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan pengembangan diri peserta didik. Pengembangan diri ini dibutuhkan, untuk menghadapi tugas-tugas dalam kehidupannya sebagai pribadi, sebagai siswa, karyawan, profesional maupun sebagai warga masyarakat (Sukmadinata, 2004: 4).

Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.

Dalam perilaku guru dituntut lebih profesional, sikap profesional guru dapat terlihat dari bagaimana guru dapat memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesinya. Guru yang profesional cenderung menghargai peraturan-peraturan yang ada, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja, pimpinan dan pekerjaannya. Sikap profesional tersebut dapat terbentuk melalui peningkatan ketrampilan dan sikap inovatif guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Dengan peningkatan ketrampilan, seorang guru dapat melaksanakan tugas dengan baik dan lebih profesional, demikian halnya dengan sikap inovatif guru dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang ada, sehingga guru lebih dapat diterima di tengah-tengah masyarakat dan peserta didik.

Dalam mewujudkan tujuan pendidikan, SMA Negeri di Kabupaten X mencanangkan visi terwujudnya sekolah yang unggul dibidang IMTAQ dan IPTEK, dan misi: (a) Melaksanakan pembelajaran secara aktif dan koordinatif sehingga setiap siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, (b) Menumbuhkembangkan semangat keunggulan secara intensif dan koordinatif kepada seluruh warga sekolah, (c) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenal potensi dirinya, sehingga dapat berkembang secara optimal, (d) Meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tutuntan masyarakat dan perkembangan IPTEK, (e) Meningkatkan prestasi dalam bidang ekstrakurikuler sesuai dengan potensi yang dimiliki, (f) Menyelenggarakan program pendidikan yang senantiasa berakar pada sistem nilai, adat istiadat, agama dan budaya masyarakat dengan tetap mengikuti perkembangan dunia luar, (g) Meningkatkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut serta budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.

Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah SMA Negeri Kabupaten X berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Tindakan kepala sekolah dilakukan dalam rangka untuk mendorong kinerja guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

Guru merupakan panutan bagi peserta didik, untuk itu disiplin kerja guru merupakan hal yang sangat ditekankan di SMA Negeri Kabupaten X Disiplin merupakan sikap perilaku guru yang menunjukkan ketaatan pada aturan yang berlaku baik waktu maupun peraturan sehingga dalam pelaksanaan tugas dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Jadi disiplin merupakan sikap seseorang dalam melaksanakan tugas yaitu mentaati semua yang harus ditaati dan juga mentaati semua larangan yang tidak boleh dilanggar, hal ini sangat diperlukan demi tercapainya tujuan itu sendiri.

Meskipun sulit dibuktikan kenyataan yang sering dijumpai masih ada guru yang dalam melaksanakan tugasnya kurang atau bahkan tidak memperlihatkan kinerja yang baik, yaitu tidak membuat perencanaan pembelajaran, pelaksanaannya tidak mencapai target yang direncanakan bahkan masih ada guru yang kurang disiplin dalam kehadirannya dikelas.

Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi. Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan yang hendak dicapai (Ilyas, 1999: 55).

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam pelaksanaan tugasnya guru dituntut untuk memiliki kinerja yang tinggi. Kinerja guru merupakan serangkaian hasil dari proses dalam melaksanakan pekerjaannya yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Hal tersebut sesuai dengan Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Guru No. 14 Tahun 2005 pasal 4 yang menyebutkan bahwa "guru berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional".

Terkait dengan otonomi pendidikan, dalam upaya peningkatan kinerja guru diperlukan adanya menajemen berbasis sekolah (MBS). MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Dengan telah ditetapkannya visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan SMA Negeri Kabupaten X tahun pelajaran XXXX/XXXX maka sekolah telah mengambil kebijakan untuk memprioritaskan peningkatan kinerja guru. Dalam upaya peningkatan kinerja guru SMA Negeri Kabupaten X diperlukan adanya kepemimpinan kepala sekolah yang bijaksana, yang memiliki kemampuan sebagai subervisor, memberikan bantuan supervisor, dan memiliki kemampuan melaksanakan supervisi dengan baik. Berbagai upaya dalam meningkatkan kinerja guru telah dilakukan oleh kepala sekolah, namun masih terdapat berbagai kendala antara lain: (1) masih adanya guru yang kurang disiplin dalam melaksanakan tugas; (2) kepemimpinan kepala sekolah masih dirasa kurang komunikatif bagi sebagian guru; (3) masih adanya guru yang kurang bersemangat dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:24:00

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SPIRITUAL QUOTIENT

Lembaga pendidikan yang merupakan institusi yang melakukan proses pendidikan harus memenuhi kebutuhan anak didik, masyarakat, dan bangsa. Anak didik sebagai obyek sekaligus subyek dalam proses pendidikan maka hasil yang diinginkan menurut undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Si stem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Konsep manusia dalam dunia pendidikan dilihat sebagai makhluk yang lengkap terdiri dari unsur jasmani-ruhani, jiwa-akal, nafs-qolb. Bagi seorang guru mendidik merupakan perkerjaan yang kompleks dan dimensional sifatnya, sehingga seorang guru perlu memiliki prinsip-prinsip, perencanaan, dan menguasai berbagai teknik dalam melaksanakan proses pendidikan. Ramayulis mengatakan bahwa prinsip pendidikan merupakan kebenaran yang sifatnya universal yang dijadikan dasar dalam perumusan perangkat pendidikan. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan membutuhkan prinsip-rpinsip yang bisa

dijadikan landasan dalam menjalankannya. Prinsip-prinsip pendidikan yang harus di miliki guru menurut Abdul Majid yaitu (1) Rumusan kompetensi yang harus dicapai harus jelas dan kongkrit.(2) Persiapan dibuat secara sederhana dan fleksibel. (3) Kegiatan yang disusun dan di kembangkan sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. (4) Persiapan dikembangkan secara utuh dan menyelumh serta jelas pencapaiannya. (5) Ada koordinasi diantara komponen-komponen pelaksana program sekolah.

Pendidikan adalah salah satu unsur dari aspek budaya yang diproduk oleh masyarakat yang mempunyai peran sangat strategis dalam pembinaan suatu keluarga, masyarakat, dan bangsa. Peran yang sangat strategis ini sebenarnya pada intinya mempakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia secara sadar, sistematis, terarah, dan terpadu untuk memanusiakan peserta didik dalam membentuk mereka sebagai kholifah di muka bumi ini.

Bagi anak didik, pendidikan yang dilaksanakan berfungsi untuk menjaga keutuhan unsur-unsur individual dan mengoptimalkannya selaras dengan apa yang telah digariskan Allah. Kemudian dalam pelaksanaannya seorang guru harus mempunyai strategi. Menumt Atwi Suparman bahwa strategi mempakan cara yang sistematis dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada anak didik untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.

Strategi pelaksanaan pendidikan menumt Muhaimin yang mengutip pendapat Noeng Muhajir membagi strategi pendidikan nilai-nilai (sikap, jiwa, dan cita rasa beragama islam) kedalam lima macam. (1) Strategi indoktrinasi atau memberitahukan kepada anak nilai mana yang baik dan nilai mana yang buruk. (2) Strategi bebas. Maksudnya adalah membiarkan anak untuk memilih sendiri nilai mana yang akan dianut atau diyakini. (3) Strategi keteladanan. Pendidik dan tenaga kependidikan menampilkan prilaku yang sesuai dengan nilai etika-religius yang dianutnya. (4) Strategi klarifikasi. Yaitu pendidik membantu anak untuk memilih nilai etik-religius yang diyakininya, bukan hanya sekedar memberitahukan. (5) Strategi transinternalisasi. Yaitu anak diajak untuk mengenal nilai etik-religius dan dihayatinya sehingga menjadi miliknya melalui proses transinternali sasi.

Disamping itu dalam taksonomi Blom bahwa hasil pendidikan yang berupa perubahan tingkah laku di klasifikasikan dalam 3 domain yaitu :
1. Kognitif yang meliputi kemampuan mengetahui, memahami, mengetrapkan, menganalisa, dan mensintesis.
2. Afektif, yang meliputi menerima, menanggapi, menghargai, membentuk, dan berpribadi.
3. Psikomotorik yaitu tentang kegiatan otot dan fisik.

Spiritual Quotient (SQ) merupakan ilmu psikologi terkini yang di populerkan Danah Zohar dan Ian Marshall, konsep spiritual quotient menurut mereka merupakan kecakapan internal, bawaan dari otak dan psikis manusia, ini menggambarkan sumber yang paling dalam dari hati semesta itu sendiri, maka dengan demikian spiritual quotient merupakan kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh. Danah Zohar mengatakan SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai. SQ adalah kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.

Kemudian secara psikologi bahwa dalam diri manusia terdapat 3 macam kecerdasan: (1) IQ, yaitu kecerdasan yang memungkinkan bagi manusia untuk berfikir rasional, logis dan taat asas. (2) EQ, kecerdasan yang bisa kita berfikir asosiatif yang terbentuk oleh kebiasaan, dan kemampuan mengenali pola-pola emosi. (3) SQ, yaitu kecerdasan yang memungkinkan kita berfikir kreatif, berwawasan jauh, membuat dan bahkan mengubah aturan. Tiga kecerdasan ini merupakan milik manusia yang bisa dikembangkan secara maksimal baik langsung maupun tidak langsung.

Kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh MTs. X atau para guru harus bisa menyentuh ketiga kecerdasan diatas, baik di kelas ataupun di luar kelas, seperti kegiatan belajar mengajar di kelas, latihan ataupun praktek yang bisa menjadi pengalaman bagi anak didik. Kecerdasan manusia ini juga bisa dipengaruhi oleh pengalaman sehari-hari yang menyangkut kesehatan fisik dan mental, porsi latihan yang diterima oleh anak didik dan juga ragam hubungan yang dijalin, dan berbagai faktor lainnya dapat mempengaruhi jiwa seorang anak didik.

Iman Supriyono memberikan langkah-langkah dalam proses penbelajaran anak dengan istilah lima dalam satu.
a. Memahami. Bahwa belajar itu dimulai dengan cara memahami sebab dengan memahami ini maka kita akan mengerti apa yang sedang dia pelajari.
b. Mengerjakan. Setelah memahami maka dia harus berusaha untuk mengerjakan terhadap apa yang dia pahami itu.
c. Mengulang-ulang. Suatu ilmu yang dimiliki itu tidak cukup hanya dengan sekedar mempraktekkan akan tetapi perlu pengulangan secara terus menerus.
d. Membiasakan. Setelah melakukan secara berulang-ulang maka akan timbul kebiasaan. Membiasakan terhadap sesuatu ilmu itu merupakan suatu keharusan sehingga melekat pada diri mereka.
e. Menuai hasil. Setelah kita membiasakan maka menuai hasil dari kebiasaan itu.

Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan rohani yang menuntun diri kita dan memungkinkan kita menjadi utuh. Kecerdasan spiritual berada pada bagian yang paling dalam dari diri kita, terkait dengan kebijaksanaan yang berada diatas ego. Kecerdasan spiritual bukan saja mengetahui nilai-nilai yang ada tetapi juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. Konsep spiritual quotient walaupun bukan konsep agama tetapi bagaimanapun juga konsep ini tetap ada kaitannya dengan konsep agama.
Berkaitan dengan kecerdasan spiritual ini, Islam merupakan agama yang pandangan dunia tauhidnya sangat prihatin justru kepada kecerdasan ini. Sebab, menurut pandangan dunia tauhid Islam, manifestasi dari keseluruhan kecerdasan itu akan tidak bermakna justru ketika tidak berbasiskan spiritualitas. Dengan demikian kecerdasan spiritual menjadi sentra kepedulian pendidikan islam. Sehingga, adalah sangat wajar apabila persoalan kecerdasan dan keterampilan spiritual mendapatkan perhatian yang sangat khusus dari para ahli ruhani Islam, terutama kaum 'urafa atau sufi. Pada tingkat metodologi praktis, perhatian terhadap persoalan ini telah melahirkan banyak aliran Tariqah di dunia tasawuf. Sedangkan pada tingkat pemikiran sufistik dan teosofik, telah dikembangkan sampai ke tingkat teori perjalanan ruhani.

Sebagai pendidik (para guru), dalam mewujudkan diri sebagai pendidik yang profesional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, dan menantang atau problematis sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaingan di pentas dunia global.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:22:00

IMPLEMENTASI PROGRAM RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

Pemerintah telah mempercepat pencanangan Milenium Development Goals, yang dicanangkan pada tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015. Millenium development goals adalah era pasar bebas atau era globalisasi sebagai era persaingan mutu atau kualitas, siapa yang bermutu dan ber kualitas dialah yang maju dan mampu mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu pembangunan SDM suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat membanggakan namun warganegaranya belum mempunyai kemampuan berfikir (thingking skill) yang memadai, sehingga tetap menjadi negara yang terperangkap dalam lingkaran kemiskinan, keterbelakangan, ketidak adilan, terlebih dalam kualitas pendidikan yang masih jauh dibawah Negara tetangga seperti Malaysia.

Percepatan arus informasi dalam era globalisasi menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi tujuan dan strategi agar sesuai dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan sistem makro, maupun mikro demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional atau global.

Era globalisasi memaksa kita harus dengan cepat melakukan reevaluasi dan revolusi di bidang pendidikan agar tidak terjadi ketinggalan pendidikan yang sangat jauh dengan negara-negara lain yang pada akhirnya akan berdampak pada lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan untuk mampu bersaing. Perkembangan untuk mampu bersaing dengan negara-negara maju khususnya dunia pendidikan, maka pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi tantangan globalisai. Penyelenggaraan pendidikan yang sementara ini berorientasi nasional dituntut mengikuti perubahan zaman dalam dunia pendidikan global.

Sejalan dengan yang diamanatkan UUSPN nomor 20/2003 pasal 50 ayat 3, pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu-satuan pendidikan dan semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Hal ini lebih dijabarkan dalam buku Pedoman Penjamin Mutu Sekolah Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (Mendiknas 27 Juni 2007).

Pengertian Sekolah Bertaraf Internasional adalah sekolah yang memenuhi seluruh standar nasional pendidikan serta mempunyai keunggulan yang merujuk pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

Indikator daya saing di forum internasional dalam bidang pendidikan khususnya yaitu kemampuan dan daya saing lulusan di forum internasional sebagaimana dijelaskan UUSPN pada ayat (1) yaitu ditunjukan dengan:

1. diterima pada satuan pendidikan bertaraf internasional di dalam negeri atau satuan pendidikan di luar negeri yang terakreditasi atau yang diakui oleh negaranya.
2. lulus sertifikasi internasional yang dikeluarkan oleh negara lain yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
3. diterima bekerja pada lembaga internasional atau negara lain, dan atau
4. mampu berperan aktif dan berkomunikasi langsung di forum internasional.

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA Negeri X yaitu Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI) pada awal tahun 2004-2005. Rintisan ini didasari oleh surat Dirjen Dikdasmen Nomor 13 54/C4/LL/2004 tentang penyusunan School Development Investment Plan (SDIP) yang menginstruksikan untuk membuka SBI.

Pelaksanaan Program Sekolah Nasional Bertaraf Internasional di SMA Negeri X pada tahun 2004-2005 sebagai awal uji coba sehingga baru menerima dua rombongan belajar dengan siswa setiap kelas hanya 28 siswa didik, kemudian pada tahun pelajaran 2008-2009 SMA Negeri X telah menerapkan untuk semua siswa didik baru kelas X adalah RSBI. Tahapan proses seleksi siswa didik baru yaitu pendaftaran, pelaksanaan tes tertulis, psikotes dan wawancara.

Menurut Dirjen Dikdasmen (2006:10) penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internacional (SBI) dilatarbelakangi oleh :

1. Era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan beaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk dan meningkatkan mutu produk.

Keunggulan manajemen akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. SDM merupakan kunci daya saing karena SDM-lah yang akan menentukan siapa yang mampu menjaga kelangsungan hidup, perkembangan dan kemenangan dalam persaingan.

2. Rintisan penyelenggaraan SBI memiliki dasar hukum yang kuat yaitu pasal 30 ayat 3 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasoinal yang menyebutkan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

Kemudian pada pasal 50 ayat 7 UUAPN 20/2003 manyatakan bahwa ketentuan tentang sekolah bertaraf internasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP). Mengingat sampai saat ini PP yang dimaksud belum dibuat, sementara itu tuntutan penyelenggaraan SBI sudah merupakan keniscayaan, maka pemikiran-pemikiran tentang perintisan penyelenggaraan SBI saat ini sangat terbuka masukan setelah PP SBI nanti dibuat. Akan tetapi jika SBI dengan standar sementara dibuat cukup tinggi maka perubahannya diperkirakan hanya sedikit setelah PP SBI dirumuskan dan diberlakukan. Meskipun secara formal

belum ada PP-nya, saat ini sejumlah sekolah telah melakukan rintisan ke arah SBI. Prakarsa ini perlu diarahkan, dibimbing, dan didorong agar berkembang menjadi sekolah yang benar-benar bertaraf internasional meskipun tetap berjati diri Indonesia.

3. Penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi ekstensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan (kreatif, minat, dan eksperimentif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia harus memperhatikan perbedaan kecerdasan, kecakapan, bakat, dan minat peserta didik. Jadi, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan potensi intelektual, emosional, dan spiritualnya. Para peserta didik merupakan aset bangsa yang sangat berharga dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, secara potensial mampu merespon tantangan globalisasi. Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.

Dalam mengaktualisasikan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai sistem penilaiannya. Pasalnya, pembelajaran tidaklah sekedar memperkenalkan nilai-nilai (Learning to know). Tetapi juga harus bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong menerapkan nilai-nilai tersebut (Learning to do) yang diharapkan secara kolaboratif (Learning to live together) dan menjadikan peserta didik percaya diri dan menghargai dirinya (Learning to be).

Undang-Undang Pendidikan No. 20 Tahun 2003 telah menggariskan secara tegas memanfaatkan perkembangan globalisasi agar mampu membawa kemajuan di bidang pendidikan yang berkualitas internasional. Dengan tingginya tingkat persaingan yang ada, maka sekarang ini tidak lagi hanya mengandalkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga harus meningkatkan keunggulan kompetitif yang tercipta dari keunggulan SDM untuk lebih mampu bersaing memperebutkan berbagai peluang dan kesempatan. Pada dasarnya peningkatan kualitas SDM sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ada di suatu negara, karena antara kualitas SDM dan kualitas pendidikan memiliki korelasi positif. Undang-Undang pendidikan juga mengamanatkan secara langsung tentang keberadaan

sekolah-sekolah bertaraf internasional di setiap jenjang pendidikan dalam suatu daerah otonom, yang berarti setiap daerah otonom berkewajiban menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional minimal satu di setiap jenjang pendidikan agar dapat menyumbangkan SDM yang berkualitas internasional.

Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari anggota organisasi perdagangan bebas dunia atau WTC (World Trade Organization) juga telah menandatangani kesepakatan tentang liberalisasi sektor jasa pendidikan, dimana setiap negara anggota WTO berkewajiban melakukan request maupun offer. Pengertian request adalah meminta negara anggota WTO membuka pasarnya di bidang jasa pendidikan agar dapat dimasuki oleh lembaga pendidikan formal maupun non formal dari negara lain. Sedangkan offer adalah setiap negara anggota WTO dapat mengajukan penawaran untuk memasuki jasa perdagangan sektor pendidikan di negara lain. Kondisi ini akan menumbuhkan persaingan yang sangat ketat dalam dunia pendidikan, sehingga hanya lembaga pendidikan yang berkualitas sajalah yang akan mampu bertahan dan bersaing. Oleh karenanya perlu ditumbuhkembangkan semangat dan kesadaran setiap pengelola pendidikan baik formal maupun non formal untuk meningkatkan dan mengembangkan dirinya agar dapat sejajar dengan lembaga pendidikan asing yang akan memasuki seluruh wilayah Indonesia.

Mensikapi perkembangan dunia pendidikan yang sedemikian itulah maka Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah membuat suatu inovasi di bidang pendidikan untuk menjawab tantangan internasionalisasi pendidikan dengan menyelenggarakan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.

Sekolah Bertaraf Internasional selain berbahasa pengantar bahasa Inggris buku yang dipergunakan selain mengacu pada kurikulum nasional juga dikembangkan menuju kurikulum internasional yang dipakai di banyak negara yang telah terakreditasi internasional. Keberadaan Sekolah Bertaraf Internasional diharapkan bisa menjadi jawaban bagi permasalahan untuk meningkatkan daya saing di dunia internasional, karena selama ini kendala utama bagi SDM kita adalah lemahnya penguasaan bahasa Inggris.

Sebagai suatu hal yang baru, keberadaan Sekolah Bertaraf Internasional tentunya menghadapi banyak kendala, baik yang bersifat internal seperti kemampuan sekolah, guru, siswa maupun kurikulumnya juga masalah lain yang berhubungan dengan stakeholder. Berangkat dari pemikiran tersebut maka sangatlah menarik untuk diteliti dan dikaji lebih mendalam mulai dari tahap persiapan, penyiapan sarana prasarana, kurikulum, SDM guru, staf administrasi, manajemen pengelolaan, kerjasama dengan komite dan orangtua siswa, input siswa, sampai dengan implementasi atau penyelenggaraan program rintisan SBI di SMA Negeri X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:21:00

PENGARUH BUDAYA PERUSAHAAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PT. HONDA

PENGARUH BUDAYA PERUSAHAAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PT. HONDA

A. Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan selalu berusaha meningkatkan produktivitas karyawannya agar dapat bertahan, berkembang serta memiliki kepercayaan yang tinggi dari pihak luar perusahaan. Demi meningkatkan produktivitas karyawan, maka sering dilakukan pembenahan dan peningkatan sumber daya manusia dari karyawan.

Di era globalisasi dan perekonomian dunia yang pro pasar bebas (free market) dewasa ini, mulai tampak semakin jelas bahwa peranan non-human capital di dalam sistem perekonomian cenderung semakin berkurang. Para stakeholder yang bekerja di dalam sistem perekonomian semakin yakin bahwa modal tidak hanya berwujud alat-alat produksi seperti tanah, pabrik, alat-alat, dan mesin-mesin, akan tetapi juga berupa human capital. Sistem perekonomian dewasa ini mulai didominasi oleh peranan human capital, yaitu 'pengetahuan' dan 'ketrampilan' manusia.

Namun seringkali kegiatan peningkatan sumber daya manusia dari karyawan tidak mencapai hal yang diharapkan yaitu tercapainya tujuan dari organisasi perusahaan tersebut seperti peningkatan produktivitas kerja karyawan. Meskipun telah memiliki sumber daya yang berkualitas, karyawan belum tentu dapat memberikan hasil kerja yang baik bagi organisasi perusahaan apabila mereka masih berada dalam belenggu budaya kerja yang kurang mendukung dan tidak kondusif. Karyawan akan larut dalam budaya organisasi perusahaan yang tidak mendukung terhadap tujuan organisasi perusahaan yaitu melenceng dari nilai-nilai organisasi perusahaan.

Produktivitas karyawan ditentukan oleh keberhasilan budaya organisasi perusahaan (corporate culture) yang dimilikinya. Keberhasilan mengelola organisasi tidak lagi hanya ditentukan oleh keberhasilan prinsip-prinsip manajemen seperti planning, organizing, leading, controlling; akan tetapi ada faktor lain yang lebih menentukan keberhasilan peusahaan mencapai tujuannya. Faktor tersebut adalah budaya organisasi perusahaan (corporate culture). Budaya organisasi perusahaan dapat membantu penerapan manajemen dengan baik.

Budaya perusahaan secara realistis mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Kesadaran pemimpin perusahaan ataupun karyawan terhadap pengaruh budaya organisasi perusahaan dapat memberikan semangat yang kuat untuk mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan budaya organisasi perusahaan tersebut yang merupakan daya dorong yang kuat untuk kemajuan organisasi perusahaan. Budaya organisasi perusahaan (corporate culture) yang kuat akan menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab yang besar dalam diri karyawan sehingga mampu memotivasi untuk menampilkan kinerja yang paling memuaskan, mencapai tujuan yang lebih baik, dan pada gilirannya akan memotivasi seluruh anggotanya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

Budaya perusahaan (corporate culture) telah dikenal di Amerika Serikat dan Eropa di era tahun 1970-an. Salah satu tokoh yang memperkenalkan budaya organisasi perusahaan adalah Edward H. Schein. Beliau adalah professor dibidang manajemen dari Sloan School of Management dan juga sebagai ketua kelompok studi organisasi di lembaga manajemen tersebut sejak tahun 1972-1981 serta konsultan budaya organisasi pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa. Salah satu tulisan beliau adalah Organizational culture and leadership. Di dalam buku ini, dijelaskan tentang prinsip dasar budaya organisasi perusahaan dan bagaimana seorang pemimpin menciptakan budaya organisasi perusahaan, yang diikuti oleh personil dan kelompok yang ada dalam perusahaan tersebut guna memajukan organisasi/perusahaannya.

Di Indonesia, budaya organisasi mulai diperkenalkan di era 1990-an, ketika itu banyak dibicarakan perihal konflik budaya, bagaimana mempertahankan budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru. Seiring dengan hal itu, budaya organisasi kemudian dimasukkan dalam kurikulum berbagai program pendidikan, pelatihan, bimbingan, dan penyuluhan, baik di lingkungan perguruan tinggi dan instansi pemerintah maupun di berbagai perusahaan swasta besar di Indonesia.

Misi dan filosofi perusahaan merupakan elemen kunci untuk membentuk dan menimbulkan budaya perusahaan. Misi perusahaan merupakan penjabaran dari filosofi perusahaan yang biasanya ditetapkan oleh pendiri perusahaan. Misi perusahaan mencakup maksud, tujuan, dan ruang lingkup kegiatan usaha suatu perusahaan, dan merupakan landasan dasar perusahaan yang tercantum dalam anggaran dasar pendirian perusahaan. Filosofi perusahaan, apabila disadari dan dihayati oleh seluruh sumber daya manusia (SDM) dalam perusahaan, akan memberi semangat dan kekuatan yang memberdayakan sumber daya manusia (SDM) untuk mewujudkan misi perusahaan melalui kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, filosofi perusahaan perlu ditegaskan agar seluruh sumber daya manusia (SDM) dalam perusahaan menghayati dan menjiwai dan menjadi acuan dalam segala tindak dan perilaku dalam operasi perusahaan.

Banyak orang berpendapat tentang mobil merek Honda yaitu : terkenal dengan mobil sedannya. Honda pantas disebut sedan paling bagus di Indonesia. Honda terkenal dengan keiritannya akan pemakaian BBM, stabil bila dikendarai, harga jual yang tinggi, bertenaga, sporty, perawatan lebih murah, banyak main di rpm (revolution per minute) tinggi.

Sebelum kita melihat lebih dalam ke PT. X maka kita perlu mengetahui visi dan misi dari perusahaan tersebut. Adapun visi dan misi dari PT. X adalah : Visi : "Menjadikan Honda X Sebagai Dealer Honda Terbaik dari segi Sales, After Sales Service; Customer Satisfaction."
Misi :
1. Melebihi Pencapaian Target Penjualan dari HPM (Honda Prospect Motor) maupun Perusahaan.
2. Membentuk Team Marketing yang Produktif dan Berkualitas.
3. Memberikan Pelayanan yang Optimal kepada Konsumen.
4. Mencapai Market Share sesuai dengan Harapan dari HPM (Honda Prospect Motor).
5. Mencapai Kinerja dan Performance sesuai dengan Harapan dari Pemilik.
Untuk menjalankan visi dan misi tersebut, para anggota perusahaan harus menumbuhkan budaya kerja perusahaan yang memungkinkan visi dan misi perusahaan tersebut dicapai.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : "PENGARUH BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PT. HONDA X"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian yang melatarbelakangi masalah di atas, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut : "Seberapa besar pengaruh budaya perusahaan (corporate culture) terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Honda X"

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini :
1. Untuk mengetahui bagaimana Budaya Perusahaan (Corporate Culture) pada PT. Honda X.
2. Untuk mengetahui tingkat produktivitas kerja karyawan pada PT. Honda X.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh budaya perusahaan terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Honda X.

D. Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini, maka diharapkan akan memberikan manfaat antara lain :
1. Bagi penulis berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir dalam menganalisa setiap gejala dan permasalahan yang dihadapi di lapangan.
2. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan atau informasi tentang budaya perusahaan yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan pada PT. Honda X.
3. Bagi FISIP, dapat memperkaya bahan referensi penelitian di bidang Ilmu-Ilmu Sosial pada umumnya dan Ilmu Administrasi Negara pada khususnya.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi operasional, dan sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi data, karakteristik objek penelitian yang relevan dengan topik penelitian.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis.
BAB V ANALISIS DATA
Bab ini memuat analisa data pada Bab IV untuk selanjutna memberikan interpretasinya.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:20:00

PENGARUH PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN

PENGARUH PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN

1.1 Latar Belakang
Masalah sumber daya manusia saat ini masih tetap menjadi pusat perhatian dan tumpuhan bagi suatu organisasi atau perusahaan untuk dapat bertahan di era globalisasi yang diiringi dengan tingkat persaingan yang semakin ketat. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Salah satu pelaksanaan manajemen sumber daya manusia yaitu adanya sistem penilaian terhadap kinerja yang disebut dengan penilaian kinerja. Penilaian tersebut adalah suatu proses penilaian yang sistematis yang terarah dan terpadu dalam menilai keseluruhan unsur-unsur yang dimiliki oleh karyawan sebagai pekerja yang produktif. Penilaian ini bertujuan untuk menilai secara menyeluruh terhadap pelaksanaan pekerjaan serta perilaku kerja karyawan yang berada dalam organisasi untuk memastikan bahwa semua pekerjaan yang telah dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya dan apabila terjadi suatu kesalahan atau penyimpangan maka pekerjaan tersebut dapat segera diperbaiki dan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan.

Arti pentingnya penilaian kinerja dapat dilihat dengan jelas yaitu bahwa penialian kinerja tidak sekedar menilai yaitu mencari aspek dari pegawai atau karyawan tentang yang kurang atau lebih, tetapi lebih luas lagi yaitu membantu pegawai atau karyawan untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh organisasi dan berorientasi pada pengembangan pegawai atau karyawan. Untuk itu beberapa kegiatan yang merupakan bagian integral dengan penilaian kinerja harus dilakukan seperti penetapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat kemudahan yang sedang dan berbatas waktu (Hariandja : 2002 : 197). Selanjutnya sasaran atau standar yang jelas sangat diperlukan untuk memudahkan karyawan dalam mencapai kinerja yang telah ditetapkan dan akan memudahkan kegiatan penilaian kinerja.

Faktor penilaian obyektif memfokuskan pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya dapat diukur,misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor subyektif cenderung berupa opini seperti menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian diri dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif seperti pendapat dinilai dengan meyakinkan bila didukung oleh kejadian-kejadian yang terdokumentasi. Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas maka dalam penilaian kinerja harus benar-benar obyektif yaitu dengan mengukur kinerja karyawan yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Dengan Penilaian kinerja yang obyektif akan memberikan feed back yang tepat, dan melalui feedback yang tepat diharapkan terjadi pembahan perilaku kearah peningkatan produktivitas kerja yang diharapkan (Hariandja : 2002 : 198).

Call Center PT. Telkomsel X yang dinamakan Caroline (Customer Care On-Line) mempakan organisasi yang dibentuk untuk melayani pelangggan temtama dalam memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam memperoleh informasi, konsultasi, kebutuhan dan permasalahan pelanggan setiap saat, kapanpun dan di manapun yang dapat diakses melalui telepon selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Dalam pelaksanaan layanan tersebut, PT. Telkomsel selalu berupaya untuk menjaga kualitas pelayanan petugas Caroline agar pelanggan selalu mendapatkan informasi yang tepat dan sikap layanan yang memuaskan. Untuk mencapai upaya tersebut maka petugas Caroline telah dibekali dengan standar kinerja yang jelas dan dilakukan pelaksanaan penilaian kinerja secara periodik yang dilakukan oleh sebuah tim dengan tujuan agar kualitas pelayanan Caroline tetap terjaga dan dapat lebih bisa menampilkan kinerja yang produktif.

Berdasarkan Laporan Performansi Penyediaan Jasa Layanan Contact Center Call Center PT.Telkomsel X pada Bulan Januari, Februari, Maret, April dan Mei memperlihatkan nilai rata-rata penilaian kinerja dimensi solusi layanan berturut-turut sebesar 92.72, 90.77, 92.04, 93.49, dan 95.05 sementara untuk dimensi proses sikap dan layanan berturut-turut sebesar 95.61, 95.41, 94.56, 95.84, dan 95.94. Dari data tersebut menunjukan bahwa karyawan yang bertugas sebagai Caroline masih banyak yang mendapat nilai di bawah standar ideal yang telah di tetapkan yaitu 100 atau belum mencapai kinerja yang maksimal, tentu hal ini dapat menimbulkan masalah terhadap upaya mewujudkan peningkatan produktivitas karyawan dan juga bisa berdampak negatif bagi pelanggan yang menggunakan layanan call center tersebut.

Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh Pelaksanaan Penilaian Kinerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan di Call Center PT. Telkomsel X".

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : "Bagaimana Pengaruh Pelaksanaan Penilaian Kinerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan di Call Center PT. Telkomsel X ?"

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Penilaian Kinerja yang dilakukan Call Center PT. Telkomsel X.
2. Untuk mengetahui bagaimana Produktivitas Kerja karyawan pada Call Center PT. Telkomsel X.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pelaksanaan Penilaian Kinerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada Call Center PT. Telkomsel X.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dilaksanakan ini adalah :
1. Bagi penulis penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemapuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
2. Bagi FISIP, penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat mahasiswa dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.
3. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbagan pemikiran dan bahan masukan kepada Call Center PT.Telkomsel X terhadap Pengaruh Pelaksanaan Penilaian Kinerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan.

1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari uraian tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Definisisi Konsep, Definisisi Operasional, dan Sistematika Penulisan.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang Bentuk Penelitian, Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data yang diterapkan dalam penelitian ini.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, Visi dan Misi, dan Struktur Organisasi.
BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN
Penyajian dilakukan dengan menguraikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan menganalisanya berdasarkan metode yang penulis gunakan.
BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA
Bab ini membuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab-bab sebelumnya.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini membuat tentang Kesimpulan dari hasil-hasil penelitian dan saran-saran yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:18:00

PENGAWASAN TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENGARUH PENGAWASAN TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR SEKRETARIAT DPRD

A.Latar Belakang
Peranan Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor utama yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pemanfaatan Sumber Daya Manusia ecara efektif merupakan jalan bagi suatu organisasi untuk memperthnkan kelangsungan hdup dan pertumbuhan dimasa yang akan datang. Denga kata lain, keberhasilan atau kemunduran suatu organisasi tergantung pada keahlian dan keterampilan pegawainya masing-masing yang bkerja didalamnya.

Pegawai Negeri Sipil merupakan Sumber Daya Manusia Aparatur Negara yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyeleggaraan tugas negara, pemerinahan dan pembangunan, dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada pancasila dan Undang-undang 1945,. Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil di Indonesia dirasakan semakin penting untuk menyelenggarakan pemerinthan dan pemabngunan dalam usaha mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang madani yang taat akan hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi. Kedudukan dan peranannya yang penting menyebabkan Pegawai Negeri Sipil senantiasa dituntut supaya memiliki kesetiaan dan ketaatan penuh dalam menjalankantugas-tugasnya dan memusatkan seluruh perhatian serta megerahkan segala daya dan tenaga secara berdaua guna dan berhasil guna.

Disiplin pada hakikatnya adalah pencerminan nilai kemandirian yang dihayati dan diamalkan oleh setiap individu dan masyarakat suatu bangsa dalam kehidupan. Untuk membina Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kesetiaan dan ketaatan penuh, telah dikeluarkan peraturn tentang disiplin pegawai negeri. Dalam peraturan Pemerintaha Nomor 30 tahun 1980 dan telah diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Dengan ditetapkannya peraturan tentang disilin bagi Pegawai Negeri Sipil adalah penting guna menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka. Karena kedisiplinan merupakan kunci atau pra syarat bagi suksesnya pelaksanaan tugas-tugas yang dipercayakan oleh organisasi.

Maka untuk menjamin terlaksananya seluruh tugas-tugas sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh organisasi tersebut, kesiapan sluruh pegawai baik itu kemampuan maupun kemauan yang tinggi sangat diharapkan didalam melaksanakan seluruh kegiatan organisasi serta menuntut adanya kedisiplinan yang tinggi dari para pegawai. Karena tanpa kedisiplianan akan timbul berbagai macam alternatif yang mengancam terealisasinya tujuan yang hendak di capai. Pegawai Negeri harus dapat memeriksa secara sadar dan menganggap sikap disiplin kerja tersebut sebagai kewajiban dan tanggung jawabnya. Dan ini pun berlaku juga bagi seluruh pegawai di kantor Sekretariat DPRD Kabupaten X.

Menurut penamatan penulis, kedisiplinan di Kantor Sekretriat DPRD Kabupaten X memang sudah cukup baik, namun demikian dalam setiap intansi atau organisasi pasti masih ada saja pegawai yang kurang disiplin dan kurang optimal dalam melaksanakan yugas-tugas kedinasan bahkan belum memahami peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman kerja ayau peraturan. Hal ini dapat terlihat dari kebisaan pegawai, seperti terlambat masuk kerja, pulang kerja lebih awal dari waktu yang ditentukan, masih adanya pegwai yang tidak mentaati peraturan dalam berpakaian dan masih ditemu adanya pegawai keluar kantor tanpa izin pimpinan bahkan untuk urusan yang yidak berhubungan sama sekali dengan tugasnya. Tentu saja hal ini dapat mengakibatkan pekerjaanyan menjadi tidak efektif dan efisien.

Oleh karena itu, adanya Suatu system pengawasan yang baik sangat penting dan berpengaruh dalam proses pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Karena pengawasan dianggap sebagai salah satu alternatif yang berhubunagn dengan pencegahan dan tindakan bagi Pegawai Negeri Sipil yang melanggar peraturan disiplin. Hal ini dapat dilihat dari apa yang dikemukakan oleh Sujamto (1998 : 18), bahwa pengawasan adalah segala usaha dan kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan apa yang semestinya atau tidak.

Dan lebih lanjut pengawasan merupakan bagian dari fungsi menajemen yang diharapkan mempu menciptakan efisiensi dan efektifitas kerja yang dilakukan oleh para pegawai. Dengan pengawasan yang baik diharapkan akan berkurangnya kesalahan dan penyimpangan yang terjadi. Tugas seorang pemimpin adalah untuk mengawasi para pegawai yang ada dalam lingkup organisasinya.

Dari pendapat tersebut jelaslah bahwa peranan pengawasan adalah sesuatu hal yang sangat essensial dan tidak dapat diabaikan. Karena, pada hakekat nyan pengawasan adalah suatu usaha untuk mendeteksi kegiatan yang dilakukan oleh pegawai apakah kegiatan tersebut telah mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi serta untuk menilai pegawai dalam hal ketaatanya dan mematuhi kebijakan-kebijakan yang berlaku.

Pengawasan adalah kewajiban setiap atasan untuk mengatasi setiap bawahannya yang bersifat preventif dan pembinaan, untuk menciptakan aparatur yang lebih efektif, efisien, bersih dan berwibawa terutama dalam menanggulangi masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan keuangan Negara. Sehingga pimpinan dapat mengetahui kegiatan-kegiatan nyata dari setiap aspek serta permasalahan pelaksanaan-pelaksanaan tugas dalam lingkungan suatu organisasi masing-masing yang selanjutnya bilamana terjadi penyimpangan, dapat segera langsung dapat mengambil langkah-langakh perbaikan dan tindakan seperlunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya serta peratiran perundang-undangan yang berlaku.

Dari uraian diatas, maka untuk memperkecil atau mengurangi ruang gerak dari permasalahan tersebut mka setiap pemimpin satuan organisasi harus jeli melihat pentingnya pelaksanaan pengawasan dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai, Bedasarkan dari uraian diatas penulis memilih tugas akhir dengan judul : "Pengaruh Pengawasan Terhadap Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Sekretariat DPRD Kabupaten X"

B. Perumusan Masalah
Beetitik tolak dari uraian sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah : "Bagaimana pengaruh pengawasan terhadap disiplin kerja pegawai negeri sipil pada kantor sekretariat kabupaten X".

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengawasan terhadap disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Sekretariat DPRD Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan pada Kantor Sekretariat DPRD Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat disiplin pegawai negeri sipil pada Kantor Sekretariat DPRD Kabupaten X.

D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna dalam hal :
1. Untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis peroleh selama perkuliahan.
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi Kantor Sekretariat DPRD Kabupaten X.
3. Sebagai bahan tambahan referensi untuk penulisan yang relevan.

E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini beisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, definisisi konsep, definisisi operasional, dan sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik penetuan skor, dan teknik analisis data.
BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Bab ini meliputi gamaran umum lokasi penelitian, sejarah singkat berdirinya organisasi, kedudukan, tugas dan fungsi struktur organisasi.
BA IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan tentang data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan interpretasi dari data yang di peroleh sehingga dapat menjawab permaslahan yang sudah dirumuskan.
BAB V : ANALISA DATA DAN INTERPRETASI DATA
Bab ini membahas tentang analisa dan interpretasi dari data yang di peroleh sehingga dapat menjawab permaslahan yang sudah dirumuskan.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:16:00