TESIS PENGEMBANGAN MODEL REMUNERASI BERBASIS KOMPETENSI DI PT. X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber Daya manusia(SDM) merupakan modal dasar pembangunan nasional, oleh karena itu maka kualitas SDM senantiasa harus dikembangkan dan diarahkan agar bisa mencapai tujuan yang diharapkan. Berbicara mengenai sumber daya manusia sebenarnya dapat dilihat dari 2 aspek yaitu aspek kualitas dan aspek kuantitas. Aspek kuantitas mencakup jumlah SDM yang tersedia/penduduk, sedangkan aspek kualitas mencakup kemampuan SDM baik fisik maupun non fisik/kecerdasan dan mental dalan melaksanakan pembangunan. Sehingga dalam proses pembangunan pengembangan sumber daya manusia sangat diperlukan, sebab kuantitas SDM yang besar tanpa didukung kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa.
Dalam mewujudkan misi dan visi perusahaan maka organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang dimilikinya seoptimal mungkin, supaya dapat memberikan 'added value' bagi organisasi tersebut. Oleh karena itu untuk mewujudkannya, diperlukan SDM yang terampil dan handal di bidangnya. Salah satu cara untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam perusahaan yaitu dengan jalan meningkatkan kompetensi individu karyawan pada perusahaan tersebut.
Kata kunci dalam mengembangkan kompetensi karyawan adalah rekayasa perilaku/behaviour engineering tenaga kerja. Rekayasa perilaku mengandung makna tersirat bahwa perilaku dapat diubah dan diperbaiki. Untuk mencapai pengembangan perilaku harus dilakukan secara sadar, yaitu melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sistem. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumbert daya manusia adalah usaha meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral pegawai yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan dalam suatu perusahaan.
Bagi sebuah perusahaan pengembangan SDM semakin memegang peranan penting dan diperlukan diantaranya karena sumber daya manusia merupakan salah satu unsur strategis. Hal tersebut diperkuat kondisi bahwa akibat perubahan dan globalisasi, kebutuhan akan tenaga terampil semakin meningkat begitu pula kebutuhan akan angkatan kerja yang lebih berpendidikan, terlatih dan memiliki keahlian beragam. Ditambah lagi restukturisasi perusahaan dan organisasi yang terus berlangsung, perubahan IPTEK/Ilmu dan Teknologi yang cepat, serta ketatnya persaingan, menghasilkan anggapan baru bahwa untuk mengatasi semua tantangan tersebut dibutuhkan individu yang tidak hanya memiliki keahlian sejenis yang memang diharuskan bagi pekerjaannya, tapi juga keahlian-keahlian pendukung pekerjaan tersebut yang merupakan ragam keahlian di luar yang diwajibkan. Sehingga dengan memiliki multi skilling, seorang karyawan diharapkan akan benar-benar kompeten dalam pekerjaannya.
Penelitian akhir-akhir ini pun sangat jelas menunjukkan bahwa telah terjadi persaingan, baik di antara negara-negara maupun di antara perusahaan-perusahaan dalam negara tersebut, dimana perusahaan itu banyak bergantung pada keterampilan tenaga kerjanya dalam rangka memenuhi permintaan yang terus-menerus berubah baik dari faktor domestik maupun global. Namun disayangkan bahwa dalam persaingannya dengan negara-negara lain, Indonesia belum dapat unggul bahkan dalam mutu SDM-nya Indonesia mendapat urutan terjelek dibanding dengan negara-negara tetangganya di Asia tenggara. Hal tersebut harusnya menyadarkan kita untuk segera bangkit dan memperbaiki kompetensi SDM kita. Kondisi tersebut dapat dilihat pada keterangan gambar sebagai berikut :
Untuk dapat bersaing dengan sukses di pasar yang ada sekarang atau lebih ke depan lagi untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi AFTA, pada saat ini semakin banyak organisasi yang berusaha untuk menemukan strategi-strategi baru dalam upaya meningkatkan pengembangan dan performa para pegawainya. Banyak diantara perusahaan-perusahaan tersebut mulai memperkenalkan dan melaksanakan program sumber daya manusia yang berbasis pada kompetensi (competency based human resources program), dan bahkan dari perkembangannya ada pula perusahaan yang mulai mencoba untuk mengembangkan konsep competency based pay atau dikenal dengan remunerasi berbasis kompetensi/RBK.Konsep remunerasi berbasis kompetensi ini merupakan konsep yang masih sangat baru terutama di Indonesia. Sekalipun sejumlah perusahaan mulai menjadikan kompetensi sebagai bagian integral dari manajemen kinerja serta sistem staffing, ataupun pelatihan dan pengembangan karyawan yang diterapkan dalam perusahaan. Serta meskipun secara implisit pada beberapa kebijakannya tentang penggajian, perusahaan selalu berusaha memberikan reward atas kompetensi-kompetensi yang dimiliki dan diberikan oleh individu karyawan serta atas atribut-atribut lainnya yang dimiliki pegawai tersebut. Namun masih sangat sedikit di antara perusahaan-perusahaan itu yang secara formal dan eksplisit mengkaitkan antara kompetensi dengan keputusan tentang remunerasi.
Walaupun telah diketahui banyak kritikan terhadap berbagai macam sistem penggajian dan perubahaannya dari waktu ke waktu. Tetapi pada saat yang sama sejumlah besar organisasi dan perusahaan baik dari sektor publik maupun swasta berupaya untuk menemukan cara-cara baru guna mengkaitkan secara lebih langsung antara kinerja organisasional, kontribusi individual dan penggajian. Sehingga muncullah istilah-istilah seperti gaji baru, gaji strategis, penggajian berdasar kontribusi dan strategi penghargaan alternatif yang tampil begitu dominan di berbagai buku dan artikel yang menyarankan alternatif-alternatif desain dan administrasi penggajian pegawai (Kanter 1989, dkk). Sementara itu di beberapa perusahaan, konsep remunerasi berbasis kompetensi ini telah dianggap sebagai bagian dari upaya untuk melakukan perubahan besar yang mana dapat menyentuh berbagai aspek aktivitas yang dilakukan oleh seluruh sumber daya manusia di dalam perusahaan. Model RBK ini diharapkan bisa menjadi salah satu cara efektif untuk memotivasi pegawai dan dalam rangka menciptakan perubahan perusahaan ke arah yang lebih baik. Sebab sistem penggajian ini antara lain dapat membatasi perasaan ketidakadilan yang muncul di kalangan para pegawai. Di antaranya sebagaimana yang seringkali terjadi dalam perusahaan-perusahaan yang menerapkan sistem penggajian berdasar pada senioritas, yaitu bahwa mereka sebenarnya berhak mendapatkan kenaikan gaji yang lebih signifikan didasarkan pada kemampuan dan keahlian yang dimiliki, bukan pada semata-mata dari lama mereka bekerja di perusahaan.
Selain itu konsep RBK tersebut juga dapat memperkuat keterkaitan antara unsur-unsur keahlian dengan gaji, yaitu dapat menentukan secara spesifik jenis-jenis perilaku apa saja yang dapat mendorong pada tercapainya kinerja yang superior. Dengan kata lain sistem ini memiliki potensinya untuk bisa mengatasi berbagai kekurangan yang dimiliki oleh sistem penggajian tradisional. Gaji karyawan diberikan berdasarkan pada keragaman, kedalaman dan jenis keahlian (skill) yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan. Sehingga sistem ini dapat dikatakan merupakan pergeseran logika penggajian dari yang umumnya memberikan penghargaan (reward) kepada pegawai berdasarkan pada karakteristik-karekteristik pekerjaannya atau tugas yang mereka miliki pada saat ini, kepada penghargaan berdasarkan kompetensi individu karyawan yang dapat terus mereka kembangkan dan pergunakan secara terus-menerus pada perusahaan. Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa pada konsep penggajian berbasis kompetensi ini, proses pemberian reward-nya didasari atas faktor-faktor keahlian manusiannya(human) bukan merupakan sistem reward yang semata-mata didasarkan pada jenis pekerjaan apa yang dimiliki dan dapat disumbangkan oleh karyawan yang bersangkutan terhadap perusahaan. Sehingga dalam penerapan sistem ini keterampilan individu karyawan akan dihargai secara sepadan. Itu artinya pada konsep ini pengembangan kompetensi karyawan sebagai salah satu faktor utama dalam perusahaan mendapat porsi yang cukup besar. Jika diimplementasikan dan ditegakkan dengan benar, maka harapan bahwa sistem RBK ini dapat memberikan hasil-hasil yang sangat menjanjikan baik bagi karyawan maupun perusahaan bisa terwujud, sehingga hal tersebut dapat pula membantu tercapainya tujuan perusahaan.
PT. X yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di bidang manufaktur di Indonesia saat ini juga tengah berbenah dalam rangka memperbaiki kompetensi pada organisasinya, baik kompetensi perusahaan maupun kompetensi tiap individu di dalamnya. Hal ini dilaksanakan terutama untuk memperbaiki performa dalam perusahaan tersebut dalam rangka mempersiapkan diri ke arah yang lebih baik. Sehingga diharapkan dapat bersaing dengan perusahaan lain, bahkan negara-negara lain ataupun untuk menghadapi AFTA. Namun dalam faktanya menurut pihak manajerial perusahaan, ternyata masih ada beberapa kendala bagi PT. X untuk mengembangkan perusahaannya sesuai yang diharapkan. Salah satu yang dianggap kendala bagi perusahaan adalah keluhan karyawan masalah penggajian. Kondisi tersebut muncul setelah sistem penggajian yang dilaksanakan perusahaan saat ini, dianggap kurang memenuhi harapan karyawan. Diketahui bahwa sistem penggajian yang diterapkan pada awal saat pertama kali perusahaan berdiri adalah sistem tradisional, dimana menganut pembagian tingkat penggajian berdasarkan lama bekerja(senioritas). Kemudian dilanjutkan dengan munculnya peraturan pemerintah yang mengharuskan sistem penggajian berdasarkan golongan-golongan. Namun cara tersebut dianggap perusahaan tidak efektif, sehingga sistem penggajian dirubah dengan menggunakan sistem merit yaitu gaji karyawan diterima berdasarkan bagus tidaknya kinerja karyawan atau didasarkan pada seberapa besar output yang diberikan karyawan terhadap perusahaan setiap tahunnya. Dari pengamatan kemudian didapati sistem merit tersebut malah menimbulkan banyak gejolak, di antaranya bahwa karyawan banyak yang merasa penilaian kinerja yang dilakukan pihak manajemen tidaklah selalu obyektif. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya ukuran yang jelas pada jenjang yang terdapat di tiap kenaikan tingkat gajinya. Selain itu karyawan merasa bahwa semua kebijakan reward yang ada, seolah-olah selalu tergantung pada tiap individu manajernya. Maka akhirnya timbul anggapan pada karyawan bahwa mereka lebih tenang melaksanakan pekerjaannya ketika sistem penggajian tradisional diterapkan, namun perlu dipahami pula bahwa ada beberapa kekurangan dalam implementasi sistem tradisional yang telah lalu. Sehingga tidak relevan lagi bila sistem tersebut diterapkan pada perusahaan seperti PT. X yang selalu berkembang dan mengutamakan keahlian para karyawannya dalam rangka melaksanakan tugas perusahaan.
Berdasarkan beberapa alasan yang telah dikemukakan di atas dan juga dalam rangka memperhatikan secara lebih intensif peningkatan kompentensi yang dimiliki para karyawan PT. X. Maka untuk melengkapi dan menyelaraskan masa transisi tersebut, pada penelitian ini disusun sebuah konsep competency based pay yang masih ada kaitannya dengan penerapan competency based pada karyawan yang mulai dilakukan PT. X. Harapan dari diterapkannya sistem ini antara lain supaya karyawan dapat senantiasa meningkatkan keahliannya, dalam upaya mendapatkan reward yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Namun dengan tetap memperhatikan seberapa besar peluang keberhasilan penerapan sistem ini, maka dianggap perlu kiranya mengkaitkan unsur aspirasi karyawan di dalamnya terutama yang meliputi harapan-harapan karyawan sehubungan dengan reward yang selama ini telah mereka terima. Sehingga pada penyusunan pengembangan model remunerasi berbasis kompetensi di PT. X ini selain faktor keahlian yang memegang peranan besar dalam menentukan tingkat dan besaran gaji yang akan diterima tiap individu, unsur aspirasi karyawan juga diperhitungkan di dalam struktur penggajiannya. Dengan demikian keinginan agar terbentuknya suatu sistem remunerasi yang relevan dengan kondisi perusahaan dan harapan karyawan sedapat mungkin dapat terpenuhi.
1.2. Rumusan Masalah
Sistem kompensasi yang seringkali menjadi permasalahan pada perusahaan terutama berkaitan dengan bagaimana mempraktekannya sehingga dapat diterima karyawan, ternyata juga memberikan kendala tersendiri bagi PT. X. Hal tersebut ditampakkan melalui kondisi yang ada pada perusahaan bahwa dengan sistem yang selama ini telah dilaksanakan ternyata masih ada beberapa ketimpangan di dalamnya. Disamping itu juga permasalahan mengenai penolakan karyawan terhadap setiap sistem kompensasi baru yang ditawarkan. Sehingga keadaan tersebut banyak menimbulkan keluhan baik pada para karyawan maupun terhadap perusahaan seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang di atas, dimana baik pihak perusahaan maupun para karyawan masih merasa belum terpenuhi harapannya.
Berpangkal dari latar belakang masalah bahwa perlu dikembangkannya suatu sistem yang dapat menjembatani kesenjangan antara penghargaan yang diharapkan karyawan, kemampuan karyawan yang dibutuhkan perusahaan serta penghargaan yang seharusnya diberikan perusahaan agar tercipta suatu kesesuaian antara sistem reward dengan kondisi yang ada. Maka dianggap perlu disusun suatu alternatif penyelesaian bagi sistem penggajian di PT. X yang setidaknya akan dapat diterima baik dari dimensi karyawan maupun organisasional.
Oleh karena itu dirumuskan permasalahan berkenaan dengan pengembangan model remunerasi sebagai berikut : “Bagaimana Pengembangan Model Remunerasi Berbasis Kompetensi di PT. X agar sesuai dengan aspirasi karyawan dan kebutuhan organisasi”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengembangkan model remunerasi berbasis kompetensi yang ada dengan model remunerasi yang sejalan dengan aspirasi karyawan dan kondisi perusahaan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mempelajari model remunerasi berdasarkan teori.
2. Menyusun model remunerasi berdasarkan kebijakan perusahaan.
3. Menyusun model remunerasi berbasis kompetensi dan aspirasi karyawan yang berisi struktur klasifikasi penggajian karyawan.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi PT. X dapat dipakai sebagai salah satu cara dalam melakukan penyempurnaan sistem penggajian yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia dengan pendekatan terhadap kompetensi individu dan aspirasi karyawan, sehingga dapat diterapkan model remunerasi yang sesuai dengan kondisi perusahaan.
1.4.2. Bagi peneliti sebagai sarana menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan terutama dalam hal remunerasi dan kompetensi serta kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia, juga untuk memperluas wawasan tentang model terutama dalam hal mengembangkan model penggajian berbasis kompetensi terhadap karyawan.
Post a Comment