Cari Kategori

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

Posted by Indeks Prestasi

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

A. Latar Belakang Masalah
Anak TK adalah individu yang berusia sekitar 4 hingga 6 tahun yang sedang menjalani proses pertumbuhan dan perkembangan. Anak pada usia TK mulai merasakan pendidikan di lingkungan sekolah yang lebih formal sebagai bentuk pengembangan dari pendidikan di lingkungan rumah yang biasa mereka hadapi. Anak TK juga berada dalam keadaan yang sangat peka untuk menerima rangsangan dari luar, memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi dan memiliki sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu. Pendapat tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Jamaris (2006), bahwa :

Usia Taman Kanak-kanak yaitu usia 4-5 atau 6 tahun merupakan usia yang mengandung masa keemasan bagi perkembangan fisik dan mental anak tersebut. Pada masa ini, anak sangat sensitif menerima segala pengaruh yang diberikan oleh lingkungannya. Anak pada usia ini dapat dianalogikan dengan sepotong karet busa yang menyerap air sepenuhnya dengan tidak mempedulikan apakah air tersebut kotor atau bersih. Oleh sebab itu, masa kanak-kanak adalah masa yang sangat berpengaruh bagi perkembangan anak di masa depan. Kesuksesan anak dalam melalui masa ini menjadi pondasi bagi kesuksesan anak tersebut di masa depan.

Aspek yang perlu dikembangan pada anak meliputi perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosi, bahasa serta sosial. Pernyataan ini sesuai dengan hasil Konferensi Jenewa yang menyepakati bahwa terdapat berbagai aspek yang perlu dikembangkan pada anak TK yaitu : bahasa, kognitif, psikomotorik, emosi, moral, sosial dan kepribadian (Yudha & Rudiyanti, 2005 : 3). Selaras dengan hasil konferensi Jenewa, Paud Anak Ceria Berbudaya Lingkungan mengungkapkan bahwa "Perkembangan anak usia TK yang terentang antara usia empat sampai dengan enam tahun merupakan bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan. Perkembangan pada usia ini mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, sosial emosional, serta bahasa".

Perkembangan tersebut berlangsung sangat cepat dan akan berpengaruh besar terhadap perkembangan selanjutnya, juga merupakan usia kritis sekaligus strategis dalam pendidikan yang akan mewarnai proses serta hasil pendidikan pada usia selanjutnya.

Salah satu aspek perkembangan anak yang dapat dikembangkan sebagai bekal kehidupan sekarang dan masa yang akan datang adalah aspek perkembangan sosial karena manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bias hidup tanpa adanya interaksi dengan manusia lainnya. Plato (Nugraha, 2004 : 113) "Secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon)". Pendapat serupa diungkapkan Syamsuddin (1995 : 105) bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", sedangkan menurut Loree (1970 : 86) "sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya".

Anak adalah mahkluk sosial dan memiliki potensi sosial yang dibawanya sejak lahir. Potensi sosial yang sudah dimiliki anak, dengan mulai menunjukkan keinginannya untuk berhubungan dengan orang lain. Interaksi sosial pada anak pertama kali terjadi dalam lingkungan keluga terutama orang tua dan saudara, .pada tahap perkembangan usianya anak akan berinteraksi dengan lingkungan baru seperti berinteraksi dengan lingkungan sosial sekolah. Sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat dijadikan media untuk memfasilitasi perkembangan sosial anak, yang dapat dilihat secara langsung melalui suatu proses pembelajaran serta memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pembentukan perkembangan manusia dalam setiap tahap tugas perkembangannya.

Peran sekolah dalam pengembangan keterampilan sosial anak adakalanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena fakta di lapangan banyak ditemukan siswa Taman Kanak-kanak yang kurang memiliki keterampilan sosial. Ini ditunjukkan dengan munculnya perasaan malu yang acap kali menjadi penghambat bagi anak untuk bergaul atau berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Anak menjadi canggung dan sulit membangun komunikasi di tengah teman-teman, anak merasa asing dan terkucil dari lingkungan, sehingga anak cenderung menarik diri dari lingkungannya (Surya, 2006 : 34).

Kazdin (Hanabi, 2009) menyebutkan bahwa dari seluruh anak-anak yang dirujuk karena mengalami gangguan klinis, sepertiga sampai setengah di antaranya mengalami gangguan perilaku sosial. Fenomena seperti ini umum terjadi di banyak Negara. Misalnya, penelitian epidemiologi di beberapa Negara seperti di Kanada, Queensland, dan Selandia Baru menunjukkan sekitar 5-7% anak-anak mengalami gangguan perilaku diungkapkan oleh Grainger (Desvi Yanti : 2005). Sementara itu di Indonesia, pada tahun 2000, BAPAS (Balai Permasyarakatan) mencatat bahwa di Lampung saja setiap bulan terjadi 35 kasus anak yang berkonflik dengan hukum, yang berarti satu tahunnya berjumlah 420 kasus. Kejahatan yang mereka lakukan bermacam-macam, mulai dari pencurian, pemerasan, pengeroyokan sampai penggunaan obat-obatan, pemerkosaan, serta pembunuhan (Lembaga Advokasi Anak-Damar Lampung, 2002). Kasus tersebut menunjukkan bahwa anak-anak di Indonesia banyak mengalami permasalahan dalam hal keterampilan sosial, pengembangan keterampilan sosial pada anak masih kurang sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan formal khususnya Taman Kanak-kanak memiliki tanggung jawab untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial pada anak usia dini.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Crick, Dodge, dan Lohman (Hanabi, 2009) dapat disimpulkan bahwa anak yang memiliki keterampilan sosial rendah menunjukkan prasangka permusuhan, saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu mereka sering mengartikannya sebagai tanda permusuhan sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif. Mereka juga kurang mampu mengontrol emosi, sulit memahami perasaan dan keinginan orang lain, dan kurang terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial.

Permasalahan yang berkaitan dengan keteramplan sosial pada anak TK pun kerapkali muncul, seperti : maladjustment, egois, agresif dan perilaku anti sosial, negativisme, pertengkaran, mengejek dan menggertak, perilaku sok kuasa, prasangka, serta antagonisme jenis kelamin. Padahal seyogyanya anak usia TK memiliki kesempatan luas untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Sekolah serta rumah tempat tinggal menjadi tempat bagi anak untuk dapat melatih kepekaan sosial anak. Yusuf (2001 : 122) bahwa perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anak bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari atau proses ini disebut dengan sosialisasi.

Kegagalan anak dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya yang dalam hal ini adalah tugas untuk bersosialisasi, akan mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang sehingga sulit diterima oleh kelompok. Kurniati (2006 : 38) menjelaskan bahwa "...tidak semua anak memiliki keterampilan sosial sesuai dengan tuntutan kelompoknya". Jika terdapat anggota kelompok yang menunjukkan pola-pola perilaku yang tidak diharapkan oleh anggota kelompok maka anak tersebut tidak akan disukai anggota kelompok lainnya sehingga anak akan dikucilkan dan dijauhi kelompoknya. Sejalan dengan pernyataan Hurlock (1978 : 307) "Efek penolakan dan pengabaian yang dilakukan oleh kelompok sosial terhadap anak sampai tingkat tertentu, akan bergantung pada sejauh mana makna penting persetujuan dan penerimaan sosial bagi mereka".

Semua permasalahan di atas menuntut para pendidik untuk dapat membantu peserta didik khususnya anak usia Taman Kanak-kanak mengembangkan keterampilan sosial yang dimilikinya, dengan berbagai metode pembelajaran sehingga dapat membentuk individu yang berkualitas sebagai bekal bagi jenjang pendidikan selanjutnya.

Ada berbagai metode pembelajaran yang diberikan bagi proses pembelajaran anak usia Taman Kanak-kanak, namun metode yang dirasakan tepat untuk mengatasi masalah keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak di sekolah adalah metode bermain. Hal ini sesuai dengan yang di ungkapkan Moeslichatoen (2004 : 33) bahwa :
Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.
Salah satu teknik dalam metode bermain adalah permainan, permainan merupakan teknik yang sesuai untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial. Karena teknik permainan menciptakan suatu suasana santai dan menyenangkan. Suasana yang santai dan menyenangkan membuat seseorang dapat belajar lebih baik. Penelitian kurniati (2006) membuktikan penggunaan permainan dalam bimbingan dapat mengembangkan keterampilan sosial. Menurut Cremer & Siregar (1993 : 17) tingkah laku seseorang dalam permainan sama dengan tigkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya mengenai cara untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, merencanakan sesuatu dan berkomunikasi. Sehingga dengan permainan yang diberikan, pendidik dapat mengetahui tingkah laku siswa atau peserta didik yang sebenarnya, yang dapat membantu memudahkan proses pengembangan keterampilan sosial.

Pendapat-pendapat lain tentang permainan yang dikemukakan oleh Elly Fajarwati (www.nasimaedu.com) antara lain : Santrock (1995) mengemukakan "Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan". Bagi Freud dan Erikson, "Permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna untuk menolong anak menguasai kecemasan dan konflik". Kak Seto (2004) menyatakan "Permainan bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak". Piaget (1962) melihat "Permainan sebagai suatu media yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak". Vygotsky (1962) juga meyakini "Permainan adalah suatu seting yang sangat bagus bagi perkembangan kognitif. Daniel Berlyne (1960) menjelaskan "Permainan sebagai sesuatu yang mengasyikan dan menyenangkan karena permainan itu memuaskan dorongan penjelajahan kita".

Pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa permainan merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan, dilakukan tanpa paksaan, bentuk penyesuaian diri, sebagai media meningkatkan perkembangan kognitif dan dapat memuaskan dorongan untuk menjelajah. Terdapat banyak jenis permainan yang dapat digunakan dalam dinamika kelompok. Secara umum kita dapat mengklasifikasikannya ke dalam dua jenis yaitu permainan modern dan permainan tradisional. Permainan modern memerlukan biaya tinggi dan rentan terhadap masalah telah mengarahkan pada suatu pemikiran untuk lebih memperkenalkan siswa pada jenis permainan tradisional. Permainan tradisional memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan permainan modern, permainan tradisional yang diberikan pada anak memberikan banyak nilai-nilai pendidikan diantaranya dari gerakan yang dilakukan, syair lagu yang dinyanyikan maupun tembangnya. Selain itu permainan tradisional juga dapat memberikan rasa senang sebagai stimulus untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa taman kanak-kanak. Kelebihan dari permainan tradisional yaitu mengutamakan kelompok dan kebersamaan, sederhana, memiliki nilai-nilai perilaku filosofi, dan nilai-nilai sosial. Selain itu, permainan tradisional tidak dapat dipisahkan dengan fungsi psikologis perkembangan anak, tidak hanya sekedar memberi perasaan senang, juga mengembangkan fungsi kognitif, psikomotorik, sosial dan aspek emosional yang ditonjolkan seperti meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, kontak sosial, konservasi dan keterampilan sosial.

Aspek kompetensi sosial yang dapat dikembangkan melalui permainan tradisional meliputi pemecahan masalah, pengendalian diri, empati dan kerja sama. Seperti yang diungkapkan dalam (kurniati, 2006 : 47) bahwa "Permainan tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya dapat membantu mengembangkan keterampilan sosial, dan dinamika kelompok dapat diarahkan pada pembentukan perilaku untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial".

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis mencoba untuk melakukan penelitian untuk mengetahui lebih lanjut mengenai keefektifan penerapan metode permainan tradisional dalam meningkatkan keterampilan sosial anak TK. Permainan tradisional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah boy-boyan yang berasal dari daerah Jawa Barat. Oleh karena itu penelitian ini berjudul "Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Taman Kanak-kanak Melalui Permainan Tradisional".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Anak usia TK hendaknya memiliki kesempatan luas untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Menurut Syamsu Yusuf (2001 : 122), perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anak bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari atau proses ini disebut dengan sosialisasi. Sueann Robinson Ambron (1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada anak untuk bersosialisasi maka akan semakin banyak pula keterampilan-keterampilan yang didapat dan dikuasai oleh anak. Hasil yang diperoleh dari proses sosialisasi tersebut merupakan keterampilan sosial yang mempunyai kedudukan strategis bagi anak untuk dapat membina hubungan antarpribadi dalam berbagai lingkungan dan kelompok orang (Moeslichatoen, 2004 : 21).

Ketika proses sosialisasi berlangsung, tidak semua anak mampu menunjukkan keterampilan sosialnya dengan baik dan ini memungkinkan anak tidak dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Adanya anak yang tidak diterima oleh kelompok sosialnya ini berarti keterampilan sosial anak yang dimiliki harus ditingkatkan.

Penyediaan lingkungan yang kondusif untuk belajar sambil bermain dan peran guru sebagai fasilitator disekolah sangat membantu anak untuk meningkatkan keterampilan sosial anak. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan cocok dengan karakteristik dan kebutuhan anak adalah hal yang penting untuk meningkatkan keterampilan sosial anak.

Beragam teknik dapat digunakan dalam dinamika kelompok, salah satunya adalah melalui permainan. Permainan telah terbukti dapat mengembangkan sejumlah kemampuan fisik maupun psikis. Menurut Schafer & Reid (2001 : 105) permainan tidak hanya membuat seseorang senang tetapi dapat juga mengembangkan pemahaman dan penerimaan sosial. Berikut definisi para ahli mengenai permainan, yaitu :
1. John W. Santrock (1995 : 272) mengartikan permainan (Play) sebagai kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri .
2. Dockett & Fleer (Kurniati, 2006 : 48) mendefmisikan permainan sebagai aktivitas bermain yang di dalamnya telah memiliki aturan yang jelas dan disepakati bersama.
Permainan yang digunakan dalam penelitian adalah permainan tradisional. Cooney (Kurniati : 2006 : 49) menjelaskan Traditional play forms are those activities handed down from one generation to the next and conti nuosly followed by most people. Artinya permainan tradisional terbentuk dari aktivitas yang diturunkan terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya oleh banyak orang.
Jenis permainan tradisional yang digunakan dalam penelitian ini adalah permainan tradisional Jawa Barat. Menurut Kurniati (2006 : 48) permainan tradisional Jawa Barat merupakan suatu aktivitas bermain (kaulinan Barudak) yang tumbuh berkembang di Jawa Barat, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat sunda dan diajarkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Berdasarkan anggapan bahwa keterampilan sosial anak TK itu penting untuk dimiliki dan ditingkatkan melalui penerapan metode bermain dengan teknik permainan tradisional maka penelitian ini difokuskan untuk mengetahui apakah keterampilan sosial anak TK dapat meningkat setelah diterapkan metode bermain dengan permainan tradisional boy-boyan, bagaimana proses pelaksanaannya dan bagaimana peran guru dalam menerapkan metode permainan tradisional tersebut. Atas dasar perumusan masalah maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik keterampilan sosial yang dimiliki anak ?
2. Bagaimana upaya peningkatan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak melalui permainan tradisional ?
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam melakukan kegiatan teknik permainan tradisional untuk meningkatkan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian yang dilaksanakan adalah untuk mengetahui gambaran tentang penerapan teknik permainan tradisional dalam meningkatkan keterampilan sosial pada anak TK.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1. Memahami karakteristik keterampilan sosial anak.
2. Memahami upaya peningkatan keterampilan sosial melalui permainan tradisional.
3. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam melakukan teknik permainan tradisional untuk meningkatkan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak.

D. Manfaat Penelitian
Berpijak pada latar belakang penelitian, hasilnya diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan para pendidik untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang pendidikan anak usia taman kanak-kanak, lebih spesifik manfaat yang diharapkan diantaranya sebagai berikut :
a. Bagi Guru
1. Menambah wawasan guru mengenai metode pembelajaran dengan teknik permainan tradisional yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak
2. Meningkatkan pemahaman guru tentang pentingnya pengembangan keterampilan sosial anak melalui penerapan teknik permainan tradisional
3. Memberikan pengalaman bagi guru dalam merancang metode bermain dengan menggunakan permainan tradisional
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada lembaga penyelenggara pendidikan pada umumnya dan untuk sekolah Taman Kanak-Kanak pada khususnya dalam rangka meningkatkan keterampilan sosil anak.
c. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang metode bermain dan penerapan metode bermain dengan permainan tradisional untuk meningkatkan keterampilan sosial anak.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti efektifitas peningkatan keterampilan sosial anak TK melalui permainan tradisional.

Related Post



Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 08:35:00

Post a Comment