IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (STUDI DI TK X DAN Y)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa orde lama pengelolaan pendidikan yang dianut dan dijalankan di Indonesia bersifat sentralistik, pusat menjadi sangat dominan dalam pengambilan kebijakan. Sebaliknya, daerah dan sekolah bersifat pasif, hanya sebagai penerima dan pelaksana perintah pusat saja. Pola kerja sentralistik tersebut sering mengakibatkan adanya kesenjangan antara kebutuhan riil sekolah dengan perintah atau apa yang digariskan oleh pusat. Hal ini dapat terlihat dari ketatnya pengaturan dalam pelaksanaan kurikulum, pengadaan, pemanfaatan prasarana dan sarana, pengaturan dan pemanfaatan anggaran, pembinaan guru, dan lain-lain. Selain itu manajemen pendidikan di sekolah juga kurang memanfaatkan peran serta masyarakat untuk kemajuan pendidikan di sekolah.
Sekolah merupakan salah satu dari pusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, dimana sekolah adalah suatu sistem organisasi, yang didalamnya terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional.
Manajemen pendidikan menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefisienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih. Oleh karena itu, dituntut kemandirian dan kreativitas sekolah dalam mengelola pendidikan dan pembelajaran di balik otonomi yang dimilikinya. Sekolah juga harus mampu mencermati kebutuhan peserta didik yang bervariasi, keinginan staff yang berbeda, kondisi lingkungan yang beragam, harapan masyarakat yang menitipkan anaknya pada sekolah agar kelak bisa menjadi anak yang mandiri, serta tuntutan dunia kerja untuk memperoleh tenaga yang produktif, potensial dan berkualitas.
Manajemen Berbasis Sekolah terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-management), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah.
Tujuan utama adalah untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan. Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. Sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota-anggota masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarakat saling berkorelasi, keduanya saling membutuhkan. Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM bangsa tersebut. Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan keluaran yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya manajemen pendidikan diterapkan.
Manajemen pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan, sehingga menghasilkan keluaran yang diinginkan. Kenyataannya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya, terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu.
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam perkembangannya, manajemen pendidikan memerlukan Good Management Practice untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, ini masih merupakan suatu hal yang elusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa hal tersebut bukanlah suatu hal yang penting.
Tuntutan akan lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang membuka peluang lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi asing) membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan, dalam hal ini tentang paradigma baru dalam pendidikan, bagaimana menghasilkan mutu bisa berlangsung dalam pendidikan, dan bagaimana peran sistem manajemen untuk mendukung berlangsungnya pencapaian mutu pendidikan tersebut.
Sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai ciri khas Islam, madrasah memegang peran penting dalam proses pembentukan kepribadian anak didik, karena melalui pendidikan madrasah ini para orang tua berharap agar anak-anaknya memiliki dua kemampuan sekaligus, tidak hanya pengetahuan umum (IPTEK) tetapi juga memiliki kepribadian dan komitmen yang tinggi terhadap agamanya (IMTAQ). Oleh sebab itu jika kita memahami benar harapan orang tua ini maka sebenarnya madrasah memiliki prospek yang cerah.
Di sisi lain, jika dilihat dari sejarahnya, madrasah memiliki akar budaya yang kuat di tengah-tengah masyarakat, sebab itu madrasah sudah menjadi milik masyarakat. Apabila dewasa ini banyak ahli berbicara tentang inovasi pendidikan nasional untuk melahirkan pendidikan yang dikelola masyarakat (community based management), maka madrasah dan termasuk juga pesantren merupakan model dari pendidikan tersebut.
Persoalan madrasah menurut Fadjar (1998 : 35) dari sekian puluh ribu madrasah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air ini sebagian besar masih bergumul dengan persoalan berat yang sangat menentukan hidup dan matinya madrasah, sehingga nilai tawar semakin rendah dan semakin termarginalkan.
Fenomena di atas setidaknya disebabkan dan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kaitannya dengan problem internal kelembagaan dan parental choice of education, bahwa popularitas dan marginalitas lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana lembaga pendidikan bersangkutan mampu merespon dan mengakomodasi aspirasi masyarakat dan seberapa jauh lembaga bersangkutan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan internal kelembagaan ke arah profesionalitas penyelenggaraan pendidikan.
Kaitannya dengan problem internal kelembagaan, bahwa problem internal madrasah yang selama ini dirasakan, seperti dikatakan Fadjar (1998 : 41) meliputi seluruh sistem kependidikannya, terutama sistem manajemen dan etos kerja madrasah, kualitas dan kuantitas guru, kurikulum, dan sarana fisik dan fasilitasnya. Problem semacam itu karena posisi madrasah berada dalam lingkaran yang membingungkan, sebuah problem yang bersifat causal relationship.
Selanjutnya parental choice of education, menurut Fadjar (1999 : 76) bahwa dalam masyarakat akhir-akhir ini terjadi adanya pergeseran pandangan terhadap pendidikan seiring dengan tuntutan masyarakat (social demand) yang berkembang dalam skala yang lebih makro. sekarang masyarakat melihat pendidikan tidak lagi dipandang hanya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan terhadap perolehan pengetahuan dan keterampilan dalam konteks waktu sekarang. Di sisi lain, pendidikan dipandang sebagai bentuk investasi, baik modal maupun manusia (human and capital investment) untuk membantu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sekaligus mempunyai kemampuan produktif di masa depan yang diukur dari tingkat penghasilan yang diperolehnya (Suryadi, dan Tilaar, 1993). Pergeseran tersebut menurut Praktiknya (dalam Fadjar, 1999 : 77) mengarah pada; Pertama, terjadinya teknologisasi kehidupan sebagai akibat adanya loncatan revolusi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, kecenderungan perilaku masyarakat yang lebih fungsional, dimana hubungan sosial hanya dilihat dari sudut kegunaan dan kepentingan semata, ketiga, masyarakat padat informasi, dan keempat, kehidupan yang makin sistemik dan terbuka, yakni masyarakat yang sepenuhnya berjalan dan diatur oleh sistem yang terbuka (open system).
Sesuai dengan ciri masyarakat tersebut, maka pendidikan yang akan dipilih oleh masyarakat adalah pendidikan yang dapat memberikan kemampuan secara teknologis, fungsional, individual, informatif dan terbuka. Dan yang lebih penting lagi, kemampuan secara etik dan moral yang dapat dikembangkan melalui agama.
Dengan melihat problem internal kelembagaan madrasah seperti dijelaskan di atas, dikaitkan dengan parental choice of education, dimana masyarakat semakin kritis, prakmatis, terbuka dan berpikir jauh ke depan dalam melakukan pilihan pendidikan bagi anak-anaknya, maka pendidikan madrasah akan tetap berada pada posisinya sebagai lembaga pendidikan "kelas dua", "marginal” yang hanya diminati masyarakat bawah dan tidak atau kurang dilirik oleh masyarakat menengah atas (upper middle class), sebaliknya jika madrasah secara internal dikelola dengan sistem manajemen profesional dan mampu memahami dan merespon tuntutan dan aspirasi masyarakat tersebut, maka madrasah akan memperoleh peluang yang lebih besar untuk menjadi pilihan utama dan pertama bagi masyarakat.
Sejalan dengan hal tersebut bahwa semakin terpelajar masyarakat semakin banyak aspek yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih suatu lembaga pendidikan. Dan sebaliknya, semakin awam masyarakat semakin sederhana pertimbangannya dalam memilih lembaga pendidikan atau barangkali, bahkan hanya sekadar menjadi makmum dengan kepercayaannya. Menurutnya, ada tiga hal yang paling tidak menjadi pertimbangan masyarakat terpelajar dalam memilih suatu lembaga pendidikan bagi anak-anak mereka, yaitu cita-cita dan gambaran hidup masa depan, posisi dan status sosial, serta agama. Dalam kaitan ini, jika madrasah atau lembaga pendidikan islam lainnya memenuhi ketiga kriteria di atas, maka akan semakin diminati oleh masyarakat terutama masyarakat terpelajar, tetapi sebaliknya, banyak lembaga pendidikan Islam yang akan semakin meminggir posisinya karena tidak menjanjikan apa-apa.
Kesan marginalitas madrasah, sebenarnya lebih banyak disebabkan karena sebagian besar madrasah lebih berorientasi pada kerakyatan (populis), pendidikan hanya dijadikan sebagai fungsi "cagar budaya" dan pada saat bersamaan ia mengabaikan kualitas dan prestasi, sebab itu penyelenggaraan pendidikan cenderung dilakukan secara konvensional, apa adanya, manajemen non-profesional, stagnan dan status quo, dan pada akhirnya pendidikan semacam ini ditinggalkan oleh masyarakat dan hanya diminati kelompok masyarakat bawah.
Akan tetapi dewasa ini persepsi atau pemahaman masyarakat tentang madrasah sudah mengalami pergeseran sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara makro yang dilakukan pemerintah dengan kebijakan-kebijakan barunya. Pada awalnya madrasah dipahami sebagai sekolah yang hanya mengajarkan agama tetapi sekarang ini persepsi masyarakat sudah berubah bahwa ternyata madrasah pada dasarnya sama dengan sekolah umum lainnya karena memiliki kurikulum yang sama, di sisi lain madrasah dianggap sebagai sekolah umum plus agama. Perubahan persepsi dan pemahaman tersebut seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara makro, madrasah dianggap sebagai sekolah agama ketika kurikulum madrasah masih berbanding 70% agama dan 30% umum, tetapi ketika terjadi perubahan dimana madrasah adalah sekolah umum yang berciri khas Islam yang memiliki kurikulum sama dengan sekolah umum dan memiliki kelebihan yakni "identitas keislaman", maka madrasah kemudian dianggap sebagai sekolah umum plus yang memiliki nilai lebih dibanding dengan sekolah umum.
Berikutnya muncul kesadaran baru dalam beragama (santrinisasi), terutama pada masyarakat perkotaan kelompok masyarakat menengah atas, sebagai akibat dari proses re-Islamisasi yang dilakukan secara intens oleh organisasi-organisasi keagamaan, lembaga-lembaga dakwah atau yang dilakukan secara perorangan. Terjadinya santrinisasi masyarakat elit tersebut akan berimplikasi pada tuntutan dan harapan akan pendidikan yang mengaspirasikan status sosial dan keagamaannya. Sebab itu pemilihan lembaga pendidikan didasarkan minimal pada dua hal tersebut, yakni status sosial dan agama.
Kecenderungan di atas harus segera direspon oleh madrasah jika lembaga ini tidak ingin ditinggalkan oleh masyarakat. Disamping itu Madrasah juga harus dapat membaca alasan-alasan dan pertimbangan orang tua dalam memilih lembaga pendidikan baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, tentunya persoalan pendidikan harus seiring berjalan atas standar minimal manajemen yang baik, manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk memandirikan atau memperdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
TK di Kabupaten X dan TK Kota Y juga didukung oleh Kepala TK yang bertanggung jawab sebagai manajer yaitu dapat mengelola atau mengatur manajemen yang ada di sekolahnya, pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional dalam mengoperasikan sekolahnya, serta orang tua murid yang mendukung program TK. Selain itu, sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk proses belajar mengajar. Dalam hal sarana dan prasarana di TK Kabupaten X dan TK Kota Y, selain didukung oleh orang tua murid juga didukung oleh pemerintah pada setiap tahunnya. Berdasarkan hasil observasi tersebut di atas TK Kabupaten X dan TK Kota Y menggunakan manajemen berbasis sekolah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu :
1. Bagaimanakah perencanaan implementasi manajemen berbasis sekolah pada TK Kabupaten X dan TK Kota Y ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan implementasi manajemen berbasis sekolah pada TK Kabupaten X dan TK Kota Y ?
3. Bagaimanakah evaluasi implementasi manajemen berbasis sekolah pada TK Kabupaten X dan TK Kota Y ?
C. Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi implementasi manajemen berbasis sekolah pada TK Kabupaten X dan TK Kota Y.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perencanaan implementasi manajemen berbasis sekolah pada TK Kabupaten X dan TK Kota Y.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan implementasi manajemen berbasis sekolah pada TK Kabupaten X dan TK Kota Y.
3. Untuk mengetahui evaluasi implementasi manajemen berbasis sekolah pada TK Kabupaten X dan TK Kota Y.
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi perorangan/institusi sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Dengan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi taman kanak-kanak se-Kabupaten X dalam mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah di taman kanak-kanak.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi :
a. Bagi Kepala Sekolah
Memberi pengetahuan tentang peran dan fungsi sebagai Kepala Sekolah dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah.
b. Bagi Penulis
Memberi pengalaman, mendapatkan informasi-informasi, menambah wawasan dan kajian tentang implementasi manajemen berbasis sekolah pada TK Kabupaten X dan TK Kota Y.
c. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten X dan Kota Y
Memberi masukan dan gambaran pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di TK Kabupaten X dan TK Kota Y.
Post a Comment