WAKAF HAK CIPTA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
A. Latar Belakang Masalah
Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf di Indonesia sebagai penyempurna dari peraturan perundang-undangan yang telah ada, merupakan langkah yang perlu mendapat apresiasi dari umat Islam di Indonesia. Sebab, selain sebagai penjamin kepastian hukum wakaf, undang-undang tersebut juga menjamin unifikasi (penyatuan) hukum perwakafan di seluruh Indonesia.
Terdapat dua alasan yang mendasari dibentuknya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Hal ini sebagaimana yang tertuang di dalam penjelasan Undang-Undang tersebut. Dua alasan yang dimaksud adalah :
1. Memajukan kesejahteraan umum untuk mencapai tujuan tersebut, potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis perlu digali dan dikembangkan. Dalam hal ini di antaranya adalah wakaf, yang pada awalnya berfungsi sebagai sarana ibadah dan sosial, menjadi pranata yang memiliki kekuatan ekonomi yang diyakini dapat memajukan kesejahteraan umum.
2. Praktek yang sekarang ada pada masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien. Salah satu buktinya adalah di antara harta benda wakaf tidak terpelihara dengan baik, terlantar, bahkan beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum.
Said Agil Al-Munawwar (mantan Menteri Agama, wakil dari Pemerintah yang berkedudukan sebagai pengusul Undang-Undang Wakaf), pernah menyatakan bahwa tujuan Undang-Undang Wakaf adalah :
1. Menjamin kepastian hukum di bidang perwakafan.
2. Melindungi dan memberikan rasa aman bagi umat Islam sebagai Waqif.
3. Sebagai instrumen untuk mengembangkan rasa tanggung-jawab bagi para pihak yang mendapat kepercayaan mengelola harta wakaf.
4. Sebagai koridor hukum untuk advokasi dan penyelesaian kasus-kasus perwakafan yang terjadi di masyarakat.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf terdiri atas 11 (sebelas) bab, 61 (enam puluh satu) pasal, meliputi pengertian tentang wakaf, nazir, jenis harta wakaf, akta ikrar wakaf dan pejabat pembuat akta ikrar wakaf, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf, pengelolaan dan pengembangan, penukaran harta benda wakaf, bantuan pembiayaan badan wakaf indonesia, pembinaan dan pengawasan, sanksi administratif, ketentuan peralihan, ketentuan penutup.
Beberapa ketentuan hukum perwakafan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang merupakan pengembangan dan penyempurnaan terhadap materi perwakafan yang ada pada perundang-undangan sebelumnya, antara lain adalah terkait dengan obyek wakaf. Jika dalam PP. No. 28 Tahun 1977 obyek Wakaf terbatas berupa tanah milik, maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf terjadi perluasan obyek wakaf. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1, Ayat (5) yang menyebutkan bahwa harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Waqif. Lebih lanjut dipertegas dalam Pasal 16 harta benda wakaf terdiri dari : ayat (1) benda tidak bergerak, ayat (2) benda bergerak selain uang. Ayat (3) benda bergerak yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah benda yang tidak bisa habis karena konsumsi, meliputi : (a) uang (b) logam mulia (c) surat berharga (d) kendaraan (e) hak atas kekayaan intelektual (f) hak sewa (g) benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Permasalahan kemudian muncul terkait keabsahan mewakafkan benda bergerak berupa hak cipta menurut perspektif hukum Islam. Sebab, fikih secara sistematik belum mengangkat hak cipta keilmuan, seperti hak paten atas merek dagang/merek perniagaan sebagai hak milik perorangan atau kelompok yang tunduk pada hukum perlindungan. Produk ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan seizin atau tanpa izin dari penemunya, justru tercatat sebagai akses perolehan pahala yang tetap berlanjut pasca kematian penemu ilmu tersebut. Selain itu, keberadaan hak cipta yang tidak berwujud (immateri) membutuhkan sebuah upaya penalaran terkait kelayakannya memasuki wilayah cakupan definisi harta benda wakaf yang telah ditetapkan oleh para Ulama Fikih. Apakah definisi benda wakaf itu mengacu pada sisi materiilnya dalam pengertian 'ain al-wakaf, ataukah mengacu pada sisi substansinya dalam pengertian manfaat dan hasilnya ? Pertanyaan kemudian berlanjut, dapatkah benda tak berwujud (immateri) seperti hak cipta yang belum dikenal di era para mujtahidin dan bahkan dalam fikih.
Berpijak pada keterangan di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian terhadap permasalahan tersebut yang tertuang dalam bentuk skripsi dengan judul Wakaf Hak Cipta dalam Perspektif Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka pembahasan skripsi ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang- Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
2. Kedudukan dan prosedur wakaf hak cipta.
3. Akibat hukum dari wakaf hak cipta.
4. Berakhirnya wakaf hak cipta.
5. Obyek wakaf hak cipt a.
6. Perspektif hukum Islam tentang wakaf hak cipta.
Agar dalam pembahasannya lebih fokus dan tidak melebar, maka perlu adanya suatu pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Kedudukan, prosedur dan akibat hukum dari wakaf hak cipta.
2. Perspektif hukum Islam tentang wakaf hak cipta.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan, prosedur dan akibat hukum dari wakaf hak cipta ?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam dan perundang-undangan terhadap wakaf hak cipta ?
D. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan pada penelitian ini berdasarkan urutan bab sebagai berikut :
Bab kesatu merupakan pendahuluan yang memuat kerangka umum penelitian. Dalam bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metodologi Penelitian, sistematika pembahasan.
Bab kedua menerangkan tentang pengertian wakaf, dasar hukum wakaf, rukun wakaf, syarat wakaf, dan obyek wakaf.
Bab ketiga memaparkan pengertian hak cipta, akibat hukum hak cipta, dan berakhirnya hak cipta, obyek hak cipta, kedudukan dan prosedur hak cipta.
Bab keempat merupakan analisis dan paparan perspektif hukum islam terkait keabsahan kedudukan hak cipta sebagai obyek wakaf, prosedur hak cipta, dan akibat hukum dari wakaf hak cipta.
Bab kelima merupakan bab terakhir, menyajikan butir-butir kesimpulan yang dirangkum dari hasil analisis per bab sesuai dengan rumusan masalah, dan saran-saran yang dipandang perlu.
tks atas share artikelnya,
yuk kunjungi berita wakaf update
Post a Comment