(Kode EKONAKUN-0024) : Skripsi Perlakuan Self Assessment System Akuntansi PPN Terhadap Pengusaha Kena Pajak Berdasarkan UU No 18 Tahun 2000
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Secara teoritis ada 3 indikator sebagai ukuran yang saling terkait erat dan berhubungan dengan penerimaan pajak, yaitu potensi, rencana, realisasi. Di antara ketiga indikator tersebut, potensi boleh dikatakan merupakan yang sangat besar perannya. Dengan mengetahui besarnya potensi pajak yang ada, akan sangat membantu pemerintah untuk merencanakan penerimaan pajak yang layak (feasible), demikian juga dalam upaya merealisasikannya. Di samping itu, potensi pajak dapat juga berfungsi sebagai patron dalam membuat kebijakan, baik menyangkut pengenaan pajak atas objek yang menghasilkan potential gain maupun dalam pemberian pengecualian atas fasilitas pajak yang menghasilkan potential loss.
Pentingnya indikator di atas akan lebih terasa lagi di tengah pemerintah sedang berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan dalam negeri seperti Indonesia saat ini, yang terutama diperoleh dari pajak. Ketiga indikator tersebut haruslah dihitung secara seksama dan akurat, agar dapat memberikan hasil positif dalam pencapaian sasaran penerimaan pajak dalam anggaran negara (APBN).
John F. Due, seorang pakar ilmu keuangan negara dan pajak yang dikutip oleh Pandiangan (XXXX:36), menyatakan bahwa pada umumnya di negara berkembang, pajak tidak langsung mempunyai peran yang besar dalam penerimaan pemerintah salah satu contoh pajak tidak langsung adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN merupakan salah satu jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat, dan sangat perlu diketahui besarnya potensi yang ada. Hal ini dapat memberikan indikasi atau gambaran, apakah realisasi penerimaan pajak telah optimal.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung, yang termasuk sebagai pajak konsumsi. Secara historis, yang pertama kali mengemukakan PPN adalah Carl Friedrich von Siemens seorang industriawan Jerman dalam upaya mencari jalan keluar atas kesulitan keuangan negara saat itu Pandiangan (XXXX:36). Namun dalam praktiknya, PPN sebagai salah satu sumber penerimaan negara Indonesia pertama kali diterapkan pada tahun 1950 yaitu pajak peredaran barang yang memungut pajak atas lalu lintas barang di masyarakat, yang kemudian dalam tahun 1951 diganti dengan pajak penjualan 1951. Untuk memenuhi kebutuhan akan suatu sistem pajak yang lebih modern, pajak penjualan 1951 kemudian diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai pada tahun 1984 (PPN 1984) kemudian diganti lagi menjadi Pajak Pertambahan Nilai tahun XXXX.
Menurut Sukardji (XXXX:23) PPN adalah pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi (a tax on consumption expenditure) baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun oleh badan baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara. Pada PPN, sistem pemungutan pajak berganda tidak ada karena adanya mekanisme kredit pajak dan tarif pajak yang sama yaitu 10%. Berdasarkan Undang-Undang No 18 Tahun 2000, dalam PPN ada 2 mekanisme pengkreditan yaitu pajak masukan (PM) yang dibayar oleh pembeli dan pajak keluaran (PK) yang dibayar oleh penjual. Apabila besarnya pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan berarti terdapat kekurangan penyetoran, sedangkan apabila besarnya pajak keluaran lebih kecil daripada pajak masukan berarti terdapat kelebihan penyetoran.
Selain itu perlu diketahui bahwa PPN (Pajak Pertambahan Nilai) hanya dibayar atau disetor ke kas negara oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan terhadap barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP). Objek PPN itu sendiri terdiri dari Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga PPN menduduki tempat yang sangat penting karena mempunyai peranan besar dalam APBN. Bahkan hasilnya dapat diharapkan akan lebih besar daripada PPh, karena setiap warga masyarakat akan membeli barang kebutuhan hidupnya yang hampir kesemuanya merupakan hasil produksi yang kena PPN dan PPnBM.
Badan Usaha sebagai subjek pajak, juga ikut berperan dalam membiayai pembangunan nasional. Pada setiap akhir periode akuntansi, pengelola badan usaha menyampaikan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan, baik kepada pemilik maupun kepada pihak-pihak lainnya yang berkepentingan, misalnya bank dan kantor inspeksi pajak.
Kesalahan dalam menetapkan pajak terutang PPN yang dibayar kepada negara akan mempersulit petugas pajak dalam melakukan pemeriksaan dan menimbulkan kerugian bagi negara serta berpengaruh bagi pemilik badan usaha, dalam hal ini pemegang saham.
Mengingat sebab terjadinya pajak pertambahan nilai terutang begitu kompleks yaitu antara lain saat dan tempat terutangnya pajak, kapan seharusnya badan usaha membuat faktur pajak untuk setiap transaksi yang dilakukan, hal tersebut sering menjadi masalah bagi badan usaha. Jika sebuah badan usaha menggunakan mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan, maka mereka harus bisa memisahkan mana pajak keluarannya dan mana yang menjadi pajak masukannya berdasarkan aktivitas pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan kapan seharusnya mereka sudah mengkreditkannya.
Pihak perusahaan yang terutang pajak pertambahan nilai tersebut juga harus mampu membedakan barang mana yang merupakan barang kena pajak dan barang
mana yang bukan merupakan barang kena pajak dan juga harus dapat menganalisa
prosedur perhitungan pajak pertambahan nilai yang benar dan tepat. Hal ini agar perusahaan dapat mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa pajak dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama pula sehingga dapat meminimalkan timbulnya pajak pertambahan nilai yang terutang.
Perusahaan membuat laporan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan semua pemakai laporan keuangan. Supaya informasi dalam laporan keuangan tersebut benar maka perlakuan akuntansi yang dipakai harus tepat dan penyajian dalam laporan keuangan harus sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku. Di samping itu perusahaan juga harus menerapkan perhitungan PPN dengan berpedoman pada Undang-Undang No 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah masalah di atas, maka rumusan masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana perlakuan self assessment system akuntansi pajak pertambahan nilai terhadap pengusaha kena pajak berdasarkan Undang-Undang No 18 Tahun 2000 ?”
1.3. Batasan Penelitian
Pembahasan masalah pada penelitian ini dibatasi pada Pajak Pertambahan Nilai yang subyek pajaknya adalah Pengusaha Kena Pajak dalam bentuk perusahaan manufaktur. Sedangkan obyek pajaknya adalah penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak berdasarkan undang-undang PPN, dengan mengambil data penjualan dan pembelian tahun XXXX, serta neraca dan laporan laba rugi tahun XXXX. Adanya pembatasan juga bahwa penulis tidak membahas akan wajar tidaknya penyajian neraca yang ada di PT. “X”, selain itu penulis juga tidak membahas mengenai perlakuan terhadap PPN terutang tersebut.
1.4. Batasan Pengertian
I. Perlakuan Akuntansi Pajak pertambahan Nilai
Yang dimaksud dengan Perlakuan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai adalah perlakuan akuntansi terhadap badan usaha berdasarkan peraturan perpajakan antara lain tentang perjurnalan setiap transaksi dan perlakuan terhadap PPN kurang bayar atau PPN lebih bayar dalam laporan keuangan.
II. Pajak Pertambahan Nilai Yang Terutang
Yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai Yang Terutang adalah pajak pertambahan nilai yang dalam hal hasil perhitungannya terdapat 2 kemungkinan yaitu Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan (PPN kurang bayar) atau Pajak keluaran lebih kecil dari Pajak Masukan (PPN lebih bayar).
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai terhadap penyerahan Barang Kena Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai Yang Terutang berdasarkan Undang-Undang No 18 Tahun 2000.
2. Untuk lebih memahami mengenai perlakuan akuntansi terhadap badan usaha berdasarkan peraturan perpajakan dan sesuai dengan aturan-aturan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh melalui penelitian ini adalah :
1. Penulis mendapatkan kesempatan menghadapi masalah-masalah khususnya di bidang perpajakan yang ada di dalam perusahaan, dan mengkaitkannya dengan teori-teori yang selama ini diperoleh di bangku kuliah. Hal ini akan menambah wawasan berpikir bagi penulis.
2. Menambah wawasan bagi pihak lain yang membaca penelitian ini sehingga akan dapat berguna jika suatu saat mereka menghadapi masalah yang sama atau berniat melanjutkan penelitian ini.
3. Hasil penelitian ini sebagai informasi untuk memberikan sumbangan pikiran kepada perusahaan dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan PPN.
1.7. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 bab yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Di dalam bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, batasan penelitian, batasan pengertian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini mengemukakan mengenai teori-teori yang menjadi dasar dari pembahasan yang berhubungan dengan judul penelitian teori tersebut.
BAB III METODE PENELITIAN
Di dalam metode penelitian, penulis akan membahas tentang jenis dan rancangan penelitian, jenis dan sumber data, instrumen dan metode pengumpulan data, unit analisis, serta teknik analisis data.
BAB IV DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi data
Dalam bab ini memuat penjelasan dari gambaran umum perusahaan yang ada di dalamnya, menguraikan secara singkat tentang perkembangan perusahaan, struktur organisasi, deskripsi jabatan dan fungsi-fungsinya, serta hal-hal lainnya.
2. Pembahasan
Dalam bab ini akan menjelaskan tentang permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaan tersebut. Permasalahan tersebut akan penulis analisis kemudian membandingkannya dengan landasan teori yang telah diuraikan pada bab sebelumnya untuk mencari pemecahan atas masalah tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisikan kesimpulan dari keseluruhan isi penelitian dan saran-saran perbaikan yang bisa dipergunakan sebagai dasar pertimbangan bagi pimpinan perusahaan untuk memperbaiki praktek-praktek akuntansi yang ada pada perusahaan tersebut.
Home » skripsi ekonomi akuntansi » Skripsi Perlakuan Self Assessment System Akuntansi PPN Terhadap Pengusaha Kena Pajak Berdasarkan UU No 18 Tahun 2000
Skripsi Perlakuan Self Assessment System Akuntansi PPN Terhadap Pengusaha Kena Pajak Berdasarkan UU No 18 Tahun 2000
Posted by Indeks Prestasi
Posted by: Admin
Indeks Prestasi Updated at: 22:16:00
Post a Comment