(Kode PEND-AIS-0025) : Urgensi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Mental Ideologi TNI Di Akademi Angkatan Laut (AAL)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan militer di Indonesia merupakan fakta yang menyejarah yang tidak bisa lagi disembunyikan seperti kasus Timor-Timor sebelum meraih kemerdekaannya, Aceh pra rekonsiliasi dan Tsunami Papua, tragedi Mei 1998, insiden Tanjung Priok, dan penembakan di Jati Pasuruan, hingga kasus-kasus kekerasan militer lain yang terjadi di seantero negeri ini, semua menyimpan tanda tanya yang sering kali terselubung di balik pemberitaannya. Ada apa dengan tetesan darah yang tumpah di tanah kuburan-kuburan masal yang digali kembali. Fakta-fakta hitam laporan Hak Asasi Manusia (HAM) yang membuat kita miris dengan rasa ngeri menimbang para pelakunya adalah mereka yang notabene dipercaya sebagai pelindung bangsa.1
Dunia telah mencatat sejumlah pembantain dan tindak kekerasan oleh militer di Indonesia yang disokong karpasi-karpasi multinasional. Tindak kekerasan oleh militer di area free port pertama kali didokumentasikan pada tahun 1971 dan belum berhenti sampai saat ini pembantaian yang terjadi di kampungkampung membuat ribuan warga terpaksa mengungsi. Kasus penyiksaan dan pemerkosaan sering menyertai tindak kekerasan ini. Setiap perlawanan dilakukan akan berujung pada pembunuhan dan penculikan. Lebih jauh lagi, di wilayah
Papua militer terlibat dalam bisnis prostitusi, penebangan illegal, penyelundupan senjata dan sejumlah kasus pemerasan. Menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan Departemen lainnya yang dipercaya pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas ribuan pembunuhan, penangkapan dan penghilangan warga sipil Aceh. Contoh kecil baru-baru ini adalah penembakan warga Pasuruan oleh marinir, yang terjadi karena adanya kesepakatan bisnis antara marinir dengan PT. Rajawali, yang mengakibatkan 4 korban tewas, termasuk seorang perempuan yang sedang hamil. Contoh hanyalah sebagian sangat kecil dari praktik kekerasan yang dilakukan militer Indonesia yang mesti sering dilakukan dengan alasan demi stabilitas, integritas dan persatuan selalu saja ada kaitannya dengan bisnis sekecil apapun.2
Peralihan di akademik militer memang identik dengan sifat keras, tegas, ketat dan disiplin. Akan tetapi sifat kekerasan tegas mereka itu terarah dan tidak bisa berbuat semaunya. Apalagi berbuat anarki, kekerasan militer. Karena hal tersebut bukan merupakan salah satu sifat dari prajurit Indonesia seperti yang dimanifestasikan dalam Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan delapan wajib TNI. secara ringkas sebagai berikut :
Bunyi delapan wajib TNI, yaitu:
1. Bersikap ramah tamah terhadap masyarakat
2. Bersikap sopan santun terhadap rakyat
3. Menjunjung tinggi kehormatan wanita
4. Menjaga kehormatan diri di muka umum
5. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaan
6. Tidak sekali-kali merugikan masyarakat
7. Tidak sekali-kali menakuti dan menyakiti hati masyarakat
8. Menjadi contoh dan mempelopori usaha untuk mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya.
Sapta marga, sumpah prajurit dan delapan wajib TNI itu merupakan jati diri TNI. Jati diri prajurit tersebut terpelihara melalui pembinaan mental secara sistematis dan berlanjut. Kualitas moral prajurit sebagai landasan utama. Hal ini dikarenakan meskipun seorang prajurit mempunyai kualitas pengetahuan, skill dan ketahanan fisik yang tinggi tanpa dilandasi moral yang baik tentunya tidak akan memberikan hasil yang optimal pada pelaksanaan tugasnya dalam kaitannya dengan pembinaan mental rohani dan ideologi TNI yang bertujuan untuk membentuk sikap dan kepribadian serta amal perbuatan Anggota TNI Angkatan Laut yang besar dan profesional yang merupakan kunci ketahanan nasional seperti yang tercantum di dalam TAP MPR No. II/MPR/1993, sebagai berikut :
Angkatan bersenjata Republik Indonesia sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan dan kekuatan sosial politik yang timbul dari rakyat bersama rakyat menegakkan serta mengisi kemerdekaan bangsa dan negara.3 Dari TAP MPR di atas secara resmi bangsa Indonesia telah memberikan amanat kepada TNI untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan kewajiban sebagai stabilisator dan dinamisator dalam kehidupan masyarakat. Sudah tentu tugas tersebut bukanlah hal yang ringan. Karena dalam waktu yang bersamaan harus mengemban tugas yang berbeda. oleh karena itu diharapkan kemanunggalannya TNI dan rakyat dalam mengisi dan mempertahankan bangsa ini dapatlah dipertahankan.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa prajurit TNI adalah manusia biasa yang normal layaknya sebagaimana manusia Indonesia lainnya. Mereka banyak menjumpai persoalan, mereka memiliki keinginan di samping memendam anganangan dan sebagainya. Oleh karena itu yang membedakan prajurit TNI dan manusia lainnya terletak pada masalah hak dan kewajiban yang harus dilakukan tugas dan peran ganda tersebut menyebabkan mereka harus memiliki mental yang kuat dan kokoh, sehingga mampu serta bertanggung jawab terhadap amanat yang diembannya dengan jujur, baik dan benar. Hal ini sesuai dengan ucapan Zakiah Derajat dalam bukunya Islam Kesehatan Mental menjelaskan bahwa:
Sehat mental adalah terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah dan kegoncangankegoncangan biasa. Adanya keserasian fungsi-fungsi semua (tidak ada konflik) dan merasa dirinya berharga, berguna dan bahagia serta dapat menggunakan potensi yang ada seoptimal mungkin.4
Dari ungkapan yang diberikan Zakiyah terdapat kesinambungan perawatan dalam rangka pembinaan mental manusia. Bahwa mental atau kondisi kejiwaan manusia senantiasa membutuhkan pembinaan dan perawatan, sehingga dapat berkembang dengan sempurna tanpa adanya upaya pembinaan dan perawatan yang sistematis dan berkesinambungan maka pertumbuhan mental manusia cenderung liar dan anarkis.
Berdasarkan uraian di atas, maka kondisi mental manusia sangatlah penting untuk dibina dan dirawat sedemikian rupa yang merupakan basis bagi semua jenis dan bentuk kegiatan manusia yang menentukan baik dan buruknya perilaku manusia.
Begitu pula dengan mental prajurit TNI. Pembinaan dan perawatannya dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Semua itu dimaksudkan agar setiap prajurit TNI dibina mentalnya dengan berbagai materi, demikian pula dengan pembinaan jasmaniah yang juga sama-sama mendominasi bagi postur sang prajurit.
Pembinaan mental prajurit dilaksanakan sebagai upaya membentuk, memelihara dan meningkatkan kondisi jiwa Sapta Marga Anggota. Adapun tujuan yang ingin dicapai :
1. Terwujudnya kesadaran yang mendalam tentang dasar falsafah dan ideologi negara Pancasila di kalangan warga dan keluarga ABRI/TNI. Sehingga dapat melaksanakannya secara konsekuen sebagai hamba Tuhan, insan politik, insan ekonomi, insan sosial budaya, insan prajurit dan insan warga negara yang bersendikan Pancasila.
2. Terwujudnya warga dan negara ABRI/TNI yang taat dan sholeh dalam melaksanakan sesuai ajaran agama yang diyakini masing-masing.
3. Terwujudnya pembinaan tradisi, adat kebiasaan dan ajaran yang mempunyai nilai tinggi sepanjang tidak bertentanga n dengan kehidupan Pancasila.
4. Terwujud dan terpeliharanya identitas TNI pada setiap prajurit ABRI/TNI.
5. Terwujud dan terpeliharanya kesiapsiagaan mental serta terbinanya semangat juang
6. Terwujudnya sikap dan perilaku serta amal perbuatan insan prajurit ABRI/TNI yang berpedoman pada Sapta Marga.5
Bagi setiap prajurit TNI yang beragama Islam berkeyakinan bahwa agama merupakan petunjuk dan tuntunan dari Allah SWT untuk semua manusia demi kesejahteraan dunia dan akherat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah 256 sebagai berikut :
Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah, 256).6
Manusia memahami dan mampu menerjemahkan ajaran wahyu karena di dalam diri manusia ada potensi untuk hidup di dalam bingkai wahyu artinya bahwa dalam diri manusia ada potensi untuk hidup di dalam bingkai wahyu artinya bahwa dalam diri manusia ada fitrah untuk mengakui terhadap adanya Tuhan serta mematuhi ajarannya tetapi potensi tersebut tidak akan pernah tumbuh dan berkembang tanpa adanya upaya dari manusia itu sendiri untuk membina dan merawatnya seperti firman Allah dalam QS. Ar Ro ’du ayat 11 sebagai berikut :
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. Ar Ro ’du:11)7
Di sini dapat kita simpulkan bawah agama memiliki peran yang penting dalam pembentukan mental TNI karena mempengaruhi tindak tanduk dari TNI sendiri bila nilai- nilai agama tertanam dalam setiap jiwa prajurit TNI maka sudah pastilah perilaku seluruh anggota TNI berakhlakul karimah, disiplin, bertanggung jawab penuh pada tugas dan kewajibannya sebagai pembela negara dan warga negara yang baik. dengan demikian ketangguhan mental merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung suksesnya tugas prajurit dan karena itu di dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejuang bangsa diperlukan ketabahan, kesabaran dan keuletan serta konsistensi supaya tujuan perjuangan para prajurit TNI dapat terwujud yakni mewujudkan suatu kondisi masyarakat menjadi aman, damai dan sentosa.8
Dari latar belakang di atas penulis tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui lebih lanjut urgensi Pendidikan Agama Islam dalam membentuk mental ideologi TNI di Akademik Angkatan Laut (AAL) X.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah yang hendak diselesaikan pada penelitian ini, maka penulis rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas keagamaan prajurit TNI di AAL X.
2. Bagaimana upaya PAROH (Perwira rohani) dalam mewujudkan TNI yang bermoral & memiliki semangat juang yang tinggi dan bersendikan Agama?
C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi pembahasan yang kurang memfokuskan pada pokok permasalahan maka dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada URGENSI PENDIDIKAN AGAMA DALAM MEMBENTUK MENTAL IDEOLOGI TNI DI AKADEMIK ANGKATAN LAUT (AAL) X.
D. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah sebagaimana dikemukakan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui lebih dalam lagi bagaimana kualitas keagamaan TNI di AAL X.
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya PAROH Islam (Pembina rohani ISLAM) dalam mewujudkan TNI yang bermoral dan memiliki semangat juang yang tinggi dan bersendikan Agama.
E. Definisi Operasional
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **
F. Metode Penelitian
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **
G. Sistematika Pembahasan
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **
Home » skripsi pendidikan agama islam » Urgensi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Mental Ideologi TNI Di Akademi Angkatan Laut
Urgensi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Mental Ideologi TNI Di Akademi Angkatan Laut
Posted by Indeks Prestasi
Posted by: Admin
Indeks Prestasi Updated at: 23:02:00
Post a Comment