Cari Kategori

IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS WEB DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

Era globalisasi yang ditandai dengan semakin cepatnya perkembangan ams informasi dan pertukaran informasi telah melahirkan fenomena bam pada manajemen di suatu organisasi. Informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat diperlukan dalam suatu organisasi. Menurut Agus Mulyanto (2009:12) informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya, sedangkan data merupakan sumber informasi yang menggambarkan suatu kejadian yang nyata. Untuk mendapatkan informasi tersebut perlu adanya sebuah sistem yang mengolah data menjadi sebuah informasi yang berharga. Sistem itu disebut dengan sistem informasi manajemen (management information sistem).

Sistem informasi manajemen merupakan suatu komponen yang terdiri dari manusia, teknologi informasi dan prosedur kerja yang memproses, menyimpan, menganalisis dan menyebarkan informasi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem Informasi Berbasis Web adalah suatu sistem penghasil informasi yang mendukung sekelompok manajer dengan memanfaatkan teknologi web (McLeod, Jr. 2001).

Menurut Agus Mulyanto (2009:32) Manusia mengambil peranan yang penting bagi sistem informasi manajemen. Manusia dibutuhkan untuk mengoperasikan sistem informasi manajemen. Sumber daya manusia dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengguna akhir dan pakar sistem informasi manajemen.

Oleh karena itu, sebagai peran yang penting, sumber daya manusia harus disiapkan sedemikian rupa agar siap menghadapi kemajuan teknologi informasi dan dapat menjadi sumber daya yang unggul dan bermutu sesuai perkembangan jaman. Bermutu bukan hanya berarti pandai saja tetapi memenuhi semua syarat kualitas yang dituntut pekerjaan itu sehingga pekerjaan itu benar-benar dapat diselesaikan sesuai rencana (Sedarmayanti, 2001 : 17).

Suatu organisasi yang tidak memiliki sumber daya manusia berkualitas akan menuai kegagalan dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan organisasi. Menurut Sudarmanto (2009:3) Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam mencapai tujuan, baik itu organisasi publik atau private.

Untuk dapat mengetahui sejauh mana keberadaan peran, dan kontribusi sumber daya manusia dalam mencapai keberhasilan organisasi, tentu diperlukan pengukuran kinerja. Tanpa adanya evaluasi atau pengukuran kinerja dalam mencapai tujuan organisasi maka tidak dapat diketahui penyebab ataupun kendala-kendala kegagalan organisasi dalam mencapai tujuan. Akhir-akhir ini kinerja telah menjadi konsep yang sering dipakai orang dalam berbagai pembahasan dan pembicaraan, khususnya dalam kerangka mendorong keberhasilan organisasi atau sumber daya manusia. Terlebih, saat ini organisasi dihadapkan pada tantangan kompetensi yang tinggi; era kompetisi pasar global, kemajuan teknologi informasi, maupun tuntutan pelanggan atau pengguna jasa layanan yang semakin kritis. Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan organisasi dengan individu yang didalamnya memiliki kinerja yang baik. (Sudarmanto, 2009:6).

Menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) "Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya".

Penggunaan teknologi informasi akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Saat ini tidak hanya pada pemsahaan swasta akan tetapi juga pada instansi pemerintah. Teknologi informasi yang berbasis komputer ini akan berdampak pada aktivitas karyawan, memudahkan karyawan untuk tidak lagi melakukan tugas secara manual sehingga pekerjaan dapat terselesaikan secara efektif dan efisen.

X adalah institusi pendidikan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dalam pengelolaan dan pengembangannya, X menggunakan sistem informasi manajemen baik itu untuk kegiatan akademik maupun kegiatan non-akademik sebagai bentuk support dengan tujuan agar mahasiswa dan karyawan dapat menyelesaikan aktivitasnya secara efektif dan efisien.

Berdasarkan data dari Unit Sistem informasi manajemen (SISFO) X, diperoleh keterangan bahwa X sudah menggunakan sistem informasi manajemen sejak tahun 1994/1995 yang kemudian disempurnakan menjadi sistem informasi berbasis web sejak tahun 2002-saat ini . Saat ini pengelolaan dan pengembangan system informasi berada di unit SISFO X. System informasi dibangun berdasarkan analisis kebutuhan user, selanjutnya unit SISFO membuat dan melakukan konfirmasi serta testing kepada user yang bersangkutan. Proses sosialisasi biasanya dilakukan dengan mengadakan workshop langsung ke user hanya ruang lingkupnya terbatas, tidak langsung ke semua pegawai, misalnya via atasan (bisa kabag atau kaur).

Berdasarkan pengamatan penulis, wawancara dengan Kabag SISFO dan data dari unit SDM, dengan adanya dukungan berupa sistem informasi manajemen bagi suatu individu dalam menjalankan kegiatan operasionalnya di suatu organisasi/perusahaan tentu akan berdampakjuga terhadap kinerja individu tersebut karena sistem informasi manajemen erat kaitannya dengan keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan sebagai salah satu faktor penunjang kerja seorang individu. Jika sistem informasi manajemen tersebut mendukung keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan maka kinerja individu tersebut tentu akan bagus namun bila sistem informasi manajemen tersebut menjadi penghambat keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan maka kinerja individu tersebut tentu akan menjadi buruk. Sering terjadinya error pada sistem apabila server penuh/sibuk atau konfigurasi dengan komputer tidak tepat, sehingga pekerjaan yang menggunakan sistem informasi manajemen harus tertunda sampai error atau kesalahan tersebut diperbaiki dan terbatasnya ruang lingkup sosialisasi dan informasi mengenai implementasi sistem informasi manajemen perusahaan tentu akan membuat penggunaan sistem informasi manajemen oleh karyawan menjadi tidak optimal yang kemudian akan menjadi penghambat keberadaan pekerjaan, seperti kita lihat pada grafik bahwa adanya kecenderungan penurunan drastis nilai kinerja pada level kinerja baik sekali (PI) dari tahun 2005-2008.

Menurut Tb. Sjafri Mangkuprawira (2009:159) ketertinggalan terjadi ketika seorang karyawan tidak lagi memiliki pengetahuan atau kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan yang penuh tantangan dengan sukses. Dalam perubahan yang cepat di bidang teknis tinggi, seperti keteknikan dan komputerisasi administrasi, ketertinggalan dapat terjadi dengan cepat. Ketertinggalan bisa jadi sebagai hasil dari kegagalan seseorang untuk mengadaptasikan dirinya pada teknologi baru, prosedur baru, dan perubahan-perubahan lainnya. Dengan dilakukannya penelitian terhadap sistem informasi manajemen berbasis web dan kinerja karyawan, maka akan didapatkan informasi mengenai kedua variable tersebut terhadap objek penelitian.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 21:34:00

FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KEUANGAN

Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai dilaksanakan secara efektif tanggal 1 januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Halim, 2007). Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Budiono (dalam sidik et al., 2002:v), tujuan otonomi adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Dalam UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 yang menjadi landasan otonomi tersebut dijelaskan lebih jauh bagaimana pengaplikasian hal-hal tersebut melalui beberapa Peraturan Pemerintah (PP), yang kemudian dipandu dengan Kepmendagri No. 29/2002.

Pada tahun 2004, dikeluarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menggantikan UU No.22 Tahun 1999. Begitu pula UU No.25 Tahun 1999 digantikan oleh UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dengan daerah. Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemda mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pembiayaan, dan lain-lain pendapatan (Maimunah, 2006). Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah daerah. Dana transfer dari Pempus diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemda untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.

Sekarang ini, kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD. Oleh karena itu, kekurangannya harus dibantu oleh Pemerintah Pusat melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, dan DAK yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi (Usman et al., 2008).

UU No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa transfer dari pemerintah berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana bagi hasil digunakan untuk pelaksanaan kewenangan Pemda. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Saragih (2003), dana bagi hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari pajak yang dibagihasilkan. DAU berperan sebagai pemerataan fiskal antardaerah (fiscal equalization) di Indonesia. Sedangkan DAK berperan sebagai dana yang didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat. Diluar dari fungsi tersebut, untuk secara detailnya, penggunaan dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah kabupaten/kota dapat menggunakan dana ini dengan efektif dan efisien untuk peningkatan pelayanan pada masyarakat dengan disertai pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut.

Transfer dari Pemerintah Pusat merupakan dana utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh Pemerintah Daerah dilaporkan diperhitungan APBD. Terdapat perbedaan penafsiran mengenai DAU oleh daerah-daerah. Dalam Saragih (2003), berbagai penafsiran tersebut diantaranya (a) DAU merupakan hibah yang diberikan pemerintah pusat tanpa ada pengembalian, (b) DAU tidak perlu dipertanggungjawabkan karena DAU merupakan konsekuensi dari penyerahan kewenangan atau tugas-tugas umum pemerintahan ke daerah, (c) DAU harus dipertanggungjawabkan, baik ke masyarakat lokal maupun ke pusat, karena DAU berasal dari dana APBN. Padahal tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Simanjuntak dalam Sidik et al., 2002).

Penelitian sebelumnya telah banyak yang mengangkat permasalahan transfer ini, di Amerika Serikat, persentase transfer dari seluruh pendapatan mencapai 50% untuk pemerintah federal dan 60% untuk pemerintah daerah (Fisher, 1982). Khususnya di daerah Winconsin di AS sebesar 47% pendapatan Pemda berasal dari transfer Pempus (Deller et al., 2002). Di negara-negara lain, persentase transfer atas pengeluaran Pemda adalah 85% di Afrika selatan, 67%-95% di Nigeria, dan 70%-90% di Meksiko.

Sayangnya, alokasi transfer di negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan kemampuan pengumpulan pajak lokal. Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintah daerah selalu menuntut transfer yang lebih besar lagi dari pusat, bukannya mengeksplorasi basis pajak lokal secara lebih optimal (Oates, 1999 dalam Halim 2003). Keadaan tersebut juga ditemui pada kasus pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia (Kuncoro, 2007).

Dominannya peran transfer relatif terhadap PAD dalam membiayai belanja pemerintah daerah sebenarnya tidak memberikan panduan yang baik bagi governansi (governance) terhadap aliran transfer itu sendiri. Bukti-bukti empiris secara internasional menunjukkan bahwa tingginya ketergantungan pada transfer ternyata berhubungan negatif dengan pemerintahannya (Mello dan Barenstrein, 2001). Hal ini berarti pemerintah daerah akan lebih berhati-hati dalam menggunakan dana yang digali dari masyarakat sendiri daripada uang yang diterima dari pusat. Fakta di atas memperlihatkan bahwa perilaku fiskal pemerintah daerah dalam merespon transfer dari pusat menjadi determinan penting dalam menunjang efektivitas kebijakan transfer.

Beberapa peneliti menemukan respon Pemda berbeda untuk transfer dan pendapatan sendiri (seperti pajak). Artinya ketika penerimaan daerah berasal dari transfer, maka stimulasi atas belanja yang ditimbulkannya berbeda dengan stimulasi yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah). Ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer, maka disebut flypaper effect (Oates, 1999 dalam Halim 2003). Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Pemerintah Daerah di Pulau Jawa dan Bali sebelumnya telah diteliti dan menghasilkan analisis bahwa ketika tidak digunakan tanpa lag, pengaruh PAD terhadap Belanja daerah lebih kuat daripada DAU, tetapi dengan digunakan lag, pengaruh DAU terhadap Belanja daerah justru lebih kuat dari pada PAD (Abdullah dan Halim, 2003). Hal ini berarti terjadi flypaper effect dalam respon Pemda terhadap DAU dan PAD. Selanjutnya Deller dan Maher (2005) meneliti kategori pengeluaran daerah dengan fokus pada terjadinya flypaper effect. Mereka menemukan pengaruh unconditional grants pada kategori pengeluaran adalah lebih kuat pada kebutuhan non esensial atau kebutuhan luxury seperti taman dan rekreasi, kebudayaan dan pelayanan pendidikan daripada kebutuhan esensial atau normal seperti keamanan dan proteksi terhadap kebakaran.

Maimunah (2006) telah melakukan pengujian adanya flypaper effects pada belanja daerah pemerintah kabupaten/kota di pulau Sumatera tahun 2004. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa flypaper effect terjadi pada DAU terhadap Belanja Daerah. Namun hasil penelitian tersebut tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh wilayah Indonesia. Karena menurut Halim (2002) Pemda kabupaten/kota di Jawa-Bali memiliki kemampuan keuangan berbeda dengan Pemda kabupaten/kota di luar Jawa-Bali.

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai flypaper effect Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah serta dampaknya terhadap kinerja keuangan di Provinsi X dengan alasan bahwa X memiliki karakteristik ekonomi dan geografis yang sama dan ketersediaan data. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu dimana penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh flypaper effect DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah dengan menggunakan data runtun waktu (time series) (2003-2007), sehingga diharapkan dapat memberikan hasil analisis yang lebih komprehensif. Selain itu penelitian ini juga dihubungkan dengan kinerja keuangan pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi X. Sehingga penulis mengajukan judul "FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI X".

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 21:33:00

PENGARUH MANAJEMEN KELAS DAN ETOS KERJA TERHADAP EFEKTIVITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR GURU SD

PENGARUH MANAJEMEN KELAS DAN ETOS KERJA TERHADAP EFEKTIVITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan hal yang penting bagi suatu negara untuk menjadi negara maju, kuat, makmur dan sejahtera. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak bisa terpisah dengan masalah pendidikan bangsa.
Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, bahwa Pengertian Pendidikan adalah : (dalam Pasal-1, ayat (1)), "usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas sekolah harus dibangun sedemikian rupa sehingga guru tidak hanya mentransfer isi kurikulum, tetapi lebih dari itu, menciptakan bagaimana proses pembelajaran dapat memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan para siswa. Dengan demikian hal tersebut dapat menopang bagi kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat dan dunia kerja.
Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Di dalam kelas guru melaksanakan dua kegiatan pokok yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan mengelola kelas. Kegiatan mengajar pada hakikatnya adalah proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa. Semua komponen pengajaran yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.
Pengelolaan (manajemen) kelas tidak hanya berupa pengaturan kelas, fasilitas fisik dan rutinitas. Kegiatan pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana dan kondisi kelas. Sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Misalnya memberi penguatan, mengembangkan hubungan guru dengan siswa dan membuat aturan kelompok yang produktif.
Di kelaslah segala aspek pendidikan pengajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya. Kurikulum dengan segala komponennya, dan materi serta sumber pelajaran dengan segala pokok bahasanya bertemu dan berpadu dan berinteraksi di kelas. Bahkan hasil dari pendidikan dan pengajaran sangat ditentukan oleh apa yang terjadi di kelas. Oleh sebab itu sudah selayaknyalah kelas dikelola dengan baik, professional, dan harus terus-menerus. Djamarah (2006 : 173) menyebutkan " Masalah yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Aspek yang sering didiskusikan oleh penulis professional dan pengajar adalah juga pengelolaan kelas". Mengingat tugas utama dan paling sulit bagi pengajar adalah pengelolaan kelas, sedangkan tidak ada satu pendekatan yang dikatakan paling baik. Sebagian besar guru kurang mampu membedakan masalah pengajaran dan masalah pengelolaan. Masalah pengajaran harus diatasi dengan cara pengajaran dan masalah pengelolaan harus diatasi dengan cara pengelolaan.
Manajemen kelas diperlukan karena dari hari ke hari bahkan dari waktu ke waktu tingkah laku dan perbuatan siswa selalu berubah. Hari ini siswa dapat belajar dengan baik dan tenang, tetapi besok belum tentu. Kemarin terjadi persaingan yang sehat dalam kelompok, sebaliknya di masa mendatang boleh jadi persaingan itu kurang sehat. Kelas selalu dinamis dalam bentuk perilaku, perbuatan, sikap, mental, dan emosional siswa.
Karena guru sebagai ujung tombak pelaku pendidikan mempunyai posisi strategis, mempunyai pengaruh langsung terhadap proses pembelajaran. Kualitas proses dan hasil belajar pada akhirnya ditentukan oleh mutu pertemuan antara guru dan siswa. Ilmu guru baik empirik maupun rasional serta berbagai keterampilan yang dimilikinya akan diteruskan dan jadi alat pengembangan sikap keilmuan siswanya (Uwes, 1999 : 11).
Oleh karena itu untuk menjadi seorang guru tidak mudah, untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik maka guru harus memiliki berbagai kompetensi. Kompetensi profesional, sosial-personal dan manajemen kelas.
Berangkat dari pemikiran dan hasil observasi di UPTD Pembinaan TK/SD dan PLS Kec. X sebagaimana kajian diatas, maka penelitian ini terfokus pada manajemen kelas dan etos kerja guru dengan judul : "Pengaruh Manajemen Kelas dan Etos Kerja Guru terhadap Efektivitas Proses Belajar Mengajar Guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X".

B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah, maka disimpulkan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana manajemen kelas guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?
2. Bagaimana etos kerja guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?
3. Bagaimana efektivitas proses belajar mengajar di Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?.
4. Seberapa besar pengaruh manajemen kelas terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?.
5. Seberapa besar pengaruh etos kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?.
6. Seberapa besar pengaruh manajemen kelas dan etos kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan secara umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh Manajemen Kelas dan Etos Kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru di Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang : 
1. Manajemen kelas guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
2. Etos kerja guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
3. Efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
4. Pengaruh manajemen kelas terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
5. Pengaruh etos kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar di Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
6. Pengaruh manajemen kelas dan etos kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.

D. Kegunaan Penelitian
Melalui hasil penelitian dapat diperoleh informasi baru dan beberapa informasi penting tentang : 
1. Kerangka/model dalam upaya efektivitas proses belajar mengajar di Sekolah Dasar
2. Hasil pengaruh manajemen kelas terhadap efektivitas proses belajar mengajar di Sekolah sehingga dapat memberikan kontribusi bagi guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
3. Pengayaan wawasan keilmuan dan pengetahuan tentang efektivitas proses belajar mengajar melalui intervensi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran.
4. Orang tua dan masyarakat sebagai salah satu tanggung jawab bersama atas penyelenggaraan pendidikan agar terus membantu meningkatkan mutu sekolah melalui pengawasan baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas proses pembelajaran.
5. Pemerintah dalam hal ini Dinas pendidikan, pengawas, kepala sekolah dan pihak-pihak yang terkait serta yang berkepentingan terhadap pendidikan agar mempertimbangkan faktor-faktor sarana dan prasarana, faktor pentingnya kontribusi manajemen kelas dan kontribusi etos kerja guru dalam upaya efektivitas proses belajar mengajar yang intinya bermuara pada peningkatan mutu pendidikan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:05:00

PERANAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA GURU SD

PERANAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor strategis dalam menciptakan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan ujung tombak dari kemajuan suatu bangsa, karena pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang juga berkualitas dan produktif. Sumber daya manusia yang handal akan mendorong suatu negara menjadi maju dan pesat dalam persaingan global. Hanya negara-negara dengan sumber daya manusia yang unggul yang akan mampu bersaing dan menjadi pelaku utama dalam era kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini.
Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dalam mengelola pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Peranan guru sangat menentukan keberhasilan anak didiknya, sebab gurulah yang sehari-hari secara langsung berinteraksi dengan siswanya sehingga dialah yang paling mengetahui perkembangan anak didiknya yang pada gilirannya dia pula yang akan menentukan langkah-langkah apa yang terbaik yang mesti dilakukan untuk membenahi kesenjangan yang ada.
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh mutu guru yang menangani langsung pendidikan di sekolah. Guru sebagai ujung tombak dalam melaksanakan pembelajaran di kelas semestinya memiliki kompetensi mengajar yang mampu mengelola pembelajaran secara baik, sehingga siswa mendapat pengalaman belajar dari gurunya.
Hasil studi Heyneman dan Loxly menurut Supriadi (1999 : 178) dalam Riduwan (2010 : 304) pada 29 negara menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga masukan yang menentukan pendidikan (prestasi siswa) ditentukan oleh guru. Berdasarkan hasil studi tersebut, nampak bahwa salah satu upaya yang perlu mendapat perhatian yang utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah peningkatan kualitas guru atau dengan kata lain bahwa sejalan dengan usaha yang telah dilakukan pemerintah sebagai penyedia pendidikan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan, peningkatan profesionalisme atau mutu tenaga pendidik merupakan hal mutlak yang mesti diperhatikan. Tanpa peningkatan profesionalisme guru, maka usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak akan berdampak nyata, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Pemerintah semestinya selalu berusaha meningkatkan kompetensi guru secara bertahap, baik melalui penataran-penataran, melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun dengan menggalakkan berbagai workshop dan seminar yang diadakan baik di tingkat pusat, maupun di daerah masing-masing. Kegiatan pembinaan guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam setiap usaha peningkatan mutu pembelajaran.
Tantangan yang dihadapi dalam dunia pendidikan semakin kompleks, maka konsekuensinya guru sebagai pelaku utama dituntut untuk meningkatkan peranan dan kemampuannya untuk menghadapi tantangan tersebut. Berkaitan dengan jabatan dan profesi sebagai seorang guru, fenomena sekarang terlihat di beberapa tempat bahwa masih terdapat guru yang belum memiliki keahlian yang diperolehnya melalui pendidikan dan ditunjukkan dengan sertifikat atau ijazah dan akta yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
Peran guru yang profesional dapat menumbuhkan kualitas pendidikan Indonesia, maka kebutuhan utama yang harus diperhatikan tentulah bagaimana agar guru-guru memiliki kompetensi-kompetensi yang memadai, yaitu guru-guru yang memiliki kompetensi-kompetensi sebagaimana yang dicantumkan dalam UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 yang meliputi; kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional. Hal ini juga menjadi sangat berpengaruh terhadap kinerja dan hasil yang diharapkan pada anak didik. Oleh sebab itu dalam rangka menjadikan guru sebagai tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara terus menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja profesional perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Sehingga seiring dengan waktu dan tantangan yang dihadapi, kemampuan guru juga semestinya semakin meningkat dalam membekali anak didiknya dengan ilmu yang berguna untuk selalu dapat menghadapi tantangan jaman, atau dengan kata lain pendidikan yang diberikan oleh guru sesuai dengan amanat pendidikan nasional kita.
Guru merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan untuk terselenggaranya proses pendidikan. Keberadaan guru merupakan pelaku utama sebagai fasilitator penyelenggaraan proses belajar siswa. Oleh karena itu kehadiran dan profesionalismenya sangat berpengaruh dalam mewujudkan program pendidikan nasional. Guru harus memiliki kualitas yang memadai, karena guru merupakan salah satu komponen mikro system pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran dalam proses pendidikan persekolahan (Suyanto dan Hisyam, 2000 : 27). Menurut UU RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB XI Pasal 39. Dinyatakan bahwa ;
(1). Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelola, pengembang, pengawas dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2). Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi.
Guru memiliki peran yang penting, posisi yang strategis, dan bertanggungjawab dalam pendidikan nasional. Guru memiliki tugas sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Guru yang profesional akan tercermin dalam tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode yang digunakannya dalam berinteraksi dengan anak didiknya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru yang belum memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran. Data dari Evaluasi Diri Sekolah online memperlihatkan bahwa dari 8 Standar Nasional Pendidikan (isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan, sarana dan prasarana, penilaian dan pembiayaan) yang dievaluasi, maka komponen Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang masih banyak belum memenuhi standar nasional pendidikan.
Kendala lain yang ditemukan adalah sulitnya mewujudkan peningkatan kinerja guru, khususnya melalui pendidikan dan pelatihan. Kontinyuitas peningkatan kemampuan guru serta kesempatan yang sama untuk meningkatkan kemampuan dalam profesi guru merupakan kebutuhan yang mendesak seiring dengan perubahan tantangan yang dihadapi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Peranan Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya pada Kinerja Guru SD

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, terlihat bahwa dalam kenyataannya masih banyak guru-guru yang masih belum memenuhi standar kompetensi yang disyaratkan sebagai seorang pendidik. Standar kompetensi guru dapat dijadikan acuan dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan peningkatan kualitas pembelajaran. Salah satu kompetensi yang sangat penting dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi pedagogik atau kompetensi dalam mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang efektif dan efisien yang didukung dengan guru yang memiliki kompetensi yang memadai pada gilirannya akan menghasilkan kualitas belajar peserta didik yang memuaskan.
Di lapangan banyak ditemukan guru hanya sekedar mengisi jam yang belajar yang dibebankan kepadanya, yang berarti bahwa aspek-aspek pembelajaran yang baik belum menjadi fokus mereka. Hal ini umumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan dan kemampuan guru dalam memahami tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Pengembangan kemampuan guru secara terus-menerus seiring dengan tantangan yang dihadapi melalui pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru.
Penelitian ini mengambil fokus pada Peranan Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya pada Kinerja Guru SD. 

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka dapat disimpulkan rumusan masalah : Bagaimana Peranan Pendidikan dan Pelatihan terhadap Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya terhadap Kinerja Guru SD. Rumusan masalah tersebut dapat diuraikan dalam beberapa pertanyaan berikut yaitu : 
1. Bagaimana gambaran tentang pendidikan dan pelatihan guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
2. Bagaimana gambaran tentang kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
3. Bagaimana gambaran kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
4. Bagaimana peranan pendidikan dan pelatihan terhadap peningkatan kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
5. Bagaimana peranan pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
6. Bagaimana pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
7. Bagaimana peranan pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi tentang Peranan Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya pada Kinerja Guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 
1. Gambaran tentang pendidikan dan pelatihan guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
2. Gambaran tentang kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan Y Barat Kota Y ?
3. Gambaran kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
4. Gambaran peranan pendidikan dan pelatihan guru terhadap kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
5. Gambaran tentang peranan pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
6. Gambaran tentang pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
7. Gambaran tentang dampak pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?

E. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi untuk membandingkan antara kajian-kajian teori yang ada dengan kenyataan yang ada di lapangan, sehingga akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap masalah ini.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian secara praktis diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 
a. Memberikan masukan bagi pihak sekolah untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk merumuskan pola pengembangan kompetensi guru untuk meningkatkan kinerja guru.
b. Bahan pertimbangan bagi jajaran pimpinan dinas pendidikan kabupaten untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui aspek peningkatan pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja guru.
c. Bagi peneliti, ini merupakan temuan awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang peranan pengembangan kinerja guru melalui pendidikan dan pelatihan. 

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:00:00

MANFAAT SHARING PENGALAMAN MENGAJAR DALAM FORUM KKG BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBUKA DAN MENUTUP PELAJARAN SERTA PENGUASAAN KONSEP GURU

MANFAAT SHARING PENGALAMAN MENGAJAR DALAM FORUM KKG BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBUKA DAN MENUTUP PELAJARAN SERTA PENGUASAAN KONSEP GURU (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN DASAR)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu reformasi bidang pendidikan adalah meningkatkan mutu pengajar atau pendidik agar menghasilkan output yang bermutu dan mampu bersaing dengan negara-negara maju. Dalam rangka meningkatkan kompetensi mengajar guru SD agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi yang semakin pesat, maka perlu dilakukan peningkatan kompetensi guru. Peningkatan kompetensi dimaksudkan untuk memperluas pengetahuan dan meningkatkan keterampilan mengajar. Hal tersebut dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, baik yang diupayakan oleh guru-guru sendiri maupun yang diupayakan oleh pimpinannya (kepala sekolah dan pengawas).
Proses belajar-mengajar yang berkualitas adalah guru yang memiliki kompetensi mengajar yang memadai dalam hal merencanakan dan mengelola kegiatan belajar mengajar, serta menilai hasil belajar siswa. guru sebagai pengajar berperan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Oleh sebab itu guru dituntut untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan keterampilan mengajar.
Guru merupakan komponen penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan, tidak hanya berprofesi sebagai pengajar, namun juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Berdasarkan Standar Nasional Kependidikan, guru harus memiliki empat kompetensi dasar yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional. Namun, kompetensi-kompetensi yang dimiliki guru saat ini masih terbatas, sehingga diperlukan suatu upaya untuk mengoptimalkan kompetensi-kompetensi tersebut. guru dapat dinilai profesional ketika dia melakukan pengembangan wawasan dan ilmu, mampu menelaah secara kritis, serta kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi.
Para pengamat pendidikan menilai bahwa kualitas kemampuan profesionalisme guru SD belum memadai. Karena itu perlu terus ditingkatkan. Berbagai studi tentang kualitas guru, menyimpulkan bahwa kemampuan profesionalisme guru menguasai bahan pelajaran memberikan efek yang positif terhadap prestasi belajar. Menurut Saud (2009 : 54) penelitian dalam bidang pendidikan kependidikan di Indonesia menunjukkan bahwa 26,17% dari hasil belajar siswa dipengaruhi oleh penguasaan guru dalam hal materi pelajaran. Berkaitan hal itu Purwanto (Kotten, 2005 : 77) mengemukakan kekurangmampuan guru SD menguasai bidang studi antara lain disebabkan oleh standar kualitas kelulusan guru yang menurun, sikap dan cara mengajar guru yang tidak berubah-ubah selama bertahun-tahun mengajar. Banyak guru yang tidak pernah berupaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya sehingga sulit menyesuaikan did dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Menurut Widodo (2007 : 17) kenyataan banyak ditemukan di banyak sekolah guru belum mampu melaksanakan salah satu keterampilan dasar mengajar yaitu membuka dan menutup pelajaran, karena hakikat dari membuka pelajaran adalah kemampuan guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari.
Sedangkan menutup pelajaran adalah kegiatan yang bersifat memberikan umpan balik bagi siswa segera setelah pembelajaran usai serta memberikan penguatan maupun revisi terhadap segala sesuatu yang menjadi pengalaman belajar saat itu. Membuka dan menutup pelajaran merupakan salah satu dari beberapa keterampilan pembelajaran yang menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Seperti dimaklumi, bahwa sudah sejak lama praktik pembelajaran pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral. Praktik pembelajaran konvensional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana guru mengajar (teacher-centre) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centre), dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan.
Keadaan kualitas pendidikan seperti ini, menimbulkan keluhan dan kritikan dari berbagai kalangan masyarakat yang dialamatkan kepada guru. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa guru merupakan komponen yang layak mendapat perhatian, karena baik ditinjau dari posisi yang ditempati dalam struktur organisasi pendidikan maupun dilihat dari tugas yang diemban, guru merupakan pelaksana operasional terdepan yang menentukan dan mewarnai proses belajar-mengajar. Guru merupakan pusat dari produktivitas sekolah. Guru merupakan kunci bagi seluruh upaya pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan. Guru merupakan satu-satunya komponen yang dapat merubah komponen-komponen lainnya menjadi bervariasi (Arikunto, 1990).
Upaya meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yakni pendekatan internal dengan memanfaatkan guru yang lebih berpengalaman sebagai pelatih, pendekatan eksternal dengan mengirimkan guru untuk mengikuti pelatihan ataupun studi lanjut, dan dengan pendekatan kemitraan melalui kerjasama antara perguruan tinggi dan sekolah. Karakteristik program kemitraan adalah dikembangkannya prinsip kolaborasi yang memberikan keuntungan pihak-pihak yang terlibat. Prinsip kolaborasi juga dapat dilakukan antar sesama guru dalam suatu sekolah juga dapat menjadi ajang yang efektif untuk meningkatkan mutu guru.
Melalui sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG, antara guru-guru dalam sekolah, bertujuan agar para guru bergabung dalam satu kelompok saling tukar menukar pikiran dan pengalaman mengajar, saling membantu sesama guru, mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pengelolaan kegiatan belajar-mengajar (Satori, 1989 : 317). Jadi KKG merupakan suatu wadah tempat berhimpunnya guru-guru untuk membahas berbagai hal yang berhubungan dengan proses belajar-mengajar. Melalui forum KKG ini juga bisa diselenggarakan belajar bersama dalam pengajaran, dalam hal ini bukan hanya guru yang melaksanakan pembelajaran saja yang dapat memetik manfaat, namun terlebih lagi rekan sejawat yang hadir pada saat pembelajaran. Dengan mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang guru, pengamat didorong untuk merefleksikan pembelajaran yang dilaksanakannya dan serta memikirkan bagaimana meningkatkan kualitasnya. Oleh karena itu forum KKG ini sesungguhnya merupakan forum belajar bersama untuk saling belajar dari pengalaman mengajar guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
Berpijak dari adanya kesadaran dan keinginan untuk meningkatkan SDM maka peranan guru khususnya di SD perlu diperkuat dan didukung oleh tersedianya tenaga kependidikan yang berkualitas yaitu guru yang sehingga dapat melaksanakan tugasnya, baik dalam merencanakan, melaksanakan, maupun mengevaluasi kegiatan belajar mengajar, serta terus berupaya mengembangkan diri sesuai kebutuhan perkembangan zaman.
Untuk merubah kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang berpusat kepada siswa memang tidak mudah, terutama di kalangan guru yang tergolong pada kelompok laggard (penolak perubahan/inovasi). Dalam hal ini, melalui sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG tampaknya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran di Indonesia menuju ke arah yang jauh lebih efektif. Hal ini sesuai pendapat Oliva (1984) bahwa upaya pengembangan tingkat pengetahuan dan keterampilan mengajar dapat dilakukan melalui in-service training.
Dari kenyataan diatas maka diperlukan sebuah alternatif untuk peningkatan kemampuan kompetensi mengajar guru dalam peningkatan kompetensi selain dalam bentuk pelatihan, salah satunya adalah dengan forum KKG sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran menuju ke arah yang jauh lebih efektif, juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru (Mulyasa, 2007).
Refleksi guru terhadap rekaman pembelajarannya dapat menemukan kelebihan dan kekurangannya sehingga memungkinkan ada perubahan cara mengajar guru setelah melakukan refleksi atas pembelajaran mereka yang direkam melalui video (Widodo, 2007 : 19). Tentunya semakin banyak refleksi itu dilakukan diharapkan akan mampu lebih memperbaiki profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran. Ini berarti metode ini dapat menjadi alternatif bagi peningkatan mutu pendidikan.
Pendidikan IPA seyogianya diarahkan untuk mengembangkan individu-individu yang melek sains (scientific literacy) yang meliputi pengetahuan tentang usaha ilmiah dan aspek-aspek fundamental tentang konsep, prinsip serta keterampilan ilmiah untuk memecahkan masalah sehari-hari dan dalam pengambilan keputusan (Amin, 1997). Dalam hal ini Buchori (2007 : 184) menyatakan bahwa menciptakan masyarakat yang menguasai teknologi inovatif baik dibidang produksi maupun konsumsi, hanya dapat diwujudkan apabila kepada mereka diberikan dasar kemampuan IPA yang mencukupi meliputi kemampuan : kognitif, keterampilan, sikap, atau nilai-nilai. Berkaitan dengan hal tersebut Abruscato (1982 : 19) menyatakan bahwa tujuan khusus pendidikan Sains harus mencakup tiga domain yang meliputi : kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ada beberapa pihak yang beranggapan bahwa pembelajaran IPA harus lebih ditekankan dalam mengembangkan potensi manusia, karena IPA dianggap mampu melatih orang berpikir secara logis dan sistematis. Pada hakikatnya pembelajaran Sains harus ditekankan pada tiga hal yaitu produk, proses, dan sikap.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang menunjukkan bahwa guru sebagai pendidik harus berusaha meningkatkan terus kompetensinya, baik melalui pelatihan maupun melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) di Sekolah Dasar. Pembinaan kompetensi guru adalah usaha memberikan bantuan kepada guru agar bertambah luas pengetahuannya, meningkatkan keterampilan mengajarnya serta menumbuhkan sikap profesional sehingga guru menjadi lebih ahli dalam mengelola proses belajar mengajar untuk membelajarkan anak didik (Depdikbud, 1994).
Kompetensi untuk guru SD yang mengajarkan IPA menurut Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru mencakup : 1) Mampu melakukan observasi gejala alam baik secara langsung maupun tidak langsung. 2) Memanfaatkan konsep-konsep dan hukum-hukum ilmu pengetahuan alam dalam berbagai situasi kehidupan sehari-hari. 3) Memahami struktur ilmu pengetahuan alam, termasuk hubungan fungsional antar konsep, yang berhubungan dengan mata pelajaran IPA.
Pernyataan diatas mempunyai arti bahwa tugas guru SD tidaklah mudah, apalagi peranan SD sebagai jenjang pendidikan formal yang pertama dan merupakan peletak dasar usaha pendidikan yaitu pembentukan sumber daya manusia. Perlu disadari pula bahwa seorang guru terikat oleh ruang, tempat dan waktu. Oleh karena itu perlu diusahakan suatu pembinaan secara berkala, simultan dan komprehensif melalui gugus sekolah agar setiap pribadi guru tumbuh subur rasa pengabdian dan tanggung jawab, karena profesi guru adalah jabatan kunci dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Disamping itu harus tetap komitmen terhadap upaya pengembangan kualitas profesinya.
Fokus penelitian ini adalah mencoba menggali tentang manfaat sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG bagi peningkatan membuka dan menutup pelajaran serta penguasaan konsep guru dalam mata pelajaran IPA SD pada materi energi dan perubahannya.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah yang telah dipaparkan, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : "Sejauhmanakah manfaat sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG dapat meningkatkan keterampilan membuka dan menutup pelajaran serta penguasaan konsep guru pada mata pelajaran IPA SD ?".
Untuk lebih rincinya masalah yang akan diteliti dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Apakah manfaat sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG dapat meningkatkan keterampilan membuka dan menutup pelajaran ?
2. Apakah manfaat sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG dapat meningkatkan guru terhadap penguasaan konsep ?

D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sampai sejauhmanakah manfaat sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG bagi peningkatan membuka dan menutup pelajaran serta penguasaan konsep guru pada mata pelajaran IPA SD. Dalam meningkatkan kompetensi guru agar dapat menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih berkualitas. Sedangkan tujuan khusus yang lebih operasional, penulis merumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui manfaat sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG bagi peningkatan kemampuan membuka dan menutup pelajaran.
2. Untuk mengetahui manfaat sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG bagi peningkatan guru terhadap penguasaan konsep.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil belajar IPA di SD. Manfaat yang akan dipetik dari penelitian ini adalah dapat dijadikan pedoman upaya peningkatan keterampilan membuka dan menutup pelajaran serta penguasaan konsep guru pada materi energi dan perubahannya melalui sharing pengalaman mengajar dalam forum KKG, dengan peningkatan kompetensi guru dalam hal keterampilan membuka dan menutup pelajaran serta penguasaan konsep yang nantinya akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:00:00

KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN PENGAWAS SEKOLAH DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SMK

KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN PENGAWAS SEKOLAH DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SMK 
(PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kualitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh faktor kinerja guru dalam memberikan pelayanan pembelajaran atau dengan kata lain, Kinerja Mengajar Guru. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang disampaikan Zamroni (2007 : 113), bahwa "kualitas proses belajar mengajar terutama ditentukan oleh kualitas guru, yakni kemampuan dan kemauan guru." Istilah kemampuan dan kemauan yang dikemukakan Zamroni tersebut dapat diartikan sebagai kinerja bila merujuk pada pendapat Keith Davis (1964 : 484) : "Human performance consists of ability and motivation." Artinya, kinerja seseorang meliputi kemampuan dan motivasi (kemauan). Jadi kinerja mengajar guru merupakan hasil persilangan antara kemampuan dan motivasi yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas pengajarannya di sekolah.
Menurut Zamroni kemampuan atau kompetensi guru merupakan penguasaan materi yang akan diajarkan dan penguasaan metodologi pembelajaran, sedangkan kemauan guru merupakan sifat positif guru terhadap tugas-tugas profesional mengajar yang tercermin pada dedikasi pada tugas-tugas tersebut.
Sejalan dengan pendapat Zamroni, Stephen P. Robbins (2006 : 52) mendefinisikan kemampuan sebagai kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu, sebagaimana dikemukakannya : "Ability is an individual capacity to do tasks in a certain job." Sedangkan Razik dan Swanson (1995 : 275), mendefinisikan kemauan atau motivasi sebagai upaya mewujudkan kemampuan menjadi tindakan atau tugas sebagaimana disampaikan mereka : "Motivation is the effort with which ability is applied to a task." Pendapat kedua pakar tersebut memperkuat pengertian kinerja sebagaimana juga dikemukakan oleh Zamroni di atas.
Dari pemaparan tentang kinerja tersebut dapatlah disimpulkan bahwa kinerja mengajar guru sangatlah penting karena menentukan kualitas pembelajaran di sekolah. Kinerja mengajar guru merupakan faktor yang bisa mencerminkan sikap dan karakter seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah. Kinerja mengajar guru merupakan nilai-nilai luhur yang perlu diinternalisasikan ke dalam diri setiap guru agar ia bekerja dengan penuh gairah dalam memberikan pelayanan pembelajaran dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah, sedang, dan akan dilakukannya kepada seluruh peserta didiknya.
Kinerja mengajar guru dalam perkembangannya telah menjadi sosok penting dan menjadi objek pembahasan yang menarik. Para pakar pendidikan maupun pakar manajemen dan administrasi pendidikan tidak henti-hentinya membicarakannya dan melakukan penelitian-penelitian yang berguna yang berhubungan dengan objek tersebut, begitu pula pihak pemerintah selalu menyinggungnya untuk menentukan kebijaksanaan yang tepat yang berhubungan dengan hal itu.
Pakar manajemen atau administrasi pendidikan, Sedarmayanti (2001 : 50) menyukai pendapat August W. Smith tentang definisi kinerja, bahwa kinerja didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia sebagaimana disampaikan melalui kutipannya : "performance is output derives from processes, human otherwise."
Pakar manajemen lainnya, Wibowo (2007) dalam buku "Manajemen Kinerja" mengemukakan pendapatnya, bahwa : 
"Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya" (Wibowo, 2007 : 2).
Dari pihak pemerintah, sebuah lembaga pemerintah, LAN (Lembaga Administrasi Negara, 1992) menjelaskan bahwa "kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja." Dengan kata lain kinerja adalah wujud perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi prestasi.
Kemudian untuk mengetahui tingkat kinerja seseorang, T.R. Mitchell (1989 : 327) menentukan ukurannya. Menurutnya kinerja seseorang bisa diukur berdasarkan kriteria atau standar berikut : (1) Kualitas hasil kerja (Quality of work); (2) Prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan (Promptness-Initiative); (3) Kemampuan menyelesaikan pekerjaan (Capability); dan (4) Kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain (Comunication).
Sedangkan standar kinerja mengajar guru pengukurannya menurut Piet A. Sahertian dalam Kusmianto (1997 : 49) harus mencakup : (1) Kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya; (2) Bekerja dengan siswa secara individual; (3) Persiapan dan perencanaan pembelajaran; (4) Pendayagunaan media pembelajaran; (5) Melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar; dan (6) Kepemimpinan yang aktif dari guru.
Selanjutnya Menteri Pendidikan Nasional membuat kebijaksanaan untuk mengukur kinerja guru dengan istilah standar kompetensi guru sebagaimana disampaikannya dalam Permendiknas RI (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu : (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Kinerja guru yang sebenarnya diwujudkan dalam bentuk perilaku guru dalam memberikan pelayanan pembelajaran kepada peserta didiknya, atau dengan kata lain kinerja mengajar guru meliputi : (1) Merencanakan pembelajaran; (2) Melaksanakan kegiatan/proses pembelajaran; dan (3) Menilai hasil belajar.
Pengukuran atau standarisasi terhadap kinerja mengajar guru tersebut diperlukan guna memberi kesempatan bagi para guru untuk mengetahui tingkat kinerja mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sedarmayanti (2001 : 54), bahwa "untuk dapat mengevaluasi kinerja pegawai secara obyektif dan akurat, maka perlu ada tolok ukur tingkat kinerja. Pengukuran tersebut berarti memberi kesempatan bagi para pegawai untuk mengetahui tingkat kinerja mereka."
Disamping itu hasil pengukuran terhadap kinerja guru dapat memberikan masukan kepada sekolah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi para pegawainya (guru-gurunya) terhadap keberhasilan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai sekolah tersebut. Kemudian informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut oleh sekolah dapat dipergunakan untuk memperhitungkan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru-gurunya sesuai dengan tingkat kesulitan mereka agar gairah kerja mereka di sekolahnya tetap meningkat.
Namun fenomena yang terjadi di lapangan sungguh berbeda, karena kinerja mengajar guru di beberapa sekolah di daerah tertentu masih belum menunjukkan kenaikan yang berarti dalam memberikan pelayanan pendidikan dan pembelajaran, meskipun ada diantara mereka telah berulang kali mendapat pendidikan dan pelatihan dari lembaga-lembaga, pusat-pusat pelatihan atau asosiasi-asosiasi profesi tersebut. Pendidikan dan pelatihan yang telah diprogramkan dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi pelatihan yang dimaksud diperkirakan belum dapat mengusik hati nurani dan perilaku sebagian guru untuk berubah agar meningkatkan kinerjanya lebih tinggi dari kebiasaannya semula.
Rendahnya kinerja guru SMK dalam memberikan pelayanan pengajaran dapat berdampak pada rendahnya kualitas proses/hasil pembelajaran dan juga mutu lulusan yang dihasilkan sekolah tersebut, sehingga hal ini menimbulkan banyak masalah, seperti peserta didik yang hasil belajarnya tidak mencapai SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimal) atau peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan di bawah standar tersebut, juga lulusan sekolah yang tidak cakap, tidak terampil, dan tidak memiliki keahlian yang cukup untuk bekal hidupnya sehingga tidak siap pakai di dunia kerja, karena lulusan tersebut tidak mencapai standar kompetensi yang memadai sesuai SKL (Standar Kompetensi Lulusan). Inilah hal-hal yang telah mengganjal dan menjadi keprihatinan dari para orang tua pemakai jasa pendidikan tersebut.
Rendahnya hasil UN/UAS di Kabupaten Z tidak berarti tidak ada upaya untuk meningkatkannya. Dinas Pendidikan Kabupaten Z telah berupaya untuk meningkatkan hasil ujian tersebut. Beberapa cara telah ditempuh oleh Dinas ini, diantaranya dengan cara memerintahkan para kepala SMK untuk mengawasi dan membina para guru dengan serius, namun hasilnya belum menggembirakan. Upaya lainnya dilakukan dengan pemberlakuan tindakan Sidak (sistem tindakan di tempat atau inspection) dengan tujuan membuat jera para pelanggar disiplin dan memberikan sanksi administratif kepada mereka. Contoh : guru atau pegawai selain guru yang melanggar disiplin pegawai seperti datang terlambat atau meninggalkan tugas pada jam-jam kerja, terkena sanksi administrasi. 
Namun cara ini tetap kurang efektif, karena pelaksanaannya tidak terkoordinasi dengan baik dan tidak ada tindak lanjutnya. Bahkan pelaksanaannya sering kali mengalami kegagalan atau kebocoran karena ada sebagian pejabat dan masyarakat yang berkepentingan dengan kebijaksanaan pendidikan di daerah ini tidak mendukung tindakan sidak karena mereka menganggap tindakan ini tidak manusiawi dan tidak realistis. Surat-surat perintah atau penugasan yang berhubungan dengan kegiatan pembinaan dan tindakan sidak ini telah diarsipkan dalam dokumen Dinas Pendidikan tersebut (Disdikab Z, 2006-2008).
Menyadari akan pengalaman kegagalan tersebut, maka diperlukan upaya lain yang lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu menurut perkiraan penulis saat ini ada upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu yang pertama adalah melalui pendekatan perilaku kepemimpinan yang tepat dan efektif, yang dapat dilakukan pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan dalam membina guru di sekolah binaan dan yang kedua adalah dengan penciptaan iklim kerja di sekolah yang baik, sehat dan kondusif atau iklim sekolah yang terbuka bagi kepentingan semua warga sekolah dan jalinan hubungan yang terbaik diantara mereka.
Sejalan dengan hal itu Sagala (2006 : 242) mengemukakan bahwa kegiatan pengawas ini dituntut untuk dapat memberikan perhatian khusus terhadap profesionalisme guru guna memperbaiki pengajaran sehingga tercipta kualitas yang baik.
Hal itu dapat terjadi bila kegiatan pengawasan berjalan dengan efektif. Neagley dan Evans (1980 : 1) mengatakan : "Effective supervision of instruction can improve the quality of teaching and learning in the classroom." Artinya pengawasan pembelajaran yang efektif dapat memperbaiki kualitas belajar mengajar di kelas.
Pendapat dan hasil-hasil penemuan penelitian yang dikemukakan di atas, semuanya memberikan dukungan yang kuat bahwa untuk meningkatkan kinerja mengajar guru SMK diperlukan perilaku kepemimpinan yang baik dan tepat (efektif) dari seorang pemimpin pengajaran yang dapat memahami perilaku dan kebutuhan dasar guru SMK dan mampu membimbing dan mengarahkan mereka ke arah peningkatan kemampuan profesional dan motivasi berprestasi mereka, yaitu pengawas sekolah dengan perilaku kepemimpinannya yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya melakukan pembinaan dan perbaikan pengajaran di sekolah binaan. Juga diperlukan adanya iklim kerja yang terbuka yang dapat menjaga perasaan dan hubungan satu sama lain serta saling menghargai pekerjaan masing-masing dari seluruh warga sekolah. Dengan demikian cara-cara yang telah diuraikan tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja mengajar guru di SMK sesuai dengan harapan.
Melihat kenyataan ini penulis tergugah untuk mengangkat masalah kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru di SMK dalam suatu penelitian, maka penulis ingin meneliti dengan judul "Kontribusi Perilaku Kepemimpinan Pengawas Sekolah dan Iklim Kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SMK di Kabupaten Z".

B. Identifikasi dan Batasan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian dapat diidentifikasikan dan dibatasi sebagai berikut : 
1. Identifikasi masalah
Masalah utama dalam penelitian ini adalah : "Kinerja Mengajar Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Z masih rendah atau belum optimal dilaksanakan sehingga kualitas proses pembelajaran di sekolah-sekolah tersebut kurang bermutu."
2. Batasan masalah
Dari hasil analisis teridentifikasi 8 (delapan) faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z, yaitu : pelatihan dan pengembangan, kesejahteraan/insentif, fasilitas pembelajaran atau alat bantu mengajar, perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja di sekolah, latar belakang pendidikan, kepuasan kerja, dan keuangan sekolah.
Hasil tersebut dikonfirmasikan dengan pengamatan langsung di lapangan. Ternyata dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja mengajar guru sekolah tersebut yang paling utama terlihat dengan kasat mata penulis adalah perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja di sekolah.
Berdasarkan pernyataan masalah tersebut, maka masalah tersebut perlu dibatasi yaitu seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 
1. Bagaimana gambaran empiris tentang perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja, dan kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
2. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
3. Seberapa besar kontribusi iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ? 
4. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis : 
1. Gambaran empiris tentang perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja dan kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
2. Kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
3. Kontribusi iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
4. Kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tentang kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z, yaitu : 
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah perkembangan keilmuan di bidang administrasi pendidikan, khususnya pemahaman terhadap pengembangan aspek sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu perilaku kepemimpinan pengawas sekolah yang tepat dan efektif, iklim kerja di sekolah yang terbuka, dan kinerja mengajar guru SMK yang optimal dan profesional dalam bekerja sebagai komponen input/proses dan prestasi peserta didik/siswa yang memuaskan dan kualitas lulusan/tamatan yang bermutu sebagai komponen output serta permintaan masyarakat pemakai jasa pendidikan dan tenaga kerja oleh dunia usaha (DU) dan dunia industri (DI) sebagai komponen outcome.
2. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan pemikiran bagi guru dalam rangka meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didiknya dengan cara merefleksi diri atas perilaku kerjanya selama ini dan berupaya memperbaiki kemampuan profesionalnya dan motivasi kerjanya di tempat manapun ia bertugas.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:58:00

KONTRIBUSI POLA ASUH ORANGTUA DAN BIMBINGAN GURU TERHADAP PERILAKU SOSIAL ANAK SD

KONTRIBUSI POLA ASUH ORANGTUA DAN BIMBINGAN GURU TERHADAP PERILAKU SOSIAL ANAK SD (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN DASAR)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya manusia adalah homo socius, yaitu mahluk sosial, yang mau-tidak mau pasti melakukan berbagai hubungan dan interaksi sosial dengan sesamanya dalam upayanya memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing. Menurut para ahli, interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan individu yang lain, yang ditandai dengan adanya saling mempengaruhi, saling mengubah, dan saling memperbaiki. Adapun faktor-faktor minimal yang menjadi dasar terjadinya interaksi sosial dikemukakan oleh Bonner, sebagaimana dikutip oleh Gerungan (1988 : 56), yaitu : 1) faktor imitasi, 2) faktor identifikasi, 3) faktor sugesti, dan 4) faktor simpati (Supriatna, 2008).
Terkait interaksi sosial dalam lembaga pendidikan dan pembelajaran antara siswa dengan sesamanya atau antara siswa dengan guru di sekolah, faktor-faktor inilah yang dapat mengembangkan pola-pola interaksi sosial dalam upaya meningkatkan pengembangan diri dan pencapaian nilai-nilai yang dibutuhkan siswa, baik kognitif, afektif ataupun psikomotor, kelak ketika siswa kembali kepada lingkungan keluarga dan masyarakat atau lingkungannya.
Pengembangan diri dan nilai-nilai yang dibutuhkan siswa atau anak harus dimulai dari lingkungan keluarga, sebagai unit sosial terkecil. Keluarga harus merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena tugasnya meletakkan dasar-dasar pertama bagi perkembangan anak.
Sebagai salah satu lingkungan pendidikan, keluarga (dalam hal ini orang tua) berkewajiban memberikan dasar-dasar bagi perkembangan kepribadian dan potensi anak selanjutnya (kognitif, afektif, dan psikomotor), serta turut menunjang perwujudan Sumber Daya Manusia (SDM) seutuhnya, beriman, bertaqwa, berkualitas dan berbudi pekerti luhur. Upaya ini harus diterapkan sejak usia dini, baik di lingkungan formal (sekolah), informal (keluarga), maupun non formal (masyarakat).
Hal ini berdasarkan pendapat Berk (2003), sebagaimana dikutip oleh Juwitaningrum (2008) yang mengemukakan bahwa : 
Masa pra-sekolah merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang individu. Masa ini diyakini oleh para ahli psikologi sebagai sebuah periode keemasan (golden age). Segala sesuatu yang terjadi dalam fase ini diyakini akan memiliki dampak jangka panjang yang bersifat menetap pada kehidupan seorang individu.
Salah satu upaya meraih masa keemasan tersebut adalah melalui pendidikan bagi anak usia dini yang berlangsung dalam jalur formal, yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA). Hal ini tercantum dalam Penjelasan UU No. 20/2003 Pasal 28 (1), yang menyatakan bahwa : 
"TK menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan anak didik."
Berdasarkan uraian tersebut, maka terdapat dua wadah tempat berlangsungnya proses pengembangan kepribadian dan potensi anak, yaitu keluarga dan sekolah. Dua wadah ini menegaskan keberadaan peran sebagai pendidik dari orang tua dan guru dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua dan guru harus secara bersama-sama mendidik anak.
Pada posisi ini, masing-masing saling memperlakukan diri sebagai mitra yang sejajar. Artinya, di saat fungsi edukatif dari masing-masing hilang karena anak berada bukan dalam wadahnya, maka salah satu pihak adalah yang paling bertanggung jawab. Untuk itu, masing-masing harus bertindak kooperatif, koordinatif dan komunikatif dalam memfasilitasi aktivitas belajar anak.
Dengan demikian, ke duanya harus saling menjalin komunikasi, saling kerja sama, saling memberi dan menerima masukan tentang kemajuan perkembangan dan belajar anak, saling bertukar pikiran, saling berpartisipasi, saling berkontribusi, baik secara periodik atau insidental, serta saling memperhatikan harapan-harapan dan preferensi masing-masing. Harapan-harapan ini tergambar dalam eratnya hubungan dan cara interaksi antara guru dengan anak didik (siswa) sebagai hal yang sangat esensial dalam pembelajaran berbasis bimbingan, sebagaimana dikemukakan oleh Solehuddin (2008), bahwa : 
Guru harus menampilkan sikap dan perilaku yang mendukung aktualisasi berbagai potensi dan minat anak dengan cara menghargai setiap pribadi anak tanpa kecuali, memperlakukan anak secara wajar dan tidak berlebihan, memberikan dukungan positif terhadap upaya-upaya belajar anak, serta berhubungan secara hangat dan terbuka dengan anak.
Guru harus berupaya memahami sudut pandang anak dan menanggapi perilaku anak secara logis sesuai dengan kapasitas berpikir anak. Guru memperhatikan dan menghargai pendapat dan prakarsa anak, serta responsif terhadap pengalaman-pengalaman emosional anak. Guru juga bersikap permisif dengan mempersilahkan anak untuk berinisiatif, berkreasi, dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain, semua guru, termasuk guru TK berperan penting bagi perkembangan pribadi anak, baik sosial, emosional maupun intelektualnya, sehingga mampu menumbuhkan keceriaan, kesadaran diri, identitas, serta kekuatan yang penting sebagai dasar-dasar pendidikan lebih lanjut.
Selain itu, guru TK dituntut bersikap lebih hangat, penuh senyum, sabar dan ramah melalui sikap mendidik dengan pelayanan yang ramah, menghargai dan menyayangi para siswanya, sehingga anak mampu merekam pembelajaran dengan hasil yang bagus. Apalagi potensi yang dimiliki oleh anak TK ibarat menulis di atas batu, sehingga berhasil-tidaknya orang tua dan guru dalam membimbing dan mendidik akan tercermin pada perilaku anak di kemudian hari.
Dengan demikian, di saat anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, yang ditandai dengan perubahan pola perilaku, maka guru dan orang tua harus memahami bagaimana pertumbuhan dan perkembangan perilaku sosial anak, melalui pola dan gaya pembimbingan tertentu. Untuk itulah, pembelajaran berbasis bimbingan guru dan pola asuh (peran) orang tua di TK harus mengakui bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua dan sekolah (guru).
Pembelajaran di rumah dan di sekolah, bukan mengembangkan kognitif semata, tapi juga memacu perkembangan motorik, emosi dan sosial. Agar perkembangan sosial anak tidak terhambat, maka orangtua perlu untuk melibatkan mereka dalam setiap aktivitas kehidupan di rumah. Tidaklah tepat untuk mengkondisikan mereka hanya untuk belajar semata, tanpa pernah memberi mereka tanggung jawab dan keterampilan sosial. Hal ini disebabkan, pendidikan anak usia TK ditekankan pada segi pengembangan berbagai potensi, pembentukan sikap dan perilaku, serta pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar sebagai bekal menghadapi kebutuhan dan tantangan hidupnya kelak di masa yang akan datang, baik di masyarakat maupun di lingkungannya.
Hal ini sesuai dengan beberapa karakteristik anak usia TK, sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi, yaitu unik, egosentris, aktif dan energik, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, eksploratif, dan berjiwa petualang, mengekspresikan perilaku secara relatif spontan, kaya dengan fantasi, mudah frustasi, kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu, memiliki daya perhatian yang masih pendek, bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman, serta semakin menunjukkan minat terhadap teman (Solehuddin, 2008).
Kesalahan bimbingan guru dan pola asuh (peran) orang tua dalam memahami potensi anak dikhawatirkan akan mengakibatkan bergesernya perilaku sosial anak ke arah yang tidak diharapkan. Pergeseran ini menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan saling membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sini muncul sejumlah konflik (permasalahan), yang bisa mengganggu perkembangan perilaku sosial anak di TK. Untuk itu, diperlukan konsistensi bimbingan guru dan pola asuh orangtua yang tepat dan bijak.
Konsep ini sangat sejalan dengan konsep bimbingan yang sangat peduli terhadap perkembangan anak secara menyeluruh, dan bersifat memfasilitasi perkembangan belajarnya secara individual agar mencapai taraf perkembangan yang optimal, serta berhasil melalui fase-fase perkembangan yang sukses. Berdasarkan konsep inilah, penulis beranggapan bahwa jenjang pra sekolah, yang dikenal dengan Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudatul Athfal (RA) mempunyai karakteristik tertentu, sehingga membutuhkan perlakuan tertentu juga.
Dengan demikian, dalam upaya mengembangkan perilaku sosial anak TK atau anak usia pra sekolah, guru dan orang tua tak bisa jalan sendiri-sendiri, tapi saling memberikan kontribusi pencapaian perkembangan perilaku, khususnya perkembangan perilaku sosial anak. Bimbingan guru dan pola asuh orang tua merupakan sesuatu yang terintegrasi sebagai bagian terbesar dari proses pembelajaran di TK. Untuk itu, penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui : Seberapa besar kontribusi bimbingan guru dan pola asuh orang tua terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?

B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, penulis mengidentifikasi sejumlah hal atau permasalahan yang ada di TK se-Kecamatan X Kabupaten Y, di antaranya : 
1. Gambaran empiris pola asuh orang tua di rumah, bimbingan guru, dan perilaku sosial anaknya yang bersekolah di TK.
2. Pengaruh pola asuh orang tua di rumah terhadap perilaku sosial anak TK.
3. Pengaruh bimbingan guru terhadap perilaku sosial anak TK.
4. Pengaruh pola asuh orang tua dan bimbingan guru terhadap perilaku sosial anak TK.
Berdasarkan hal-hal atau masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, penulis merumuskannya dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut : 
1. Bagaimana gambaran empiris bimbingan guru, pola asuh orangtua, dan perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?
2. Berapa besar kontribusi pola asuh orangtua terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?
3. Berapa besar kontribusi bimbingan guru terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?
4. Berapa besar kontribusi bimbingan guru dan pola asuh orangtua secara bersama-sama terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 
1. Mengetahui gambaran empiris bimbingan guru, pola asuh orangtua, dan perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y.
2. Mengetahui kontribusi pola asuh orangtua terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y.
3. Mengetahui kontribusi bimbingan guru terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y.
4. Mengetahui secara bersama-sama kontribusi bimbingan guru dan pola asuh orangtua terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, di antaranya adalah : 
1. Teoritis, sebagai bahan kajian dalam teknik bimbingan guru, pola asuh orangtua, dan kontribusinya terhadap perilaku sosial anak.
2. Praktis, bermanfaat bagi : 
a. Para guru dan orang tua, sebagai penambahan wawasan pengetahuan dan kompetensi guru dalam membimbing dan mengasuh anak usia TK.
b. Para kepala sekolah, sebagai bahan pembinaan kepada para pendidik, yang terkait dengan aspek bimbingan guru dan pola asuh orangtua.
c. Bagi penulis, sebagai tambahan wawasan pengetahuan tentang aspek bimbingan, pola asuh orang tua, serta perilaku sosial anak.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:56:00