Cari Kategori

PENERAPAN PENDEKATAN PAKEM DENGAN METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

PENERAPAN PENDEKATAN PAKEM DENGAN METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR (IPS KLS IV)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang memikirkan bagaimana menjalani kehidupan ini untuk mempertahankan hidup yang mengemban tugas dari Sang Khaliq untuk beribadah. Manusia merupakan makhluk yang diberi kelebihan dari Allah SWT dalam bentuk akal. Untuk mengolah akal pikirannya diperlukan suatu pola pendidikan melalui proses pembelajaran.
Berdasarkan Undang-undang RI No. 19 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.
Selain itu pada peraturan pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 19 ayat 1, disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (Rosdijati,2010 : 30-31)
Mata Pelajaran IPS di SD mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Selain itu pelajaran IPS juga berfungsi untuk pembangunan jati diri bangsa pada peserta didik yang menuju tercapainya integrasi bangsa (Supriatna, 2007 : 10)
Tujuan Pembelajaran IPS adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Kurikulum tahun 2006 di tingkat SD menyatakan bahwa pengetahuan sosial bertujuan untuk : (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. (2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global. (BSNP 2006 : 82)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menitik beratkan proses pembelajaran pada upaya mengembangkan kompetensi para siswa. Keberhasilan siswa ditentukan dari ketercapaian kompetensi-kompetensi yang disyaratkan sebagai mata pelajaran. Untuk mencapai itu, model pembelajaran yang monologis dan cenderung hanya ceramah menjadi tidak cukup memadai lagi. Sekolah dituntut mengembangkan pembelajaran aktif yang bisa menumbuh kembangkan kompetensi para siswanya. Salah satu pendekatan pembelajaran aktif yang banyak dikembangkan di tingkat SD dan MI adalah pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM).
Strategi pembelajaran aktif seperti PAKEM tidak menjadikan metode ceramah menjadi tidak penting lagi. Ceramah hanya menjadi salah satu metode, bukan satu-satunya. Metode ceramah tetap dibutuhkan, namun porsinya dikurangi. Titik tolak untuk penentuan strategi atau metode belajar yang dipakai oleh setiap guru tetaplah harus didasarkan pada tujuan pembelajarannya. Seperti halnya metode demonstrasi yang akan digunakan untuk pembelajaran IPS dalam penelitian ini.
Metode demonstrasi merupakan metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan sesuatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang diajarkan. (Muhibbin, 2000 : 230)
Dengan metode demonstrasi siswa diajak untuk aktif dalam pembelajaran yang sudah dirancang oleh guru mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Metode ini dirancang agar siswa dapat melihat secara langsung kegiatan pembelajaran yang akan mereka lalui. Selain itu agar siswa dapat mempraktikkannya secara langsung sehingga mereka tidak hanya belajar secara abstrak tetapi mengalaminya sendiri. Hal ini akan membangun pengetahuan siswa secara kongkrit dan siswa tidak akan cepat lupa terhadap materi yang sudah dipelajari.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat praktik mengajar di kelas IV SDN X khususnya pada saat pembelajaran IPS berlangsung terlihat bahwa guru dalam memberikan penjelasan materi sangatlah singkat, siswa disuruh untuk membaca yang lebih lengkap dalam lembar kerja siswa dengan pembatasan waktu 15 menit tanpa adanya bimbingan yang lebih intensif dari guru. Setelah siswa selesai membaca materi guru memberikan tugas untuk mengerjakan soal-soal dalam lembar kerja siswa tersebut. Setelah itu guru mencocokkannya dengan cara menukar lembar kerja siswa satu bangku dengan bangku yang lain.
Dengan kondisi tersebut siswa kelas IV SDN X mengalami penurunan prestasi belajar khususnya mata pelajaran IPS yang pencapaian nilainya dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah 60. Data hasil belajar diperoleh nilai terendah 30 dan nilai tertinggi 70. Dengan persentase yang tuntas hanya 23% sedangkan yang tidak tuntas mencapai 77% dengan jumlah siswa 13 orang.
Dari paparan hasil penelitian tersebut memperkuat peneliti untuk mengkaji permasalahan yang ada di kelas IV SDN X menggunakan pendekatan PAKEM dengan metode demonstrasi dalam pembelajaran IPS. Dengan pendekatan PAKEM yang dapat dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas akan membuat siswa lebih antusias dalam mengikuti pelajaran, karena pendekatan PAKEM menekankan pada 4 aspek dalam pembelajaran yang sesuai dengan karakter anak SD.
Pendekatan PAKEM mengajak siswa untuk aktif dan kreatif dalam pembelajaran, guru dapat merancang pembelajaran yang sederhana tetapi efektif bagi siswa sehingga pembelajaran akan menyenangkan. Melalui demonstrasi siswa dapat melihat secara langsung praktik yang dilakukan oleh guru dan siswa dapat melakukannya secara langsung. Sehingga penekanan aspek yang menjadi kesulitan siswa dapat dilakukan dengan berulang dan bervariasi sehingga pengertian siswa menjadi jelas.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diajukan judul penelitian sebagai berikut : “PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SDN X”.

B. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah 
1. Rumusan Masalah
a. Apakah penerapan Pendekatan PAKEM dengan Metode Demonstrasi dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan keterampilan guru kelas IV SDN X ?
b. Apakah penerapan Pendekatan PAKEM dengan Metode Demonstrasi dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas IV SDN X ?
c. Apakah penerapan Pendekatan PAKEM dengan Metode Demonstrasi dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SDN X ? 
2. Pemecahan Masalah
Dari rumusan masalah diatas, maka peneliti merencanakan pemecahan masalah untuk meningkatkan prestasi belajar IPS Melalui Pendekatan PAKEM dengan Metode Demonstrasi dalam Kompetensi Dasar 2.1 mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya.
Langkah-langkah pemecahan masalah tersebut direncanakan sebagai berikut : 
1) Merencanakan Pembelajaran
2) Jam datang siswa
3) Sarapan Pagi
4) Kartu kata hasil dari sumber daya alam
5) Kotak sumber daya alam
Pada rencana pembelajaran melalui Pendekatan PAKEM dengan metode Demonstrasi langkah-langkahnya antara lain : 
a) Guru menjelaskan dan mendemonstrasikan cara menempelkan potongan-potongan tempat dari sumber daya alam pada stereo foam.
b) Setelah potongan-potongan tersusun guru mengambil kartu kata dalam kardus, kartu kata yang sesuai dengan nama tempat tersebut dipasang pada bagian atas tempat tersebut.
c) Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 siswa.
d) Guru membagikan potongan-potongan tempat sumber daya alam kepada masing-masing kelompok.
e) Tempat sumber daya alam yang didapat menjadi nama kelompok
f) Guru meminta tiap kelompok untuk berlomba memasangkan potongan-potongan tempat sumber daya alam ke dalam stereo foam.
g) Setelah selesai barulah mencari kartu kata tersebut dalam kotak sumber daya alam dan menempelkannya dibawah tempat sumber daya alam.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian antara lain : 
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SDN X.
2. Tujuan khusus
a) Meningkatkan keterampilan guru melalui pendekatan PAKEM dengan Metode Demonstrasi pada siswa kelas IV SDN X.
b) Meningkatkan aktivitas siswa melalui pendekatan PAKEM dengan Metode Demonstrasi pada siswa kelas IV SDN X.
c) Meningkatkan prestasi belajar melalui pendekatan PAKEM dengan Metode Demonstrasi pada siswa kelas IV SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya. Selain itu dapat memberikan manfaat bagi : 
1) Bagi Guru
a. Meningkatkan penggunaan pendekatan pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan.
b. Guru dapat memilih metode dan media yang cocok untuk pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar IPS.
2) Bagi Siswa
a. Melatih siswa untuk belajar bekerja sama dalam kelompok dengan teman sebayanya.
b. Meningkatkan aktivitas belajar siswa.
c. Meningkatkan prestasi belajar siswa.
3) Bagi Sekolah
a. Menambah pendekatan dan model-model pembelajaran yang inovatif.
b. Meningkatkan kreativitas pembelajaran.
c. Meningkatkan kualitas hasil belajar.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:54:00

PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN

PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PT X



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan, dengan segala kebutuhannya dalam sebuah perusahaan. Sumber daya manusia adalah ujung tombak yang akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan dan juga merupakan faktor krisis yang dapat menentukan maju mundur serta hidup matinya suatu perusahaan.
Dalam dunia bisnis yang berkembang semakin pesat yang terlihat dari persaingan, serta perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih membawa perubahan pola kehidupan karyawan. Perubahan tersebut mengakibatkan tuntutan yang lebih tinggi terhadap setiap karyawan untuk lebih meningkatkan prestasi kerja mereka. Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan waktu (Hasibuan, 2007 : 93).
Prestasi kerja karyawan merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkannya. Seorang karyawan dikatakan memiliki prestasi dalam bekerja, jika beban kerja yang ditetapkan tercapai atau jika realisasi hasil lebih tinggi daripada yang ditetapkan perusahaan. Kondisi ini disebut prestasi karyawan dalam kategori terbaik. Tuntutan yang tidak mampu dikendalikan oleh setiap karyawan akan menimbulkan ketegangan dalam diri karyawan dan jika tidak dapat diatasi maka karyawan tersebut akan mengalami stress (Hariandja, 2002 : 304).
Stress merupakan kondisi dinamik yang di dalamnya seorang individu dihadapkan dengan suatu peluang (opportunity), kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stress tidak selalu berdampak buruk bagi individu. Stress disebut dalam konteks negatif, serta memiliki nilai-nilai positif terutama pada saat stress tersebut menawarkan suatu perolehan yang memiliki potensi (Robbins, 2003 : 377).
Segala macam bentuk stress pada dasarnya disebabkan oleh ketidakmengertian manusia akan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stress. Akibat-akibat stress terhadap seorang individu dapat bermacam-macam tergantung pada kekuatan konsep dirinya yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi tersebut terhadap stress.
Hampir setiap kondisi pekerjaan dapat menyebabkan stress, tergantung reaksi karyawan bagaimana menghadapinya. Faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan stress pada diri karyawan antara lain beban kerja yang berlebihan, desakan waktu yang membuat karyawan tertekan, beberapa tekanan juga datang dari sikap pimpinan, konflik dan ambiguitas peran mampu menyebabkan stress bagi karyawan (Davis, 1996 : 198).
Stress dapat membantu atau merusak prestasi kerja tergantung seberapa besar tingkat stress itu. Bila tidak ada stress, tantangan kerja juga tidak ada dan prestasi kerja cenderung menurun, sejalan dengan meningkatnya stress, prestasi kerja cenderung naik karena stress kerja membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja. Bila stress kerja terlalu besar maka prestasi kerja cenderung menurun karena stress mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, menjadi tidak mampu mengambil keputusan, dan perilakunya menjadi tidak menentu (Gitosudarmo dan I Nyoman, 2000 : 56).
PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri yang memproduksi minuman ringan dengan jenis Sarsaparilla dan Soda Water. Perusahaan ini berproduksi dengan menggunakan peralatan dan mesin cetak. PT. X memiliki target produksi minuman ringan per bulannya sebesar 24.000 krat (satu krat = 24 botol) dengan komposisi minuman ringan Sarsaparila sebesar 60% dan Soda Water sebesar 40% dengan waktu 8 jam kerja sehari dalam 6 hari kerja per minggu. Waktu kerja perusahaan ini dimulai pukul 08.00-17.00 WIB dan waktu istirahat dari pukul 12.30-13.30 WIB.
PT. X menilai prestasi kerja karyawan dari hasil produksi dengan membandingkan jumlah realisasi produksi dengan target produksi setiap bulan. Namun pada realisasinya, PT. X ini tidak mampu memproduksi minuman ringan sesuai dengan target yang diharapkan. 
Kondisi ini berpotensi mempengaruhi tidak tercapainya target produksi di PT. X ini adalah beban kerja yang terlalu besar yang diberikan kepada karyawan. Dimana beban kerja yang harus diselesaikan karyawan tidak seimbang dengan waktu kerja yang diberikan kepada karyawan untuk memproduksi minuman ringan di PT X.
Berdasarkan kondisi yang terjadi pada perusahaan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul "PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. X"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 
1. Apakah stress kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan ?
2. Indikator stress kerja manakah (konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, dan pengaruh kepemimpinan) yang dominan mempengaruhi prestasi kerja karyawan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendapatkan bukti empiris, apakah variabel stress kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan.
b. Untuk mengetahui yang mana diantara indikator stress kerja (konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, dan pengaruh kepemimpinan) yang dominan mempengaruhi prestasi kerja karyawan.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada perusahaan dalam mengatasi masalah stress kerja dan upaya meningkatkan prestasi kerja karyawan.
b. Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pemikiran guna memperluas cakrawala wawasan dalam bidang manajemen sumber daya manusia khususnya dalam masalah stress kerja dan prestasi kerja.
c. Bagi Pihak lain
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi yang menjadi perbandingan dalam melakukan penelitian sejenisnya di masa yang akan datang.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:42:00

PENGARUH KOMPONEN PEMBENTUK BRAND EQUITY TERHADAP PURCHASE INTENTIONS

PENGARUH KOMPONEN PEMBENTUK BRAND EQUITY TERHADAP PURCHASE INTENTIONS



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini, merek akan menjadi sangat penting karena atribut-atribut lain dari kompetisi, misalnya atribut produk, relatif mudah ditiru. Karena itu, perusahaan harus mengelola secara terus-menerus intangible asset-nya, seperti brand equity (ekuitas merek) (Durianto, Sugiarto dan Budiman, 2004). Ekuitas merek tidak tercipta begitu saja. Penciptaan, pemeliharaan, dan perlindungan harus ditangani secara profesional. Merek yang prestisius adalah merek yang memiliki ekuitas sehingga memiliki daya tarik di mata konsumen (Durianto, Sugiarto dan Budiman, 2004).
Merek (brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal maupun global. Riset merek selama ini masih didominasi sektor consumer markets, terutama dalam kaitannya dengan produk fisik berupa barang (Webster & Keller dalam Tjiptono, 2005). Kendati demikian, literatur merek mulai berkembang pula untuk sektor jasa (contohnya, Berry, 2000, de Chernatony & Segal-Horn, 2001, 2003; Krishnan & Harline, 2001) (Tjiptono, 2005).
Fenomena persaingan di era globalisasi semakin mengarahkan sistem perekonomian dari negara manapun ke arah mekanisme pasar, yang pada akhirnya memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan pangsa pasar. Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah melalui merek produk, yang dewasa ini berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi suatu perusahaan.
Biaya yang digunakan oleh perusahaan dalam meluncurkan merek baru ke pasar kira-kira sebesar $100 juta, dengan 50 persen kemungkinan gagal (Crawford dalam Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu, 1995). Oleh karena itu, tidak heran jika banyak perusahaan membeli sebuah merek dengan harga yang sangat mahal. Hal ini bisa terlihat pada aktivitas merger dan akuisisi yang sering terjadi baik di pasar Indonesia maupun Internasional. Sebagai contoh merger yang terjadi pada bank Mandiri, bank Permata, akuisisi Indofood atas Bogasari, dan akuisisi Kalbe Farma atas Dankos Lab. Dalam skala internasional, terjadi merger antara Daimler-Benz dengan Chrysler, Exxon dengan Mobil Oil, Pharmacia dengan Upjohn, akuisisi Singapore Technologies Telemedia (STT) atas Indosat, akuisisi Sony atas Columbia Picture dan merger antara America On Line dengan Time Warner senilai $165 milyar yang terjadi pada bulan Januari 2000. Semua contoh di atas dilakukan oleh perusahaan demi mendapatkan keunggulan kompetitif, salah satunya adalah mendapatkan nilai tambah (added value) bagi produk dengan mendapatkan merek yang telah eksis di pasar.
Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan asset yang tak ternilai. Perusahaan mengembangkan merek agar mereka dapat bersaing di pasar. Salah satu konsep yang kemudian menjadi pilar teori tentang ekuitas merek adalah konsep dari Aaker (1991) dalam Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu (1995), yang menurutnya ekuitas merek terdiri dari brand awareness, brand associations, perceived quality dan brand loyalty. Ekuitas merek dapat didiskusikan dari perspektif investor, perusahaan, retailer atau konsumen (Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu, 1995). Dalam penelitian ini akan mengacu kepada ekuitas merek yang berbasis konsumen (customer-based brand equity), sebuah merek memiliki ekuitas sebesar pengenalan konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka beserta asosiasi merek yang mendukung, kuat, dan unik (Shimp, 2003).
Bagi perusahaan yang sadar akan makna penting dan strategisnya merek, ekuitas merek menjadi hal yang selalu diperhatikan dan pengukurannya dilakukan secara teratur, karena ekuitas merek dapat dianggap sebagai tambahan arus kas yang diperoleh melalui pengaitan nama merek dengan produk/jasa yang mendasarinya (Biel, 1992) seperti dikutip oleh Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu (1995).
Terdapat dua pendekatan utama dalam pengukuran ekuitas merek, yaitu pendekatan berbasis keuangan dan konsumen. Dalam pengukuran ekuitas merek dengan pendekatan berbasis keuangan, Simon dan Sullivan (1993) dalam Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu (1995) menggunakan pergerakan harga saham untuk mengetahui ekuitas merek, karena harga saham merefleksikan prospek masa depan dari merek. Mahajan, Rao dan Srivastava (1991) menggunakan nilai potensial merek pada perusahaan yang diakuisisi sebagai indikator ekuitas merek. Sedangkan pengukuran ekuitas merek dengan pendekatan berbasis konsumen biasanya terbagi menjadi dua kelompok : meliputi persepsi konsumen (awareness, brand associations, perceived quality) dan perilaku konsumen (brand loyalty, keinginan untuk membayar produk dengan harga tinggi). Para pakar pemasaran menganggap pendekatan berbasis konsumen lebih penting dan relevan untuk diadopsi karena pada akhirnya konsumenlah yang menentukan ekuitas suatu merek. Namun kedua pendekatan tersebut sangat berguna dan aplikasinya harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Sesuai dengan instrumen yang dikembangkan oleh Fandy Tjiptono (2005), maka penelitian ini akan mengukur empat komponen ekuitas merek yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi/citra merek (brand associations), persepsi/kesan terhadap kualitas (perceived quality) dan loyalitas merek (brand loyalty), kemudian diujikan pengaruhnya terhadap niat beli (purchase intentions). Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada kategori perusahaan jasa, yaitu restoran. Peneliti menggunakan perusahaan jasa karena selama ini kebanyakan dari penelitian adalah mengenai produk. Dan hasil penelitian-penelitian tersebut tidak sepenuhnya relevan ketika diterapkan pada perusahaan jasa (Smith dalam Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu, 1995).
Objek yang dipilih dalam penelitian ini adalah Rumah Makan X. Alasan pemilihan objek ini adalah bahwa pesatnya perkembangan bisnis rumah makan ini dengan mempertimbangkan merek (brand) sebagai salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan bisnis. Sejak berdirinya (1991), Rumah Makan X telah memiliki lebih dari 50 outlet yang tersebar di seluruh pelosok nusantara dan di luar Indonesia. Ini membuktikan begitu pesatnya perkembangan bisnis rumah makan X. Disamping itu, pengembangan bisnis dengan sistem waralaba (franchise) membuktikan peran merek dalam perkembangan bisnis sangatlah besar.
Rumah Makan X sampai dengan saat ini telah memiliki merek yang sangat terkenal. Dengan istilah poligami yang kerap kali diangkat sebagai tema dalam berbagai acara televisi dan beberapa media, sekaligus menggambarkan profil pemilik Rumah Makan X, ternyata sangat berpengaruh terhadap keberadaan merek rumah makan ini dibenak masyarakat. Kekuatan merek rumah makan ini yang ditandai dengan kuatnya posisi merek di benak masyarakat menandakan besarnya kesadaran merek atau brand awareness terhadap merek rumah makan X. Brand association atau asosiasi terhadap merek juga menjadi salah satu faktor keberhasilan rumah makan X dalam hal pembangunan citra merek di mata konsumen. 
Asosiasi merek yang ada, pada akhirnya menciptakan suatu nilai bagi rumah makan ini dan bagi para pelanggan, hal ini disebabkan bahwa asosiasi merek dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek satu dengan merek yang lain. Beberapa hal seperti seringnya restoran ini dikunjungi, harga yang terjangkau, kenyamanan, serta suasana tradisional menjadi faktor pembentuk brand association rumah makan X. 
Selanjutnya, kesan terhadap kualitas juga menjadi sesuatu yang sangat diperhatikan oleh rumah makan ini. Hal ini dapat ditandai dengan karakter karyawan restoran. Ketepatan waktu menghidangkan makanan, busana yang rapi dan bersih, tingkat pemahaman karyawan terhadap menu dan keterampilan karyawan, menjadi titik tolak terbentuknya kesan kualitas rumah makan ini. Beberapa hal lain yang membentuk kesan kualitas adalah variasi dan kekhasan menu makanan rumah makan X. Komponen terakhir pembentuk ekuitas merek adalah brand loyalty atau kesetiaan merek. Rumah Makan X memiliki berbagai karakter pelanggan yang memiliki tingkatan loyalitas yang beragam. Tidak sedikit pelanggan yang sangat loyal yang berasal dari para karyawan perusahaan di Surakarta. Terdapat juga konsumen dari luar kota Surakarta yang sengaja mencari rumah makan X sebagai alternatif utama dalam mengkonsumsi makanan karena kekhasan rasa dan suasananya. Hal ini menandakan loyalitas konsumen terhadap merek rumah makan X yang besar.
Dari pemaparan latar belakang dan berbagai fenomena yang berkaitan dengan merek diatas, maka akan sangat menarik ketika hubungan antara komponen pembentuk ekuitas merek dengan niat pembelian secara empiris diketahui. Untuk itu, penulis ingin mengungkapkan apakah terdapat hubungan yang signifikan antara brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty sebagai komponen pembentuk ekuitas merek dengan niat pembelian (purchase intentions) konsumen melalui sebuah penelitian yang berjudul ANALISIS PENGARUH KOMPONEN PEMBENTUK BRAND EQUITY TERHADAP PURCHASE INTENTIONS (STUDI PADA RUMAH MAKAN X).

B. Rumusan Permasalahan
Operasionalisasi Brand Equity dalam penelitian ini meliputi persepsi konsumen dan perilaku konsumen. Kedua operasionalisasi tersebut kemudian dijabarkan menjadi brand awareness, brand associations, perceived quality dan brand loyalty. Jadi dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan : 
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara brand awareness terhadap purchase intentions ?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara brand associations terhadap purchase intentions ?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara perceived quality terhadap purchase intentions ?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara brand loyalty terhadap purchase intentions ?
5. Apakah secara bersama-sama komponen pembentuk brand equity berpengaruh signifikan terhadap purchase intentions ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara brand awareness terhadap purchase intentions.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara brand associations terhadap purchase intentions.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara perceived quality terhadap purchase intentions.
4. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara brand loyalty terhadap purchase intentions.
5. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara komponen pembentuk brand equity secara bersama-sama terhadap purchase intentions.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk mengetahui signifikansi pengaruh komponen pembentuk ekuitas merek (brand equity) terhadap niat pembelian (purchase intentions) konsumen.
2. Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya dan diharapkan penelitian berikutnya mampu memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan dalam penelitian ini
3. Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya dalam kaitannya dengan komponen pembentuk ekuitas merek yang berpengaruh terhadap purchase intentions pada perusahaan jasa khususnya restoran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:02:00

HUBUNGAN ANTARA USIA, JENIS KELAMIN, DAN MASA KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELAKSANA

HUBUNGAN ANTARA USIA, JENIS KELAMIN, DAN MASA KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELAKSANA PT X



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peranan utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan dan pelaku aktif dari setiap aktivitas perusahaan. Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan, didalamnya terdiri dari berbagai macam individu yang berasal dari berbagai status yang mana status tersebut berupa pendidikan, jabatan dan golongan, pengalaman dan jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pengeluaran, serta tingkat usia dari masing-masing individu tersebut (Hasibuan, 2000). Perbedaan-perbedaan tersebut akan dibawa ke dalam dunia kerja, sehingga dengan adanya perbedaan tersebut menyebabkan kepuasan kerja berbeda satu sama lainnya, walaupun mereka ditempatkan dalam satu lingkungan kerja yang sama (Aliddin, 2006).
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya, dan sebaliknya (As'ad, 1998). Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek pekerjaan lainnya.
Dessler (1997) mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun organisasi, terutama untuk menciptakan keadaan positif di lingkungan kerja. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
Kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat kompleks karena kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu karakteristik individu, variabel situasional, dan karakteristik pekerjaan. Variabel-variabel yang bersifat situasional meliputi perbandingan terhadap situasi sosial yang ada, kelompok acuan, pengaruh dari pengalaman kerja sebelumnya. Karakteristik pekerjaan meliputi imbalan yang diterima, pengawasan yang dilakukan oleh atasan, pekerjaan itu sendiri, hubungan antara rekan kerja, keamanan kerja, kesempatan untuk memperoleh perubahan status. Karakteristik individu meliputi kebutuhan individu, nilai-nilai yang dianut individu, dan ciri-ciri kepribadian atau faktor demografik, yaitu usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan masa kerja (Sule, 2002).
Menurut Siagian (2006) dalam pemeliharaan hubungan yang serasi antara organisasi dengan para anggotanya, kaitan antara usia karyawan dengan kepuasan kerja perlu mendapat perhatian. Kecenderungan yang semakin terlihat adalah bahwa semakin lanjut usia karyawan, tingkat kepuasan kerja biasanya semakin tinggi. Beberapa alasan untuk menjelaskan fenomena ini antara lain, pertama, bagi karyawan yang sudah agak lanjut usia makin sulit untuk memulai karir baru di tempat lain; kedua, sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan dan cita-cita; ketiga, gaya hidup yang sudah mapan; keempat, sumber penghasilan yang relatif terjamin; kelima, adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang bersangkutan dengan rekan-rekannya dalam perusahaan.
Kebanyakan studi juga menunjukkan suatu hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan umur, sekurangnya sampai umur 60 tahun. Kepuasan kerja akan cenderung terus-menerus meningkat pada para karyawan yang professional dengan bertambahnya umur mereka, sedangkan pada karyawan yang nonprofessional kepuasan itu merosot selama umur setengah baya dan kemudian naik lagi dalam tahun-tahun berikutnya (Robbins dan Judge, 2008).
Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kepuasan kerja, teori ini diungkapkan oleh Glenn, Taylor, dan Wlaver (1997) yang menyatakan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan kerja antara pria dengan wanita, dimana kebutuhan wanita untuk merasa puas dalam bekerja ternyata lebih rendah dibandingkan pria (As'ad, 1995). Adanya perbedaan psikologis antara pria dan wanita menyebabkan wanita lebih cepat puas dibanding pria. Selain itu, pria mempunyai beban tanggungan lebih besar dibandingkan dengan wanita, sehingga pria akan menuntut kondisi kerja yang lebih baik seperti gaji yang memadai dan tunjangan karyawan (Rizal, 2005).
Bukti menunjukkan bahwa masa jabatan dan kepuasan kerja memiliki korelasi yang positif (Robbins dan Judge, 2008). Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang karyawan lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua (Kreitner dan Kinicki, 2003). PT. X merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor agribisnis. Perusahaan ini menjadi lokomotif kemajuan ekonomi di Indonesia yang telah memberi kontribusi positif kepada negara dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu, perusahaan harus terus-menerus meningkatkan produktivitas dan profitabilitas perusahaan sehingga mampu mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional.
Tinggi rendahnya kepuasan kerja karyawan PT. X dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam meningkatkan produktivitas dan profitabilitasnya. Kepuasan kerja karyawan cukup tinggi karena indeks perputaran karyawan (turnover index) rendah. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan. Apabila kepuasan kerja meningkat maka perputaran karyawan menurun, atau sebaliknya, apabila kepuasan kerja rendah biasanya akan mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi (Handoko, 2001).
PT. X merupakan penggabungan dari 3 perusahaan. Penggabungan tiga perusahaan yang dilakukan pada tanggal 14 Pebruari 1996 ini tidak melakukan tindakan PHK terhadap karyawannya yang menyebabkan kelebihan tenaga kerja. Pihak manajemen perusahaan melakukan formasi karyawan untuk memberdayakan semua karyawan yang ada. Hal ini berpengaruh terhadap penerimaan tenaga kerja baru dimana selama beberapa tahun perusahaan tidak membuka lowongan kerja. Keadaan ini menyebabkan karyawan dominan usia tua. Pada tahun 2006 perusahaan mulai membuka penerimaan tenaga kerja baru, itu pun dalam jumlah yang sangat sedikit.
Tenaga kerja perempuan hanya sedikit yang dibutuhkan karena laki-laki dianggap lebih efektif terhadap pekerjaan yang ada pada perusahaan ini. Hal ini disebabkan pekerjaan menuntut jam lembur dan perusahaan sering melakukan dinas luar dimana bagi perempuan dianggap sulit dengan adanya keharusan surat ijin. Selain itu, hari kerja perempuan kurang efektif berhubung kodratnya sebagai perempuan, misalnya cuti haid setiap bulan. Apalagi, sebagian besar karyawan sudah menikah sehingga perempuan kurang fokus di tempat kerja karena tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga.
Dalam hal peningkatan golongan, senioritas bukan hal yang utama karena perusahaan menetapkan dan menerapkan syarat seperti prestasi yang dicapai, usia dan tingkat pendidikan karyawan. Bahkan bagi tenaga kerja yang baru direkrut dapat menempati posisi karyawan pimpinan jika sesuai dengan syarat yang ditentukan perusahaan. 
Jumlah karyawan yang berusia tua lebih banyak daripada yang berusia muda dan karyawan laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Karyawan dengan masa kerja lama lebih banyak daripada karyawan dengan masa kerja baru.
Bertitik tolak dari pentingnya kepuasan kerja dalam kaitannya dengan karakteristik demografik, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : "HUBUNGAN ANTARA USIA, JENIS KELAMIN DAN MASA KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELAKSANA PADA PT. X".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : 
1. Apakah ada hubungan antara usia dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X ?
2. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X ?
3. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X ?

C. Kerangka Konseptual
Karakteristik demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan masa kerja. Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah usia, jenis kelamin dan masa kerja.
Kebanyakan studi menunjukkan suatu hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan umur, sekurangnya sampai umur 60 tahun (Robbins dan Judge, 2008). Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kepuasan kerja, teori ini diungkapkan oleh Glenn, Taylor, dan Wlaver (1997) yang menyatakan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan kerja antara pria dengan wanita, dimana kebutuhan wanita untuk merasa puas dalam bekerja ternyata lebih rendah dibandingkan pria (As'ad, 1995). Bukti menunjukkan bahwa masa jabatan dan kepuasan kerja memiliki korelasi yang positif (Robbins dan Judge, 2008).
Menurut As'ad (2003) kepuasan kerja yaitu perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Konsepsi semacam ini melihat kepuasan sebagai suatu hasil dari interaksi manusia dan lingkungannya. Jadi determinasi semacam ini meliputi perbedaan-perbedaan (individual difference) maupun situasi lingkungan pekerjaan. Disamping itu perasaan seseorang terhadap pekerjaannya tentulah sekaligus refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaanya. Untuk mengukur kepuasan kerja seseorang biasanya dilihat dari besar imbalan, tetapi ini bukan satu-satunya faktor, ada faktor lain seperti pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, kesempatan promosi, hubungan atasan dan bawahan ataupun rekan sekerja, dan supervisi.
Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi yaitu usia, jenis kelamin dan masa kerja dengan kepuasan kerja karyawan maka dibuatlah kerangka konseptual. Karakteristik demografi adalah sebagai variabel bebas (variabel independen) dimana Usia (Xi), Jenis Kelamin (X2), dan Masa Kerja (X3). Kepuasan kerja karyawan adalah variabel terikat (variabel dependen). Indikator dari kepuasan kerja karyawan adalah pekerjaan, imbalan, kesempatan promosi, rekan kerja dan supervisi.

D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, dan kerangka konseptual maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Ada hubungan antara usia dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X.
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X.
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin dan Masa Kerja Dengan Kepuasan Kerja Karyawan pelaksana PT. X.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang nantinya dapat dijadikan saran dan masukan dalam penyusunan kebijakan yang lebih baik untuk meningkatkan hasil kerja melalui kepuasan kerja yang optimal.
b. Bagi Peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan referensi yang memberikan tambahan ilmu pengetahuan, perbandingan, dan pengembangan penelitian di bidang sumber daya manusia yang akan datang.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan kesempatan yang baik bagi penulis untuk dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjalani perkuliahan dan memperluas wahana berpikir ilmiah dalam bidang manajemen sumber daya manusia.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:59:00

HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)

HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik keunggulan untuk bersaing dengan organisasi lain maupun untuk tetap dapat survive. Suatu perusahaan untuk mencapai keunggulan tersebut harus meningkatkan kinerja individual karyawannya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan (Daft, 2002 : 173). Kinerja yang baik menuntut karyawan untuk berperilaku sesuai yang diharapkan oleh perusahaan. Perilaku yang menjadi tuntutan perusahaan saat ini tidak hanya perilaku in-role yaitu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas yang ada dalam job description, tetapi juga perilaku extra-role yaitu kontribusi peran ekstra untuk menyelesaikan pekerjaan dari perusahaan. Perilaku extra-role ini disebut juga dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Dasar kepribadian untuk OCB merefleksikan ciri karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian, dan bersungguh-sungguh. Dasar sikap mengidentifikasikan bahwa karyawan terlibat dalam OCB untuk membalas tindakan organisasi. Dimensi kepuasan kerja, dan komitmen organisasi berhubungan dengan OCB (Luthans, 2006 : 251). Kepuasan kerja dan komitmen organisasi merupakan faktor penting dalam mewujudkan OCB.
PT. Jamsostek (Persero) sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. PT Jamsostek (Persero) dapat menjadi lembaga penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja terpercaya dan terdepan, diharapkan dapat mengutamakan pelayanan prima dan memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh peserta. Karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X dalam mencapai keberhasilan tersebut dituntut memberikan kontribusi peran ekstra atau OCB dalam melaksanakan pekerjaan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, masih diperoleh adanya tindakan-tindakan indisipliner yang dilakukan sebagian kecil karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X diantaranya terdapat karyawan yang terlambat masuk jam kerja, pada saat jam kerja karyawan berbincang-bincang melalui telepon atau mengobrol dengan karyawan lain dengan santai yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, merokok saat jam kerja dan adanya karyawan yang bermain games di komputer atau browsing di situs jejaring sosial untuk mengisi waktu. Hal tersebut sebagai bukti masih rendahnya kontribusi peran ekstra atau OCB dalam diri sebagian kecil karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
Karyawan yang dapat diandalkan oleh perusahaan adalah karyawan yang puas terhadap kerjanya, sehingga mereka memiliki OCB yang tinggi terhadap perusahaan yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan. Salah satu faktor penyebab terjadinya turnover yang tinggi dapat dilihat dari tingkat kepuasan kerja karyawan. Robbins (2003 : 104) mengungkapkan terdapat hubungan negatif antara kepuasan kerja dan pergantian karyawan {turnover). Ini berarti pergantian karyawan {turnover) yang kecil mengindikasikan kepuasan kerja karyawan yang tinggi.
Rata-rata pergantian karyawan (turnover) per tahun relatif kecil yaitu 0.4% pada tahun 2007 dan -0,4% pada tahun 2008. Peneliti menduga kepuasan kerja karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X relatif tinggi karena turnover yang relatif kecil.
Selain kepuasan kerja, perusahaan juga harus memiliki karyawan yang loyal terhadap perusahaan yaitu karyawan yang berusaha membantu perusahaan demi mencapai tujuannya. Sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan inilah yang disebut dengan komitmen organisasi (Luthans, 2006 : 249). Komitmen organisasi yang tinggi di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X terlihat pada karyawan dimana sebagian besar karyawannya memiliki masa kerja yang lama. Dari data penelitian dapat dilihat bahwa 28,6% dari total karyawan, masa kerjanya di atas 10 tahun dan 42,8% di atas 15 tahun. Peneliti menduga bahwa sebagian besar karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X berkomitmen tinggi. Griffin (2004 : 16) menyatakan bahwa karyawan yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih lama di dalam organisasi dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja. Perilaku tersebut berarti bahwa karyawan yang berkomitmen tinggi memilih untuk lebih lama tinggal di perusahaan.
Komitmen organisasi dapat juga dilihat dari sedikitnya jumlah kemangkiran karyawan. Bukti riset memperlihatkan terdapat hubungan negatif antara komitmen organisasi dengan kemangkiran maupun tingkat keluar masuknya karyawan (Robbins, 2003 : 92), yang berarti komitmen organisasi tinggi dapat terlihat dari jumlah kemangkiran yang kecil. Absensi untuk mangkir, sama sekali tidak ada (nol). Peneliti menduga bahwa komitmen organisasi tinggi di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
Para pakar organisasi menyimpulkan pentingnya OCB bagi keberhasilan sebuah organisasi, karena OCB menimbulkan dampak positif bagi organisasi, seperti meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan kinerja kelompok, dan menurunkan tingkat turnover. Pentingnya OCB secara praktis adalah pada kemampuannya untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas, dan kreativitas organisasi melalui kontribusinya dalam transformasi sumber daya, inovasi dan adaptabilitas (Organ, 1988; Podssakoff, Mackenzie, Paine, and Bacharach, 2000; William and Anderson, 1991) dikutip dalam Brahmana & Sofyandi (2007).
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian berdasarkan uraian diatas dengan judul "ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG X".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : "Apakah kepuasan kerja dan komitmen organisasi mempunyai hubungan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X ?"

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
2. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan dalam penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya : 
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
b. Bagi Penulis
Penelitian ini memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dalam bidang manajemen sumber daya manusia serta memberikan suatu pembelajaran yang lebih mengenai kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
c. Bagi Pihak lain
Manfaat penelitian ini bagi pihak lain adalah sebagai bahan referensi dan bahan perbandingan bagi penulis lain dalam melakukan penelitian yang sejenis di masa yang akan datang.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:56:00

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BANK

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BANK



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada masa globalisasi saat ini persaingan di dalam dunia usaha semakin ketat dan cepat. Setiap perusahaan harus meningkatkan kinerja mereka agar dapat bersaing dengan kompetitor atau perusahaan lain, terutama di dalam dunia perbankan. Kinerja karyawan yang baik akan meningkatkan kinerja perusahaan dan akan sangat mempengaruhi tujuan perusahaan yang ingin dicapai.
Dalam mencapai tujuannya setiap perusahaan sangat memerlukan manajemen yang baik dan berkaitan dengan usaha-usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Diantaranya adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan pada masing-masing organisasi dan lingkungan kerja. Pada satu sisi perusahaan tidak mungkin mengoperasikan kegiatannya tanpa adanya pemimpin dan pada sisi yang lain segala aktivitas perusahaan harus didukung oleh lingkungan kerja yang baik, karena kedua faktor tersebut memegang peranan yang penting dalam pencapaian tujuan perusahaan yaitu pencapaian kinerja perusahaan yang baik.
Keberadaan seorang pemimpin dalam perusahaan sangat dibutuhkan untuk membawa perusahaan kepada tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai gaya kepemimpinan akan mewarnai perilaku seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Bagaimanapun gaya kepemimpinan seseorang tentunya akan diarahkan untuk kepentingan bersama, yaitu kepentingan anggota/pekerja dan perusahaan.
Kepemimpinan seseorang dapat mencerminkan karakter pribadinya, di samping itu dampak kepemimpinannya akan mempengaruhi terhadap keberhasilan perusahaan. Selain faktor dari gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh masing-masing pemimpin perusahaan tersebut, pengaruh lingkungan kerja juga memegang peranan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan itu sendiri.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
Lingkungan kerja yang tenang untuk melakukan pekerjaan merupakan suatu dorongan bagi pekerja untuk dapat bekerja dengan baik. Lingkungan kerja perlu diawasi dengan baik agar pekerja merasa tenang dan dapat bekerja lebih baik lagi dalam melaksanakan pekerjaan sehingga meningkatkan kinerja perusahaan. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang mempunyai dapat memenuhi kepentingan seorang pekerja maka akan dapat menimbulkan masalah seperti ketidakpuasan kerja dan prestasi rendah yang akhirnya akan mengakibatkan penurunan kinerja perusahaan.
PT. Bank Central Asia Tbk senantiasa melakukan penilaian untuk mengukur kinerja kantor cabang pembantu dengan membandingkan hasil kerja dalam melakukan pencapaian tujuan perusahaan. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa, maka focus utamanya adalah pelayanan. 
Pada tahun 2009 KCP X kinerjanya terus meningkat dari tahun ke tahun secara drastis karena selain tempat lokasinya yang strategis di pusat perbelanjaan dan tetap buka melayani transaksi pada hari Sabtu dan Minggu. Secara keseluruhan setiap KCP mengalami perubahan kinerja, hal ini disebabkan karena adanya pergantian pimpinan yang dilakukan setiap 3 tahun sekali.
Berdasarkan latar belakang maka penulis melakukan penelitian yang berjudul "PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. BANK CENTRAL ASIA, TBK KCP X".

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah di dalam penelitian ini adalah : "Pengaruh gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Central Asia, Tbk KCP X ?".

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian ini adalah : 
Tujuan di dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Central Asia, Tbk KCP X.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat di dalam penelitian ini adalah : 
a. Bagi PT. Bank Central Asia Tbk KCP X
Sebagai masukan bagi perusahaan khususnya mengenai gaya kepemimpinan, lingkungan kerja dan kinerja karyawan.
b. Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia mengenai gaya kepemimpinan, lingkungan kerja dan kinerja karyawan.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi yang dapat memberikan perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:53:00

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT X



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam persaingan global saat ini, dunia kerja sangat membutuhkan orang yang biasa berfikir untuk maju, cerdas, inovatif dan mampu berkarya dengan semangat tinggi dalam menghadapi kemajuan zaman. Berbagai organisasi, berusaha meningkatkan kinerja dari seluruh elemen yang ada dalam organisasi dengan tujuan mencapai kelangsungan hidup organisasi.
Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah para karyawan pada sebuah organisasi, tentunya berusaha bekerja dengan kemampuan yang mereka miliki agar dapat mencapai kinerja yang diinginkan. Rasa aman akan suasana kerja yang mampu mendorong karyawan untuk lebih berdedikasi tinggi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pimpinan baik suasana aman sebelum kerja, saat kerja maupun setelah kerja. Kondisi kerja yang aman semacam ini, serta didukung rekan kerja yang dapat diajak untuk bekerja sama dalam berbagai aktifitas merupakan keinginan dari setiap karyawan di suatu organisasi. Dengan situasi semacam itu diharapkan para karyawan dapat bekerja secara maksimal dan senang terhadap pekerjaan yang dilakukannya.
Karyawan tidak hanya secara formalitas bekerja dikantor, tetapi harus mampu merasakan dan menikmati pekerjaannya, sehingga ia tidak akan merasa bosan dan lebih tekun dalam beraktivitas. Para karyawan akan lebih senang dalam bekerja apabila didukung oleh berbagai situasi yang kondusif, sehingga dapat mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.

jenis jenis disiplin, jenis disiplin, jenis-jenis disiplin, unsur unsur disiplin, unsur-unsur disiplin
Secara teori berbagai definisi tentang motivasi biasanya terkandung keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif. Para karyawan bekerja dengan harapan akan memperoleh upah/gaji yang dapat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dorongan seseorang untuk bekerja dipengaruhi adanya kebutuhan yang harus dipenuhi dan tingkat kebutuhan yang berbeda pada setiap karyawan, sehingga dapat terjadi perbedaan motivasi dalam berprestasi. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dari para karyawan akan pelayanan dan penghargaan oleh atasan terhadap prestasi kerja yang dihasilkannya yang sesuai dengan prinsip keadilan dapat memotivasi kerja mereka. Dari organisasi sendiri juga berperan dalam mengelola karyawan agar mematuhi segala peraturan, norma yang telah ditetapkan oleh organisasi sehingga para karyawan bekerja dengan disiplin dan efektif.
Selain itu, berbagai aturan/norma yang ditetapkan oleh suatu perusahaan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kedisiplinan agar para karyawan dapat mematuhi dan melaksanakan peraturan tersebut. Aturan/norma itu biasanya diikuti sanksi yang diberikan bila terjadi pelanggaran. Sanksi tersebut bisa berupa teguran baik lisan/tertulis, skorsing, penurunan pangkat bahkan sampai pemecatan kerja tergantung dari besarnya pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan.
Hal itu dimaksudkan agar para karyawan bekerja dengan disiplin dan bertanggungjawab atas pekerjaannya. Bila para karyawan memiliki disiplin kerja yang tinggi, diharapkan akan mampu menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat sehingga kinerja yang dihasilkan akan baik.
Selain disiplin, karyawan juga harus diberikan motivasi dalam bekerja agar dapat menjalankan kinerjanya dengan baik pula. Dengan adanya motivasi dari pimpinan, perusahaan sangat mengharapkan setiap individu dalam perusahaan dapat menciptakan disiplin kerja yang tinggi demi kemajuan perusahaan dan pencapaian tujuan perusahaan yang efektif dan efisien.
Namun ternyata masih cukup banyak terjadi kesenjangan yang kurang sesuai dengan idealisme, masih ada beberapa kelemahan yang masih ditunjukkan oleh karyawan dimana mereka kurang termotivasi dengan pekerjaannya. Ada yang tidak tepat waktu saat masuk kantor, menunda tugas kantor, kurang disiplin , tidak bisa memanfaatkan sarana kantor dengan baik dan masih adanya sebagian karyawan yang meninggalkan tugas pada jam kerja tanpa keterangan yang sah.
PT. X merupakan perusahaan jasa outsourcing baca meteran listrik yang berdiri sudah 24 tahun adalah sebuah perusahaan jasa yang dikontrak dari PLN dalam hal menangani pembacaan meteran listrik kepada pelanggan. Pekerjaan pembacaan meteran ini di lakukan di (6) Enam wilayah.
Dengan adanya motivasi dari pimpinan, perusahaan sangat mengharapkan setiap individu dalam perusahaan dapat menciptakan disiplin kerja yang tinggi demi kemajuan perusahaan dan pencapaian tujuan perusahaan yang efektif dan efisien. Motivasi dan disiplin kerja yang baik dapat meningkatkan kinerja cater (pembaca meter) di dalam perusahaan.
Berdasarkan hasil pra survei yang dilakukan oleh penulis pada PT. X, terdapat beberapa karyawan khususnya cater (pembaca meter) yang tidak mengikuti peraturan salah satunya adalah cater yang tidak hadir dalam rapat yang diadakan sekali dalam sebulan. Hal ini dapat dilihat pada banyaknya karyawan yang absen, sakit dan izin. 
Tingkat ketidakhadiran rapat cater periode Januari-Desember 2010 dengan alasan absen (tanpa keterangan) adalah sebanyak 83 orang, dimana dapat dikatakan bahwa menurunnya kinerja karyawan adalah akibat dari banyaknya ketidakhadiran karyawan yang tidak beralasan pada saat rapat.
Kondisi di atas menimbulkan permasalahan bagi pimpinan untuk memberikan motivasi dan disiplin bagi karyawan guna dapat melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Bagaimana mungkin bila untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan banyak karyawan yang kurang peduli dengan apa yang harus dikerjakan dan sudah menjadi tanggungjawabnya itu. Tentunya banyak faktor yang menjadikan suatu perusahaan berupaya keras memberikan solusi dari kekurangan yang ada. Salah satunya dengan seringnya mengadakan komunikasi yang efektif, memotivasi karyawan untuk mengetahui permasalahan yang di hadapi selama ini.
Kinerja baca meter pelanggan yang dilakukan oleh masing-masing cater pada 6 rayon dan 2 ranting dengan daerah baca yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pada tabel di atas menunjukkan jumlah pelanggan keseluruhan yang seharusnya dibaca, pelanggan yang tidak dapat dibaca dan pelanggan yg dapat dibaca (Jumlah pelanggan dapat dibaca = Jumlah pelanggan seluruhnya-pelanggan yang tidak dapat dibaca). Ada beberapa kategori kode masalah yang menyebabkan meteran pelanggan tidak dapat dibaca, yaitu rumah kunci isi, alamat tidak jumpa, pelanggan tanpa meter, KWH tinggi, KWH dalam rumah, rumah bongkar, KWH buram, dan lain-lain.
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan judul

"PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. X".


B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : "Apakah motivasi dan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. X".

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi dan disiplin kerja karyawan yang terjadi di PT. X terhadap kinerja karyawannya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 
1. Bagi Pihak Perusahaan
Memberikan masukan untuk PT. X dan bagi perusahaan lainnya tentang pengaruh motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan.
2. Bagi pihak lain
Sebagai bahan masukan serta sumbangan pemikiran kepada peneliti berikutnya.
3. Bagi penulis
Penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi penulis untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh di perkuliahan, dan mencoba membandingkannya dengan praktik yang ada di lapangan. Dengan demikian akan menambah pemahaman penulis dalam bidang manajemen khususnya di bidang sumber daya manusia.

Tag
jenis jenis disiplin, jenis disiplin, jenis-jenis disiplin, unsur unsur disiplin, unsur-unsur disiplin

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:51:00