Cari Kategori

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR BERSERI

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR BERSERI (BAHASA INDONESIA KELAS IV)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara berkomunikasi, yaitu komunikasi secara langsung dan komunikasi secara tidak langsung. Kegiatan berbicara dan mendengarkan (menyimak), merupakan komunikasi secara langsung, sedangkan kegiatan menulis dan membaca merupakan komunikasi tidak langsung. Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa, mempunyai peranan yang penting di dalam kehidupan manusia.
Keterampilan berbahasa yang dapat dihubungkan dengan media gambar diam adalah menulis dan berbicara. Menulis selain sebagai kegiatan kreativitas juga merupakan kegiatan produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis juga harus bisa memanfaatkan bahasa dan kosakata yang diperolehnya. Penulis juga harus memahirkan kegiatan menulis tersebut dalam latihan-latihan tertentu sehingga dapat benar-benar menguasai keterampilan menulis tersebut. Menulis selain dapat menjadi ajang sebuah kreativitas juga dapat menjadikannya sebagai penyampai gagasan tentang suatu hal.
Salah satu cara untuk meningkatkan proses belajar mengajar menulis karangan adalah dengan mengubah media atau pola ajar yang digunakan oleh guru. Dalam hal ini pola ajar yang dilakukan adalah dengan menggunakan media gambar sebagai media pembelajaran untuk membantu dalam pembelajaran. Permasalahan pun muncul seperti yang sudah penulis alami ketika melakukan observasi di kelas IV SDN X. Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas IV di SDN X diperoleh fakta bahwa masih terdapat siswa yang kemampuan menulis di bawah rata-rata. Hal ini disebabkan para siswa mengalami kesulitan menuangkan ide ketika mendapat tugas dari guru untuk membuat tulisan atau sejenisnya. Pada umumnya mereka mengalami kesulitan dalam menentukan tema, menyusun kalimat, kurang menguasai kaidah bahasa, dan sebagainya.
Kesulitan seperti inilah yang dihadapi para siswa sehingga menyebabkan mereka tidak bisa menyampaikan ide dan gagasan dengan baik, bahkan mereka menjadi enggan untuk menulis. Hal ini tidak terlepas dari peran guru sebagai penyampai materi pelajaran. Pembelajaran keterampilan menulis yang selama ini disampaikan oleh guru hanya berorientasi pada penyampaian teori dan pengetahuan bahasa, sedang proses pembelajaran keterampilan menulis sering kali diabaikan oleh guru. Pembelajaran demikian menyebabkan siswa jenuh dan bosan.
Bertolak dari hasil observasi itu penulis menemukan masalah, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran mengarang. Kesulitan yang dihadapi oleh siswa kelas IV SDN X ketika dalam mengajarkan pelajaran mengarang antara lain :
1. Siswa kurang mampu menggunakan dan memilih kata dalam menuangkan buah pikirnya, sering mengulang kata "lalu" dan "terus".
2. Isi kalimat relatif tidak menggambarkan topik.
3. Kalimat yang satu dengan kalimat yang lain tidak sinambung, paragraf yang satu dengan paragraf yang lain tidak koheren.
Rendahnya keterampilan menulis narasi siswa diindikasikan oleh kurangnya kemampuan siswa dalam mengorganisasikan ide dengan baik, pengembangan kerangka karangan, dan penyusunan kalimat serta kosakata yang digunakan masih terbatas. Mereka masih belum memahami penggunaan ejaan yang benar. Selain itu, masalah rendahnya keterampilan menulis narasi siswa juga dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya : (1) kurangnya media yang digunakan, (2) siswa masih kurang memanfaatkan media pembelajaran sebagai sarana menuangkan ide, gagasan, atau pendapat mereka, (3) masih digunakannya model pembelajaran yang konvensional (ceramah), dan (4) siswa membutuhkan waktu yang lama untuk memproduksi sebuah tulisan. Akibatnya, kemampuan menulis anak hanya sekitar 20% siswa yang menulis dengan baik sisanya hanya mengerjakan asal-asalan saja. Jadi, nilai sebagian siswa masih tergolong rendah dari nilai rata-rata yang harus dicapai dalam mata pelajaran bahasa Indonesia adalah 6,5.
Hal ini dapat mematikan kreativitas mereka dalam mengungkapkan ide. Padahal, kreativitas ini sangat diperlukan dalam kegiatan menulis narasi. Pembelajaran yang membosankan ini tidak membuat siswa merasa senang sehingga tidak dapat menghasilkan ide-ide yang kreatif dan imajinatif untuk merangkai sebuah cerita dalam menulis narasi. Beberapa kendala yang dialami siswa dalam proses pembelajaran di atas berdampak pada kualitas proses dan hasil pembelajaran yang kurang maksimal sehingga keterampilan menulis narasi siswa tidak maksimal.
Data tersebut menunjukkan bahwa siswa kurang terampil dalam menulis narasi. Setelah ditelaah anak didik harus dibantu dengan menggunakan alat bantu dalam pembelajaran. Sebuah media atau alat bantu dapat dijadikan sebagai alat untuk membantu dan membenahi serta menggali potensi anak tersebut dalam keterampilan berbahasa. Selain itu, peneliti berpendapat bahwa guru di SDN X masih belum ada yang menggunakan media pembelajaran. Maka dari itu, peneliti mengajukan suatu media pembelajaran yang mudah ditemukan dan dipergunakan berupa media gambar berseri. Selain hal di atas, ada pula hal lain yang mendorong penelitian ini yakni kemungkinan pada saat di sekolah dasar materi yang diajarkan kurang tentang jenis-jenis paragraf, buku-buku di perpustakaan yang kurang lengkap, kurangnya minat membaca siswa, serta kurangnya minat belajar siswa terhadap pelajaran Bahasa Indonesia terutama keterampilan menulis.
Keterampilan menulis juga digunakan untuk mencatat, merekam, meyakinkan, menginformasikan, dan mempengaruhi pembaca. Hal ini dapat dicapai dengan baik jika pembelajar mampu menyusun dan merangkai jalan pikiran serta mengemukakannya secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif (Syarkawi, 2008 : 2). Menulis pada prinsipnya adalah bercerita tentang sesuatu yang ada di angan-angan pencerita dan dapat menuangkan dalam bentuk tulisan. Namun, menuangkan buah pikiran secara teratur dan terorganisasi ke dalam tulisan tidak mudah.
Banyak orang yang pandai berbicara atau berpidato, tetapi mereka masih kurang mampu menuangkan gagasannya ke dalam bentuk bahasa tulisan. Oleh karena itu, untuk bisa menulis narasi dengan baik, seseorang harus mempunyai kemampuan menulis yang juga baik. Kemampuan menulis dapat dicapai melalui proses belajar dan berlatih.
Penelitian mengenai keterampilan menulis banyak dilakukan dengan menawarkan media yang bermacam-macam sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Penelitian tentang menulis narasi sudah mulai banyak dilakukan meskipun masih terbatas. Beberapa penelitian tentang menulis narasi yang telah ada selalu menunjukkan adanya peningkatan. Masing-masing penelitian menggunakan media dan teknik yang berbeda-beda dan menghasilkan peningkatan yang berbeda-beda pula. Akan tetapi, upaya peningkatan menulis narasi masih perlu dikembangkan dan dilakukan melalui berbagai cara.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti berusaha untuk memberikan alternatif media pembelajaran menulis yang mudah dan baik dengan memanfaatkan fasilitas yang ada. Media pembelajaran yang ditawarkan adalah media gambar berseri. Ide ini diperkuat pendapat bahwa media gambar berseri adalah media pembelajaran yang dekat dengan calon penulis terutama calon penulis narasi atau dalam hal ini adalah siswa. Adanya media yang dekat dengan siswa berarti memudahkan siswa untuk memulai kegiatan menulis narasi. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan melakukan penelitian yang berjudul "Peningkatkan Kemampuan Menulis Narasi dengan Menggunaan Media Gambar Berseri pada Siswa Kelas IV SDN X".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penggunaan gambar berseri dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas IV SDN X ?
2. Apakah dengan menggunakan media gambar seri dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran siswa dalam penulisan narasi pada siswa kelas IV SDN X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Meningkatkan proses pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan media gambar berseri di kelas IV SDN X.
2. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan media Gambar berseri di kelas IV SDN X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :
a. Bahan kajian dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis narasi.
b. Memberikan sumbangan wawasan dan pengetahuan mengenai pembelajaran menulis narasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
1. Memberi kemudahan bagi siswa dalam menuangkan ide maupun gagasan ke dalam bentuk tulisan narasi.
2. Meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa dengan menjadikan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.
b. Bagi guru
1. Mengatasi kesulitan pembelajaran menulis narasi yang dialami guru.
2. Sebagai bahan acuan untuk membuat pembelajaran menulis narasi lebih kreatif dan inovatif.
c. Bagi peneliti
1. Mengaplikasikan teori yang diperoleh.
2. Menambah pengalaman peneliti dalam penelitian yang terkait dengan pembelajaran menulis.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:31:00

PENINGKATAN PEMAHAMAN MEMBACA INTENSIF DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI

PENINGKATAN PEMAHAMAN MEMBACA INTENSIF DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI (BAHASA INDONESIA KELAS III)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia. Dengan pendidikan akan diperoleh hal-hal baru yang dapat digunakan dalam proses kelangsungan hidup manusia. Semakin berkembangnya jaman maka semakin bertambah pula usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional seperti yang tertera dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen (2007) bahwa. "Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa".
Upaya peningkatan kualitas manusia tersebut dapat ditempuh melalui bidang pembangunan yang salah satunya adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen (2007), "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara". Menurut Ngalimin Purwanto (2007 : 10), "Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani kearah kedewasaan".
Di Indonesia pendidikan mendapat perhatian yang utama dari pemerintah. Berbagai upaya pemerintah telah banyak dilakukan dengan meningkatkan sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar mengajar termasuk pembangunan gedung dan fasilitas lain. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dari kualitas pendidikan dan pengajaran yang bermutu maka, akan menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu tinggi. Apabila suatu negara dihuni oleh penduduk yang memiliki SDM yang tinggi maka negara tersebut akan maju. Oleh karena itu pendidikan dan pengajaran haruslah ditingkatkan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SDN X. Ternyata dalam proses pembalajaran Bahasa Indonesia khususnya membaca intensif, guru masih menggunakan metode pembelajaran ceramah, dimana metode pembelajaran tersebut kurang efektif didalam menyampaikan materi pembelajaran membaca intensif. Sehingga proses pembelajaran pun kurang efisien. Siswa yang merasa bosan dan kurang memperhatikan guru. Dan tujuan pembelajaran tidak dapat dicapai secara maksimal. Yang ditandai dengan prestasi belajar mata pelajaran membaca intensif yang rendah. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia banyak sekali jenis-jenis membaca antara lain membaca kritis, membaca pemahaman, membaca cepat, membaca indah, membaca teknik, membaca praktis, membaca untuk keperluan studi.
Membaca merupakan hal yang paling penting dalam proses pembelajaran. Tujuan pengajaran membaca adalah agar siswa mampu memahami pesan-pesan komunikasi yang disampaikan dengan medium bahasa tulis dengan cermat, tepat dan cepat secara kritis dan kreatif. Sedangkan intensif adalah sesuatu yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Membaca Intensif, yaitu jenis membaca yang dilakukan dengan titik tekan pada pemahaman isi bacaan sampai pada hal-hal kecil. Karena didalam proses pembelajaran, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar membaca intensif secara efektif dan efisien, sesuai tujuan yang diharapkan. Salah satu cara untuk memilih strategi itu adalah guru harus menguasai metode mengajar membaca intensif tersebut.
Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan membaca intensif dapat diperbaiki dengan menggunakan metode pembelajaran dengan metode demonstrasi. Menurut Mulyadi Sumantri (2001 : 133) metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dngan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang memahami atau ahli dalam topik bahasan yan harus didemonstrasikan. Karena dalam membaca intensif harus siswa yang aktif dan tidak mendengarkan ceramah dari guru secara terus menerus.
Dengan guru menggunakan metode demonstrasi dalam membaca intensif, guru dituntut melibatkan siswanya berpartisipasi aktif untuk menentukan pengetahuan dalam membaca intensif. Dengan ditunjang media-media pembelajaran sebagai sumber belajar. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar perlu mendapat perhatian. Pada saat ini prestasi siswa yang diperoleh oleh proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan metode ceramah di SDN X, masih belum menampakkan hasil optimal. Berdasarkan data yang diperoleh lebih dari setengah jumlah siswa kelas III dalam membaca intensif masih mendapat nilai dibawah rata-rata. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya 16 siswa atau 50% siswa yang nilainya belum dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka peneliti mengadakan penelitian di kelas III dengan menerapkan Metode Demonstrasi yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam kompetensi membaca, khususnya membaca intensif.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas maka penulis menyusun skripsi yang berjudul "Peningkatan Pemahaman Membaca Intensif Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Dengan Menggunakan Metode Demonstrasi Pada Siswa Kelas III SDN X"

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah dengan penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan pemahaman membaca intensif pada siswa kelas III SDN X ?"

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini, maka tujuan yang hendak digunakan adalah meningkatkan pemahaman membaca intensif mata pelajaran bahasa indonesia pada siswa kelas III SDN X dengan penerapan metode demonstrasi.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan mempunyai manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dan acuan bagi peneliti di tempat yang berbeda dan pada pelajaran yang berbeda, sehingga dapat mengembangkan metode-metode dengan dasar penelitian ini. Pada akhirnya dapat ditemukannya teknik yang paling efektif dalam pengajaran membaca intensif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Untuk memberi suatu gambaran mengenai kompetensi guru dalam menerapkan metode mengajar dalam membaca intensif, sehingga diharapkan pemahaman membaca intensif dapat ditingkatkan.
b. Bagi Guru
Untuk membantu mengembangkan kemampuan dan merancang dan melaksanakan pembelajaran ketrampilan membaca intensif yang efektif dengan jalan penerapan metode demonstrasi sehingga hasilnya akan lebih baik serta menambah pengalaman guru untuk melaksanakan PTK.
c. Bagi Siswa
Untuk menambah pemahaman mereka bahwa dengan aktif mengikuti pembelajaran ketrampilan membaca intensif dengan metode demonstrasi ini akan membantu mereka dalam pemahaman materi sehingga pemahaman membaca intensif akan meningkat.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:27:00

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PAKEM

 PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PAKEM (MATEMATIKA KELAS IV)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem Pendidikan Nasional bertujuan untuk mewujudkan manusia seutuhnya, merujuk dari tujuan Sistem Pendidikan Nasional, betapa pentingnya kebutuhan akan pendidikan, pendidikan merupakan salah satu faktor penentu masa depan generasi penerus bangsa, dan menjadi tolok ukur sumber daya manusia suatu bangsa maka kebutuhan pendidikan harus dipenuhi dan ditingkatkan. Seiring dengan perkembangan zaman serta Pengetahuan dan Teknologi maka Sistem Pendidikan yang ada harus selalu diadakan pembaharuan ke arah yang positif apalagi pada era globalisasi teknologi modern semakin canggih sangat dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, kreatif, mandiri, inovatif, dan demokratif bertumpu pada akhlak mulia seperti tertera pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 yang berbunyi :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk merealisasi hal tersebut di atas, pembelajaran matematika di Sekolah Dasar BSNP Standar Isi Kelas IV bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media untuk menjelaskan keadaan dan masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.
Dalam perkembangannya, matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, nilai praktis dari matematika telah dirasa orang, penguasaan matematika semakin tidak bisa dihindarkan lagi, karena setiap interaksi dengan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi canggih selalu melibatkan matematika dari yang sederhana sampai kompleks, dalam pelaksanaan pendidikan pelajaran matematika merupakan mata pelajaran pokok, ini terlihat dari banyaknya porsi jam pelajaran matematika di sekolah.
Namun, kenyataan di lapangan justru matematika merupakan pelajaran yang kebanyakan siswa tidak senang, bahkan siswa bilang "momok" pelajaran yang menakutkan ini dapat dilihat pada hasil ujian akhir di kelas VI. Hasil ujian matematika masih rendah dibanding pelajaran yang lain. Hal ini juga dialami kelas IV, nilai matematikanya masih rendah dibanding pelajaran lain, ini tampak dari hasil ulangan harian, ulangan tengah semester, akhir semester yang mendapat nilai 65 ke atas lebih sedikit dibanding 60 ke bawah.
Perolehan nilai semester I sebagai perbandingan nilai matematika dengan bidang studi yang terdiri dari PKN, Bahasa Indonesia, IPS, IPA dan Matematika ternyata nilai matematika paling rendah. Rendahnya nilai yang dicapai siswa menjadikan petunjuk bahwa di dalam pembelajaran matematika belum maksimal. Ini berarti dalam belajar matematika ada kesulitan dan hambatan. Mengenai masalah kesulitan dan hambatan belajar matematika banyak faktor penyebab, misalnya terkait dengan "motivasi". Dari hasil pengamatan terhadap siswa didapat fakta bahwa siswa malas belajar matematika, belajar matematika menakutkan, belajar matematika tidak menarik, belajar matematika membutuhkan berpikir keras karena hitung-menghitung, bahkan ada siswa karena takutnya dengan pelajaran matematika sampai sakit pusing, mungkin ini terlalu tegang bahkan ada yang sampai tidak masuk jika ada jadwal mata pelajaran matematika karena siswa belum ada motivasi untuk belajar matematika. Dari hasil pengamatan, kebiasaan mengajar khususnya pembelajaran matematika yang masih menggunakan pengajaran konvensional atau pembelajaran yang berpusat pada guru : (1) Guru dalam menyampaikan materi kurang jelas, (2) Guru mengajar tanpa alat peraga, (3) Guru mengajar secara monoton (tidak ada variasi). (4) Guru menyampaikan pelajaran dengan ceramah dengan demikian siswa tidak tertarik untuk belajar karena tidak ada yang menarik dengan kata lain siswa tidak ada motivasi untuk belajar.
Dari nilai hasil pengamatan menunjukkan motivasi belajar matematika sangat rendah. Sehingga peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang motivasi belajar matematika di kelas IV sebelum mengadakan tindakan, untuk mengukur ketercapaian tujuan penelitian, maka peneliti menentukan standar batasan pencapaian target pada setiap siklus, yaitu :
1. Siklus Pertama, target yang diharapkan peneliti adalah nilai motivasi belajar matematika siswa kelas IV (empat) > 6,0 mencapai persentase 60% dengan nilai rata-rata 5,5.
2. Siklus Kedua, target yang diharapkan peneliti adalah nilai motivasi belajar matematika siswa kelas IV (empat) > 6,0 mencapai 70% dengan rata-rata 6,5.
3. Siklus Ketiga, target yang diharapkan peneliti adalah nilai motivasi belajar matematika siswa kelas IV > 6,0 mencapai 60% dengan rata-rata 7,5.
Di sinilah guru merupakan salah satu kunci dalam meningkatkan pendidikan, guru/pendidik berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis (UU No. 20 Tahun 2003).
Menciptakan suasana yang menarik, suasana menyenangkan sesuai dengan pendapat Herry Sukarman (dalam Karyati 2004 : 24) membangkitkan siswa untuk belajar, antara lain sebagai berikut :
1) Usahakan tujuan semakin jelas, karena semakin jelas tujuannya semakin kuat pula motivasinya,
2) Ciptakan suasana yang sejuk dan menyenangkan,
3) Libatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran,
4) Hubungkan pembelajaran dengan kebutuhan siswa,
5) Usahakan banyak memberi pujian daripada menghukum,
6) Berikan PR sesuai kemampuan siswa,
7) Berikan kritik dengan senyuman,
8) Berikan penjelasan kerja siswa,
9) Berikan penghargaan hasil kerja siswa.
Maka peneliti berusaha untuk menemukan jalan keluar atau solusi dalam mengatasi kesulitan dan hambatan belajar siswa kelas IV dalam pembelajaran matematika sehingga siswa termotivasi, kemauan dan kemampuan belajarnya meningkat. Dengan model PAKEM sebagai alternatif untuk meningkatkan motivasi belajar matematika. Dengan demikian, model PAKEM merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi belajar matematika pada siswa kelas IV di SDN X.
Dari beberapa pernyataan di atas, dapat dijadikan alasan Peneliti memilih/menerapkan model PAKEM untuk meningkatkan motivasi belajar matematika di kelas IV Sekolah Dasar X Jebres Kota X. Diharapkan model PAKEM dapat menciptakan suasana yang efektif, kreatif, dan menyenangkan sehingga siswa meningkat untuk belajar matematika.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, timbul permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Adanya anggapan bahwa matematika adalah momok yang menakutkan.
2. Pembelajaran matematika yang kurang bervariasi, tanpa alat peraga sehingga siswa kurang tertarik dan mudah bosan.
3. Kurang tepatnya metode pembelajaran matematika sehingga siswa kurang termotivasi.
4. Adanya model PAKEM yang akan meningkatkan motivasi belajar siswa kepada pembelajaran Matematika.
5. Guru belum menggunakan model PAKEM.
6. Banyaknya siswa yang nilai matematikanya rendah.
7. Guru mengajar tanpa adanya alat peraga.
8. Kurangnya penguasaan siswa terhadap rumus-rumus matematika.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah model PAKEM dapat meningkatkan motivasi belajar matematika di kelas IV SDN X ?
2. Bagaimanakah langkah-langkah dalam menempuh model PAKEM yang ideal dalam pembelajaran matematika di kelas IV ?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk :
1. Meningkatkan motivasi belajar matematika siswa kelas IV, melalui model PAKEM.
2. Mendeskripsikan penerapan model PAKEM dalam pembelajaran matematika di kelas IV.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian secara teoritis diharapkan dapat memberikan solusi yang berarti bagi pengembang pendidikan dan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan peningkatan motivasi belajar matematika menggunakan PAKEM untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Bermanfaat menentukan solusi untuk meningkatkan motivasi belajar matematika. Menggunakan PAKEM sebagai tindakan untuk meningkatkan motivasi belajar matematika.
b. Bagi Siswa
Bermanfaat untuk meningkatkan motivasi dalam belajar matematika.
c. Bagi Sekolah
Sekolah dapat meningkatkan mutu dan prestasi siswa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:23:00

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KUANTUM

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KUANTUM (IPA KELAS IV)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam kegiatan belajar-mengajar berlangsung suatu proses pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang berkualitas diharapkan kedua proses tersebut hendaknya dikelola dan dilaksanakan dengan baik dan berarti. Suatu proses pengajaran dikatakan berhasil bila terjadi strukturisasi situasi perubahan tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku siswa pada saat proses pembelajaran digunakan sebagai salah satu indikasi terselenggaranya proses pembelajaran dengan baik.
Tujuan setiap proses pembelajaran adalah diperolehnya hasil yang optimal. Hal ini akan dicapai apabila semua terlibat secara aktif baik fisik, mental, maupun emosional. Suatu tujuan pembelajaran menyatakan suatu hasil yang diharapkan dari pembelajaran itu dan bukan sekedar suatu proses dari pembelajaran itu sendiri.
Tujuan pembelajaran bidang pendidikan sebagaimana tercantum dalam SISDIKNAS 2003 yang menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berakhlak, berkeahlian, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah negara Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berdasarkan hukum dan lingkungannya, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta disiplin (BSPN, 2006 : 5).
Tuntutan manusia yang berkualitas hanya dapat dipenuhi oleh dunia pendidikan. Upaya pemenuhan tersebut merupakan suatu proses yang panjang yang dimulai sejak anak belajar di SD. Salah satu unsur yang turut menentukan kualitas Sumber Daya Manusia yaitu penguasaan IPA.
Salah satu mata pelajaran yang ada di SD yang perlu ditingkatkan kualitasnya adalah IPA dan SD merupakan tempat pertama siswa mengenal konsep-konsep dasar IPA, karena itu pengetahuan yang diterima siswa hendaknya menjadi dasar yang dapat dikembangkan di tingkat sekolah yang lebih tinggi di samping mempunyai kegiatan praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada pembelajaran IPA sangat berkaitan dengan dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat membuka berbagai pikiran dari siswa yang bervariasi sehingga siswa dapat mempelajari konsep-konsep dalam penggunaannya pada aspek yang terkandung dalam mata pelajaran IPA untuk memecahkan suatu masalah atau persoalan serta mendorong siswa membuat hubungan antara materi IPA dan penerapannya yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari.
IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupana manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat siswa serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga fakta penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Abdullah (1998 : 18) IPA adalah pengetahuan khusus yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.
Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar seperti yang diamanatkan dalam kurikulum KTSP tidaklah hanya sekedar siswa memiliki pemahaman tentang alam semesta saja. Melainkan melalui pendidikan IPA siswa juga diharapkan memiliki kemampuan, (1) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (2) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (3) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Oleh karena itu IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang penting bagi siswa karena perannya sangat penting berguna dalam kehidupan sehari-hari.(Sri Sulistyorini,2007 : 42).
Kenyataan yang terjadi, mata pelajaran IPA tidak begitu diminati dan kurang disukai siswa. Bahkan siswa beranggapan mata pelajaran IPA sulit untuk dipelajari. Akibatnya rata-rata hasil belajar siswa cenderung lebih rendah dibanding mata pelajaran lainnya. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di kelas IV SD X dan data hasil ulangan materi energi bunyi dan rambatannya, prestasi belajar siswa masih rendah. Persentasi siswa tuntas hanya 43,33% persen dari 30 siswa dan untuk siswa seluruhnya diperlukan remedial.
Rendahnya hasil belajar IPA siswa dibanding mata pelajaran lain karena hingga kini proses pembelajaran masih menggunakan paradigma absolutisme yaitu proses dimulai dari merancang kegiatan pembelajaran, mengajar, belajar, dan melakukan evaluasi yang mengalir secara linier. Guru lebih banyak berfungsi sebagai instruktur yang sangat aktif dan siswa sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Siswa yang belajar tinggal datang ke sekolah duduk mendengarkan, mencatat, dan mengulang kembali di rumah serta menghafal untuk menghadapi ulangan. Pembelajaran seperti ini membuat siswa pasif karena siswa berada pada rutinitas yang membosankan sehingga pembelajaran kurang menarik. Pada umumnya pembelajaran lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan, hukum, kemudian biasa dihafalkan bukan berlatih berpikir memecahkan masalah dan mengaitkannya dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna.
Untuk menggali potensi anak agar selalu kreatif dan berkembang perlu diterapkan pembelajaran bermakna yang akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh siswa makin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperoleh merupakan hasil dari pemahaman dan penemuannya sendiri yaitu proses yang melibatkan siswa sepenuhnya untuk merumuskan suatu konsep. Untuk itu sudah menjadi tugas guru dalam mengelola proses belajar-mengajar adalah memilih model pembelajaran yang sesuai, agar pembelajaran lebih menarik dan bermakna. Hal ini disebabkan adanya tuntutan pada dunia pendidikan bahwa proses pembelajaran tidak lagi hanya sekedar menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Guru harus mengubah paradigma tersebut dengan kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Terkait belum optimalnya hasil belajar siswa kelas IV SDN X, maka penulis berupaya menerapkan model pembelajaran Kuantum sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang bermakna yang bermuara pada pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pembelajaran Kuantum adalah mengorganisasikan berbagai interaksi proses pembelajaran menjadi cahaya yang melejitkan prestasi siswa menyingkirkan hambatan belajar melalui penggunaan cara dan alat yang tepat. Seperti memanfaatkan ikon-ikon sugesti yang membangkitkan semangat belajar siswa, penyajian materi yang prima sehingga siswa belajar secara mudah dan alami (Bobbi De Porter dan Mark Reardon, 2005 : 5)
Pembelajaran Kuantum merupakan refleksi pentingnya guru mengelola proses pembelajaran melibatkan siswa secara aktif dan kreatif baik dari segi fisik, mental dan emosional.
Berdasarkan kondisi tersebut maka peneliti tergerak untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul "PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KUANTUM PADA SISWA KELAS IV SDN X".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah :
1. Hasil belajar IPA siswa rendah.
2. Siswa pasif dalam pembelajaran IPA.
3. Mata pelajaran IPA tidak disukai dan kurang diminati siswa bahkan dianggap mata pelajaran yang sulit dipelajari.
4. Dalam pembelajaran IPA guru masih menggunakan metode ceramah.
5. Guru masih mendominasi pembelajaran tanpa memberi kesempatan kepada siswa berlatih memecahkan masalah.
6. Pembelajaran lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan, hukum kemudian dihafalkan bukan mengaitkan dalam pengalaman empiris dalam kehidupan nyata

C. Pembatasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran dan mengerjakan tes IPA sehingga mengakibatkan siswa mengalami perubahan yang dilihat dari aspek kognitif, afektif dan psimotorik.
2. Hasil belajar yang dimaksud dibatasi pada ketuntasan nilai yang diperoleh siswa dari hasil tes awal, tes siklus 1 dan 2 pada siswa.
3. Pembelajaran Kuantum adalah pembelajaran yang mengorkestrasi interaksi dalam proses pembelajaran dan merefleksi pentingnya guru mengelola proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan kreatif baik dari segi fisik, mental dan emosional melalui pendekatan TANDUR.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah model pembelajaran Kuantum dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN X ?
2. Bagaimana cara pelaksanaan model pembelajaran Kuantum dalam meningkatkan hasil belajar IPA dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN X ?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui apakah penerapan model pembelajaran Kuantum dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN X.
2. Memaparkan cara pelaksanaan model pembelajaran Kuantum dalam meningkatkan hasil belajar IPA di kelas IV SDN X.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik bersifat praktis maupun teoretis.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan untuk kegiatan-kegiatan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembelajaran IPA.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa
1) Sebagai sarana meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran IPA.
2) Meningkatkan hasil belajar IPA.
b. Bagi guru
Untuk menambah pengalaman guru dalam meningkatkan hasil belajar IPA dengan menerapkan model pembelajaran Kuantum.
c. Bagi sekolah
Sebagai sumbangan yang bermanfaat dalam rangka perbaikan pembelajaran IPA pada khususnya dan pembelajaran lain pada umumnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:21:00

PENDEKATAN KONSELING REALITA DLM MENGUBAH KONSEP DIRI NEGATIF SISWA BROKEN HOME

PENDEKATAN KONSELING REALITA DLM MENGUBAH KONSEP DIRI NEGATIF SISWA BROKEN HOME (BIMBINGAN KONSELING SMP)


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Keluarga memiliki peran yang penting dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak. Interaksi awal dan yang paling kuat adalah dengan keluarganya, terutama orang tuanya, yang berguna sebagai modal bersosialisasi dengan lingkungan diluar keluarganya. Keluarga berfungsi sebagai pendidikan dasar pada anak. Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan kodrati. Adanya ikatan antara anak dengan orang tuanya terjalin dari lahir bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Di dalam lingkungan keluarga segala sikap dan tingkah laku kedua orang tuanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ayah dan ibu merupakan pendidik dalam kehidupan yang nyata, sehingga sikap dan tingkah laku orang tua akan diamati oleh anak tidak sebagai teori mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak (Pujosuwarno,1994 : 22-23). Menurut Vembriarto dalam Pujosuwarno (1994 : 22) yang menyebabkan pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak adalah keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi langsung secara tetap, dalam kelompok yang demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan seksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi. Kondisi keluarga yang kondusif adalah terciptanya kebersamaan dan kasih sayang dalam lingkungan pribadi setiap anggotanya, terutama bagi pertumbuhan dan perkembangan dalam hal pembentukan sikap dan perilakunya sehari-hari. Sebab dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian masa kanak-kanak dilingkungan keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan dasar kepribadian dan identitas, pribadi seseorang. Sehingga diperlukan kondisi keluarga yang harmonis untuk menciptakan pribadi yang baik pada anak.
Kondisi di dalam keluarga yang dirasakan anak, akan di munculkan dalam perilakunya di lingkungan luar keluarganya. Di dalam keluarga, anak dihadapkan pada tuntutan dan harapan orang tuanya untuk menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Tetapi terkadang anak merasa tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut, karena kondisi keluarga yang tidak nyaman atau kurang mendukung anak untuk menjadi individu yang mandiri sesuai yang diharapkan orang tuanya. Sehingga Perlakuan dan suasana yang terjadi di dalam keluarga akan membentuk gambaran diri atau konsep diri pada anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Konsep diri merupakan pandangan menyeluruh individu tentang totalitas dari diri sendiri mengenai karakteristik kepribadian, nilai-nilai kehidupan, prinsip kehidupan, moralitas, kelemahan dan segala yang terbentuk dari segala pengalaman dan interaksinya dengan orang lain (Burns, 1993 : 50). Brooks dalam Rahmat (2005 : 105) menyatakan bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita yang bersifat psikologis, sosial, dan fisik. Jadi konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya. Jika ia merasa sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuan tersebut. Sebaliknya, jika individu merasa memiliki cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan kemampuannya tersebut. Sehingga individu dapat memperoleh tingkat kepuasan yang diperoleh dalam hidupnya.
Setiap individu pasti memiliki konsep diri, tetapi mereka tidak tahu apakah konsep diri yang dimiliki itu negatif atau positif. Individu yang memiliki konsep diri positif akan memiliki dorongan mandiri lebih baik, dapat mengenal serta memahami dirinya sendiri, dapat memahami dan menerima sejumlah factor yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, sehingga dapat berperilaku efektif dalam berbagai situasi. Konsep diri positif bukanlah suatu kebanggaan yang besar tentang diri tetapi berupa penerimaan diri terhadap apa yang ada pada diri sendiri. Dalam hal ini individu dapat menerima dirinya secara apa adanya dan akan mampu mengintrospeksi diri atau lebih mengenal dirinya, serta kelemahan dan kelebihan yang dimiliki. Namun individu yang memiliki konsep diri negatif, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri, juga tidak mengenal diri baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya atau sesuatu yang dia hargai dalam hidupnya.
Menurut Baldwin & Holmes dalam Calhoun & Acocella (1995 : 77) konsep diri merupakan ciptaan social, hasil belajar kita melalui hubungan kita dengan orang lain. Interaksi yang terjadi paling awal dan paling kuat adalah dengan orang tua kita dalam keluarga. Sehingga dari hasil interaksi dengan keluarga itulah yang akan membentuk konsep diri pada individu tersebut. Suasana yang tercipta dalam keluarga berperan penting dalam pembentukan dasar kepribadian, dan identitas pribadi. Apabila suasana yang tercipta adalah suasana yang kondusif, maka akan membentuk konsep diri yang positif pada anak. Dan apabila suasana yang tercipta adalah suasana yang tidak kondusif, maka akan membentuk konsep diri yang negatif.
Kondisi keluarga yang kurang baik biasanya terdapat pada keluarga yang mengalami banyak masalah yang tidak dapat terselesaikan sampai mengakibatkan broken home, yaitu keretakan di dalam keluarga yang berarti rusaknya hubungan satu dengan yang lain diantara anggota keluarga tersebut (Pujosuwarno, 1994 : 7). Di dalam suasana keluarga yang retak, sudah tidak ada keharmonisan antara ayah dan ibu, tidak ada kesatuan pendapat, sikap dan pandangan terhadap sesuatu yang dihadapinya. Akibatnya anak-anak akan merasa terlantar, terutama pendidikannya dalam keluarga, karena tidak jarang anak-anak terpaksa ikut ayah atau ibu tiri sehingga akan merasa kurang mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Selain itu, anak akan merasa malu dan minder terhadap orang di sekitarnya, menjadi gunjingan teman sekitar, proses belajarnya juga terganggu karena pikirannya tidak terkonsentrasi pada pelajaran. Memiliki pikiran-pikiran dan bayangan-bayangan negatif seperti menyalahkan takdir yang seolah membuat keluarganya seperti itu. Tidak bisa menerima takdirnya atau kenyataan yang harus dia jalani. Tekanan mental itu mempengaruhi kejiwaannya sehingga dapat mengakibatkan stress dan frustrasi bahkan seorang anak bisa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Selain itu anak-anak dapat saja terjerumus dalam hal-hal negatif, seperti merokok, minum minuman keras (alkohol), obat-obat terlarang (narkoba) bahkan pergaulan bebas yang menyesatkan.
Seperti halnya fenomena yang terjadi pada beberapa siswa di SMP Negeri X. Dari hasil observasi peneliti, diketahui ada beberapa siswa yang mengalami broken home menunjukkan perilaku yang negatif, seperti membolos, sering bertengkar, mudah tersinggung, membawa film porno ke sekolah, merokok, tidak memperhatikan saat pelajaran sehingga prestasi belajarnya menurun. Hal ini juga diketahui dari hasil wawancara dengan guru pembimbing bahwa memang terdapat dua siswa broken home yang memiliki perilaku negatif. Perilaku tersebut muncul sebagai wujud pelampiasan perasaan yang dirasakan siswa dalam keluarga yang kurang harmonis. Siswa kurang mendapat perhatian dari orang tuanya, sehingga siswa mencari perhatian dari orang lain. Pada dasarnya siswa belum bisa memahami tugas pekembangannya dengan baik dan belum bisa menerima kenyataan apapun yang sedang mereka alami termasuk masalah yang terjadi di dalam keluarganya, sehingga mereka perlu dapat mengontrol emosi dan menjalankan tugas perkembangannya dengan baik.
Dari fenomena tersebut dapat diketahui bahwa keretakan rumah tangga atau broken home dapat mempengaruhi konsep diri pada anak yang menjadikan anak berperilaku negatif. Munculnya keyakinan irrasional dan wacana diri atau pemahaman diri yang negatif. Konsep diri negatif tersebut perlu diubah menjadi konsep diri positif, agar siswa menemukan identitas diri yang sukses dan bisa menerima takdir hidupnya. Salah satunya dengan konseling individu menggunakan pendekatan realita.
Pendekatan realita merupakan pendekatan yang menganggap bahwa realisasi untuk tumbuh dalam rangka memuaskan kebutuhan harus di landasi oleh prinsip 3 R, (Right, Responsibility, dan Reality). Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti dari terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan mental (Corey, 2003 : 267). Menurut Latipun (2006 : 155) konseling realita adalah pendekatan yang berdasarkan pada anggapan tentang adanya suatu kebutuhan psikologis pada seluruh kehidupannya; kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah, dan berbeda dengan orang lain. Secara umum tujuan konseling Reality Therapy sama dengan tujuan hidup, yaitu individu mencapai kehidupan dengan success identity, untuk itu dia harus bertanggung jawab memiliki kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personalnya (Latipun, 2005 : 129). Oleh karena itu diharapkan dengan diberikannya konseling individu dengan pendekatan realita, siswa broken home yang memiliki konsep diri negatif dapat menjadi siswa yang realistis, bertanggung jawab dan dapat menyusun rencana perilaku baru yang tepat.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin mengadakan penelitian dengan judul "Pendekatan Konseling Realita dalam Mengubah Konsep Diri Negatif Siswa Broken Home", untuk mengetahui sejauh mana konseling dengan pendekatan realita dapat mengubah konsep diri negatif menjadi konsep diri positif pada siswa broken home.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran konsep diri dari siswa yang memiliki latar belakang keluarga broken home ?
2. Apakah pendekatan konseling realita efektif untuk mengubah konsep diri siswa broken home ?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai adalah :
1. Mengetahui bagaimanakah gambaran konsep diri dari siswa yang memiliki latar belakang keluarga broken home
2. Mengetahui efektifitas pendekatan konseling realita untuk mengubah konsep diri negatif siswa broken home

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memperkaya khasanah penelitian di bidang Bimbingan dan Konseling individu.
b. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran yang akan menambah perbendaharaan di bidang Bimbingan dan Konseling, guna meningkatkan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Konselor
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para konselor untuk membantu mengubah konsep diri negatif menjadi konsep diri positif dengan menggunakan konseling individu dengan pendekatan konseling realita.
b. Siswa broken home
Memberikan pemahaman kepada siswa dalam memahami konsep diri yang ada pada dirinya, dan mengetahui bagaimana mengubah konsep diri negatif yang dimiliki menjadi konsep diri positif.

1.5 Sistematika Skripsi
Dalam penelitian ini disusun sistematika penulisan skripsi sebanyak 5 bab dan uraiannya sebagai berikut :
BAB I, Merupakan Pendahuluan yang mencakup : Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Skripsi.
BAB II, Berupa Landasan Teori yang memuat teori-teori tentang Pendekatan Konseling Realita dalam Mengubah Konsep Diri Negatif Siswa Broken Home, mencakup : Penelitian Terdahulu, Pengertian konsep diri, asal konsep diri, jenis-jenis konsep diri, faktor-faktor konsep diri, faktor-faktor konsep diri masa akhir kanak-kanak, komponen konsep diri, unsur umum konsep diri, pola konsep diri, pola konsep diri ideal, mencari identitas dan proses mengubah konsep diri, Broken Home meliputi pengertian broken home, penyebab broken home, ciri-ciri broken home, sikap negatif anak broken home, dampak-dampak keluarga broken home, Konseling realita, meliputi konsep dasar konseling realita, pandangan tentang manusia, pemenuhan kebutuhan dasar, perilaku menyimpang, tujuan konseling realita, teknik konseling, dan prosedur konseling, Mengubah konsep diri negatif siswa broken home melalui konseling realita serta Hipotesis.
BAB III, Metode Penelitian, yang meliputi Jenis penelitian, Desain penelitian, Fokus penelitian, Subyek penelitian, Metode pengumpulan data, Keabsahan data dan Analisis data.
BAB IV, Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisi tentang penyajian data secara garis besar kemudian dianalisis, sehingga data yang ada mempunyai arti.
BAB V, Simpulan dan Saran, bab ini memuat tentang kesimpulan secara keseluruhan dari pembahasan skripsi, disamping itu juga berisi saran-saran yang berhubungan dengan masalah skripsi ini.
Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:12:00

PENERAPAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA

PENERAPAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA (BIMBINGAN KONSELING KELAS XI)


BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Berkomunikasi antar pribadi dalam kehidupan sehari-hari merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan berusaha menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat dipenuhi lewat komunikasi dengan sesamanya. Oleh karena itu terampil berkomunikasi dengan sesama manusia diperlukan oleh setiap individu manusia.
Proses belajar mengajar di sekolah merupakan bentuk komunikasi antara peserta didik dengan pendidik di sekolah. Dalam proses belajar mengajar, guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang efektif dan kondusif agar guru dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU. No. 14/2005 Bab 1, 1 : 1). Lebih lanjut ditegaskan pula oleh Slameto (1995 : 97), bahwa guru mempunyai tugas sebagai berikut (1) mendidik dengan titik berat dengan memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, (2) memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai, (3) membantu perkembangan aspek -aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri. Demikian juga, dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa. Ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan.
Untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya tersebut guru dituntut untuk menguasai ketrampilan berkomunikasi, demikian pula bagi siswa yang setiap hari melakukan komunikasi dengan guru maupun sesama siswa yang lain, maka diperlukan ketrampilan komunikasi, khususnya komunikasi antar pribadi.
Komunikasi antar pribadi sangat penting bagi hidup manusia. Johnson (dalam Supratiknya, 1995 : 9) menunjuk beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antar pribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, yaitu (1) komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita. (2) identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. (3) dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama. (4) kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figure) dalam hidup kita.
Kenyataan menunjukkan bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan berkomunikasi antar pribadi, hal ini dapat terlihat pada prilaku siswa SMA X pada umumnya dan pada khususnya siswa kelas XI.
Berdasarkan pernyataan di atas bila para siswa tidak memiliki ketrampilan berkomunikasi antar pribadi maka dapat berakibat siswa menngalami kesulitan dalam menerima dan menyampaikan pesan yang diterimanya kepada teman-temannya maupun kepada gurunya.
Ketrampilan komunikasi antar pribadi dapat dilatih melalui beberapa cara antara lain : wawancara, permainan, bimbingan, diskusi, berpidato, menulis. Bennett (dalam Chasiyah dkk, 2001 : 22) menjelaskan bahwa "group prosedur yang lebih intensif dan lebih mendalam adalah group therapy". Sedangkan Warters (dalam Chasiyah dkk, 2001 : 22) lebih menekankan group guidance sebagai group work,yang merupakan penggunaan pengalaman kelompok untuk membantu perkembangan individu dalam kelompok mencapai tujuan yang diinginkan.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, dalam rangka upaya meningkatkan komunikasi antar pribadi bagi siswa SMA X, penelitian ini difokuskan pada pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan beberapa individu siswa dapat melakukan dinamika kelompok memecahkan masalahnya. Layanan bimbingan kelompok tersebut dilakukan dengan teknik simulasi yang dapat memberikan stimulus kepada individu dalam upaya mengatasi kesulitan berkomunikasi antar pribadi. Beberapa ketrampilan komunikasi antar pribadi meliputi (1) ketrampilan memberikan tanggapan, (2) ketrampilan memberikan informasi, (3) ketrampilan memberikan nasihat, (4) ketrampilan bertanya, (5) ketrampilan merefleksikan, (6) ketrampilan menyimpulkan (Hamzah B Uno, 2008 : 29).

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasikan permasalahan komunikasi antar pribadi sebagai berikut :
a. Masih banyak siswa SMA X yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi antar pribadi b. Kurangnya pemahaman akan pentimgnya komunikasi antar pribadi siswa SMA X
c. Kurangnya ketrampilan menanggapi dalam berkomunikasi antar pribadi siswa SMA X
d. Masih banyaknya siswa SMA X yang tidak mempunyai ketrampilan bertanya dalam komunikasi antar pribadi
e. Kurangnya ketrampilan mengungkapkan ide-ide serta menyimpulkan dan merefleksikan dalam komunikasi antar pribadi siswa SMA X.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Simulasi Mampu Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Antar Pribadi Siswa Kelas XI SMA X ?

C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tanpa adanya tujuan yang jelas, tidak akan memberikan manfaat dalam bidang yang ditelitinya. Tujuan penelitian ini adalah : "Untuk mengefektifkan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dengan teknik simulasi guna meningkatkan kemampuan berkomunikasi antar pribadi siswa kelas XI SMA X"

D. Manfaat Penelitian
Setelah perumusan masalah dan tujuan masalah maka berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat dikemukakan manfaat penelitian sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis.
a. Memberikan bukti empiris kepada guru BK bahwa penerapan layanan bimbingan kelompok dengan teknik simulasi dapat membantu meningkatkan kemampuan berkomunikasi antar pribadi.
b. Memberi masukan kepada kepala sekolah dan guru BK tentang cara yang tepat untuk mengatasi siswa yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi antar pribadi dengan teknik simulasi dalam layanan bimbingan kelompok.
2. Manfaat Praktis.
a. Meningkatkan komunikasi antar pribadi siswa melalui Layanan bimbingan kelompok dengan teknik simulasi.
b. Membantu siswa agar dapat trampil berkomunikasi antar pribadi.
c. Menjadikan siswa terbiasa berkomunikasi antar pribadi
d. Membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah dengan trampil berkomunikasi antar pribadi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:10:00

PENGARUH MENONTON FILM KARTUN YANG MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN TERHADAP PERILAKU AGRESIF PADA ANAK

SKRIPSI PENGARUH MENONTON FILM KARTUN YANG MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN TERHADAP PERILAKU AGRESIF PADA ANAK SISWA KELAS IV



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang memiliki peran yang strategis dan mempunyai ciri serta sifat yang khusus, serta sangat memerlukan bimbingan dan perlindungan. Dalam fase kehidupannya anak mengalami perkembangan dan pertumbuhan, pertumbuhan dalam arti fisik, sedangkan perkembangan adalah dalam arti psikis termasuk perilakunya. Dalam perkembangan perilakunya, seorang anak belajar melalui pengalaman-pengalaman yang ditemui dan belajar dari mengidentifikasi model yang diamatinya. "Pembentukan atau perkembangan perilaku anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intern (dari dalam diri anak) dan faktor ekstern (dari luar diri anak). Yang termasuk faktor intern yaitu herediter, umur dan jenis kelamin. Sedangkan yang termasuk faktor ekstern adalah lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, media masa, kultur dan sebagainya" (Kartini Kartono, 1990).
Beberapa tahun terakhir ini banyak kita temui kejadian atau kasus di kalangan anak-anak yang sangat memerlukan perhatian dari orang tua, pendidik dan masyarakat luas, sebagai contoh : maraknya tindak kriminal yang dilakukan anak mulai dari tindakan pencurian sampai pada tindakan pembunuhan. Banyak anak-anak yang terdorong untuk melakukan perilaku yang menyimpang dan melanggar norma yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan serta pengaruh dari media masa terutama televisi.
Di zaman yang sudah maju seperti sekarang ini televisi bukan lagi barang yang mewah bagi warga Indonesia, terutama di kota-kota besar. Apalagi saat ini di Indonesia sudah memiliki sebelas stasiun televisi yaitu satu milik pemerintah dan sepuluh milik swasta. Persaingan yang keras di dunia bisnis pertelevisian menyebabkan acara-acara yang ditayangkan bervariasi temanya dan tidak lagi mendapat sensor yang ketat sehingga perilaku dan budaya yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dapat begitu saja ditonton.
Acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap pandangan, persepsi dan perasaan para penontonnya sehingga terharu, terpesona atau meniru tingkah laku dalam film tersebut. "Salah satu pengaruh psikologis dari televisi adalah seakan-akan menghipnotis penonton, sehingga penonton dihanyutkan ke dalam suasana pertunjukan tersebut" (Milton Chen, 1996). Siaran televisi menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat Indonesia baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif.
Salah satu pengaruh negatif dari televisi adalah banyaknya tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan, kejahatan, ketegangan, dan luapan emosi. Tayangan yang mengandung unsur kekerasan hampir setiap saat dapat ditemui dan tidak hanya pada film laga saja, bahkan sekarang dalam film kartun (animasi) yang merupakan tontonan bagi anak-anak juga mengandung unsur kekerasan. "Menurut Zainun Mu'tadi dengan menyaksikan perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut" (Mom Kiddies, 17 Desember 2006).
Film-film kartun yang mengandung unsur kekerasan memberi pengaruh yang buruk pada perilaku anak. "Hasil penelitian Komnas perlindungan anak menunjukan bahwa anak-anak menjadi lebih agresif yang dapat dikategorikan anti sosial setelah menonton film kartun yang mengandung unsur kekerasan, seperti Ninja Turtles" (Yayasan Kesejahteraan Keluarga, 2006). Dengan menyaksikan adegan kekerasan dalam film kartun maka terjadilah proses belajar peran model kekerasan oleh seorang anak dan dalam hal ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif. Menurut Koeswara (1988 : 4) "perilaku agresif adalah tingkah laku individu, yang berupa tindakan permusuhan yang ditujukan untuk melukai atau mencelakai individu lain baik secara fisik maupun verbal atau merusak harta benda".
"Tokoh pahlawan dalam film kartun misalnya film Power Ranger, banyak menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan konflik atau sebagai jalan keluar dari suatu masalah. Dan seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindakan kekerasan, berupa tepukan tangan atau sekedar pemberian selamat. Hal ini sudah barang tentu membuat anak-anak yang menonton semakin meyakini bahwa tindakan kekerasan itu adalah hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu nilai bagi dirinya. Serta dapat membuat seorang anak berpikiran bahwa dalam menyelesaikan masalah kita tidak perlu bernegosiasi, tinggal pukul dan banting saja maka masalah akan selesai. Jika nilai-nilai ini tertanam dalam benak anak-anak, kita bisa membayangkan bagaimana masa depan mereka kelak baik secara pribadi, dalam hidup bermasyarakat maupun berbangsa. Bisa jadi yang tumbuh nanti adalah generasi yang mengedepankan kekerasan dalam menyelesaikan masalah".
Berpijak dari latar belakang permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul "PENGARUH MENONTON FILM KARTUN YANG MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN TERHADAP PERILAKU AGRESIF PADA ANAK SISWA KELAS IV SDN X".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut : 
1. Film kartun yang mengandung unsur kekerasan, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap aspek psikologi penontonnya terutama anak-anak.
2. Perilaku Agresif yang terjadi pada seorang anak merupakan akibat yang ditimbulkan dari menonton film kartun yang mengandung kekerasan. 

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dilanjutkan dengan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 
"Apakah ada pengaruh menonton film kartun yang mengandung unsur kekerasan terhadap perilaku agresif pada anak ?"

D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah "Mengetahui ada tidaknya pengaruh menonton film kartun yang mengandung unsur kekerasan terhadap perilaku agresif pada anak".

E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh menonton film kartun yang mengandung unsur kekerasan terhadap perilaku agresif pada anak, artinya bila hipotesis yang diajukan terbukti maka diambil manfaat sebagai berikut : 
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi ilmuwan atau peneliti, bisa digunakan untuk mengembangkan teori-teori psikologi pada umumnya dan psikologi perkembangan anak pada khususnya yaitu memberikan kerangka pikiran pada penelitian.
b. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Pendidikan Khusus, yaitu mengenai perilaku agresi pada anak
2. Manfaat Praktis
a. Bagi orang tua, sebagai panduan untuk memberikan pengarahan terhadap anak mereka saat menonton televisi sehingga anak dapat memahami dan mengerti acara yang tengah ditonton.
b. Bagi guru, sebagai masukan untuk menilai perkembangan anak 
c. Bagi penentu kebijaksanaan penyiaran, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tayangan untuk anak.
d. Bagi dunia pertelevisian, sebagai masukan untuk mengkaji secara terarah dampak sesungguhnya dari tayangan dan siaran untuk anak-anak.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:52:00