Cari Kategori

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA

SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA (IPA KELAS IV)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2003 bertujuan bahwa semua peserta didik diharapkan menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menciptakan generasi bangsa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandir, menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab. Pada saat ini telah diselesaikan dua standar dan siap dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah yaitu standar isi dan standar kompetensi lulusan (SKL). Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah telah disahkan menteri dengan peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006. Disamping itu, pemerintah dalam hal ini menteri pendidikan nasional juga telah mengeluarkan peraturan No. 24 Tahun 2006 tanggal 02 Juni 2006 tentang pelaksanaan permen No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi dan permen No. 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (E. Mulyasa, 2007 : 11).
Mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan : 1) menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari; 2) menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA dan Teknologi; 3) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 4) ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, 5) menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan (Depdiknas, 2004 : 6).
Pembelajaran dengan menghubungkan lingkungan belajar yang guru ciptakan, maka membantu siswa dalam melangkah ke tahap perkembangan kognitif selanjutnya. Oleh karena siswa sekolah dasar akan belajar lebih efektif bila mempergunakan benda-benda konkrit, diberi kesempatan untuk memikirkan apa yang mereka kerjakan dan berbagi pengalaman dengan teman-temannya (Srini M. Iskandar, 2001 : 31).
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. Hal ini mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dalam penerapan kehidupan mereka sehari-hari. Tujuh komponen utama pendekatan kontekstual adalah : konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, penilaian sebenarnya (Trianto, 2007 : 103).
Peran guru yang terpenting adalah meningkatkan keinginan siswa atau motivasi untuk belajar. Memahami siswa agar nantinya mampu menyediakan pengalaman-pengalaman pembelajaran menarik, bernilai, secara intrinsik memotivasi, menantang, dan berguna bagi mereka (Kellough, 2000) dalam (David A. Jacobsen et.al, 2009 : 11).
Untuk mencapai pembelajaran ideal guru dituntut untuk mengaktualisasikan kompetensinya sehingga siswa termotivasi dalam pembelajaran. Motivasi belajar siswa rendah, strategi apapun digunakan guru dalam pembelajaran tidak akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Sebagai general trait motivasi belajar diasumsikan sebagai suatu kecenderungan siswa yang relatif stabil dalam kegiatan pembelajaran; sedangkan sebagai suatu situation-spesifik state, motivasi belajar diasumsikan sebagai suatu kecenderungan yang tidak stabil dalam kegiatan pembelajaran, dalam arti motivasi belajar siswa bisa meningkat dan bisa menurun (Keller : 1987) dalam (Wena Made, 2009 : 34)
Kenyataan yang ada di SDN X guru mengajar dengan menggunakan ceramah sehingga siswa kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran IPA. Terbukti hanya 31,57 % siswa yang memperoleh hasil belajar di atas KKM dan 62,43% memperoleh hasil belajar di bawah KKM, diketahui bahwa KKM di SDN X pada pelajaran IPA yaitu 60.
Hasil penelitian Wahyuningsih Puji Lestari (2005) dilakukan di SD Negeri Proyonanggan 15 Batang menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keaktifan siswa, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Hasil penelitian Diah Nugraheni (2007) dilakukan di SD Negeri 01 Kedungmundu Semarang menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri melalui media dalam pembelajaran IPA. Pendekatan kontekstual memiliki keunggulan yaitu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa, melibatkan siswa dalam kehidupan realistik sehingga dapat menciptakan pembelajaran bermakna yang mendorong motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan perbaikan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul "PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA SISWA KELAS IV SDN X".

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka disusun perumusan masalah sebagai berikut : 
a. Apakah pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa ?
b. Apakah pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa ?
c. Apakah pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?
2. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dilaksanakan dengan penelitian tindakan kelas, dengan tahapan beberapa siklus, setiap siklusnya dari beberapa tahapan yaitu : 
a. Perencanaan
1) Menyusun RPP
2) Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran
3) Menyiapkan LKS
4) Menyiapkan lembar observasi
5) Menyiapkan lembar evaluasi
b. Pelaksanaan
1) Guru membagi siswa dalam kelompok
2) Penjelasan singkat materi pelajaran
3) Siswa berdiskusi kelompok
4) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi
5) Pembahasan LKS
6) Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi
7) Guru memberikan evaluasi
c. Observasi
1) Pengamatan motivasi belajar siswa
2) Pengamatan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa
d. refleksi
1) Mengevaluasi hasil observasi
2) Menganalisis hasil pembelajaran e. Revisi
Dilakukan sebagai perbaikan berdasarkan permasalahan dan kekurangan yang muncul sehingga perlu diadakan perbaikan pada siklus berikutnya.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas IV dengan pendekatan kontekstual.
2. Tujuan Khusus
a) Meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual kelas IV SDN X.
b) Meningkatkan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa SDN X pada pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual
c) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual kelas IV SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas adalah sebagai berikut : 
1. Bagi Siswa : 
a) Dapat meningkatkan pengetahuan siswa dan motivasi belajar IPA pada materi rangka manusia.
b) Dapat meningkatkan ketrampilan siswa dalam pembelajaran IPA pada materi rangka manusia.
2. Bagi guru : 
a) Sebagai referensi bagi guru dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
b) Menambah informasi bagi guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
c) Guru menjadi aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pembelajaran.
d) Guru termotivasi untuk meningkatkan ketrampilan memilih strategi pembelajaran bervariasi sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
3. Bagi Sekolah : 
a) Dapat meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran inovatif.
b) Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:40:00

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DENGAN METODE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

TESIS PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DENGAN METODE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pembelajaran apresiasi sastra adalah siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, serta siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (BSNP, 2006: 2)
Seperti diuaraikan dalam penjelasan Pasal 6 ayat 8 Undang-Undang RI No.29 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahwa dalam pendidikan juga dikembangkan kemampuan siswa mengapresiasi dan kemampuan mengekspresikan keindahan serta harmoni yang mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun kehidupan bermasyarakat sehingga mampu menciptakan kebersamaan.
Pada pasal 7 ayat 2 dinyatakan bahwa muatan bahasa mencakup antara lain penanaman kemahiran berbahasa dan kemampuan dalam apresiasi terhadap karya sastra. Jika pembelajaran bahasa merupakan sarana untuk mengembangkan penanaman kemahiran yang menyangkut penalaran, pembelajaran apresiasi sastra merupakan sarana untuk mengembangkan sastra efektif, bukan kognitif (Boen S. Oemarjati, 2005: 7)
Pembelajaran apresiasi puisi dapat membantu siswa dalam mengembangkan kualitas kepribadian, antara lain ketekunan, kepandaian, pengimajinasian, dan penciptaan. Melalui kegiatan apresiasi puisi, siswa selalu dipertemukan dengan berbagai pengalaman terutama pengalaman batin. Misalnya pengalaman menginterprestasikan karya sastra, pengalaman mengikuti dan menganalisis puisi, sampai pada bagaimana siswa mengalami proses kreatif menciptakan puisi.
Faktor guru sangat berpengaruh terhadap kelangsungan proses belajar mengajar. Keberhasilan proses pembelajaran tidak dapat lepas dari peran guru. Guru dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional. Masalah profesionalisme guru selama ini banyak yang mempertanyakan. Guru profesional dituntut memiliki empat kompetensi yaitu: kompetensi kepribadian, kompetensi paedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Guru yang profesional yang telah memiliki empat kompetensi tersebut diharapkan mampu mengaplikasikan berbagai teori belajar di bidang pengajaran, mampu memilih dan menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien, mampu melibatkan siswa berpartisipasi aktif, dan mampu menciptakan suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Proses pembelajaran yang dilakukan tidak berpusat pada guru, tetapi berpusat pada siswa dengan menempatkan siswa sebagai subjek dalam belajar sehingga siswa yang aktif dengan guru sebagai fasilitator dalam belajar. Kemampuan guru untuk menerapkan metode pengajaran yang bervariasi yang sesuai dengan kondisi siswa, diharapkan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia yang diajarkan setiap jenjang pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa agar dapat berkomunikasi dengan baik, mampu menggunakan bahasa dengan tepat dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia masing-masing memiliki empat aspek dasar keterampilan kebahasaan dan kesastraan yang harus dikuasai oleh siswa. Keempat aspek tersebut meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan ini harus dikuasai oleh siswa karena merupakan keterampilan dasar yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan berbahasa dan bersastra memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini karena fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi dan bahasa akan lebih hidup dan bernilai dengan sastra. Kemampuan berbahasa yang baik dapat menentukan keberhasilan komunikasi sehingga siswa dapat beradaptasi dan dapat bertahan dalam suatu masyarakat. Sedangkan mempelajari sastra dapat memperhalus budi pekerti, saling menghargai sesama makluk Tuhan, sehingga hidup menjadi lebih bermakna.
Dalam kurikulum yang berlaku sekarang, kemampuan bersastra yang diharapkan dan dicapai oleh siswa meliputi (1) mendengarkan karya sastra, (2) melisankan karya sastra dan berbicara karya sastra, (3) membaca karya sastra, dan (4) menulis karya sastra (Depdiknas, 2006: 8). Oleh karena itu kurikulum menuntut kepada guru untuk memiliki kemampuan yang memadai dalam apresiasi sastra, sehingga ia mampu melibatkan siswanya ke dalam pengalaman berapresiasi sastra seperti tercantum dalam kurikulum .
Pengajaran sastra di Indonesia merupakan gabungan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Baik disebut secara implisit yaitu pelajaran bahasa Indonesia pasti sudah mengandung pelajaran sastra. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah-sekolah formal, biasanya diampu oleh seorang guru, yang disebut guru bahasa Indonesia. Guru bahasa Indonesia dituntut untuk mampu melaksanakan pengajaran dengan sebaik-baiknya. Hal ini karena memang bahasa dan sastra mempunyai hubungan yang sangat erat. Bahasa merupakan satu-satunya media pengungkapan bagi para sastrawan dalam menciptakan kreasi karya-karya sastra.
Banyak pengamat dan praktisi pendidikan yang masih banyak mempertanyakan keberhasilan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Terutama dalam pembelajaran sastra yang dianggap masih gagal. Penyebab kegagalan pembelajaran sastra bukan semata-mata karena faktor guru, tetapi banyak faktor yang saling berkaitan sebagai penyebabnya. Namun, pada kenyataannya banyak guru yang lebih menekankan pada aspek kebahasaan dari pada sastra.
Program pengajaran apresiasi sastra Indonesia yang dipadukan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dan sastra Indonesia dianggap masih kurang menarik bagi siswa. Penyebab kurang menariknya pelajaran apresiasi sastra Indonesia di antaranya cara guru mengajar yang tidak memotivasi siswa, kurang akrabnya siswa dengan karya sastra, juga adanya pandangan negatif sebagian masyarakat terhadap sastra. Hal itu disebabkan kurang terbinanya pengajaran apresiasi sastra Indonesia dengan baik.
Sastra adalah karya imajinatif yang lebih banyak bersentuhan dengan masalah perasaan, instuisi, dan kepekaan estetis. Maka, bukan tidak beralasan jika muncul mitos-mitos miring yang menyebabkan lemahnya minat untuk mendekati sastra secara intens. Pandangan negatif terhadap sastra (menurut Jalaludin, 2003: 70-71) dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Kehidupan para seniman identik dengan kehidupan yang tidak wajar, bebas, kasar, anarkhis, suka mengkritik, berpikir aneh, berbaju kumal, berambut gondrong, dan sikap eksentrik lainnya.
2. Menjadi ahli sastra bukanlah pekerjaan yang menguntungkan secara materiil,
3. Ada yang beranggapan bahwa sastra merupakan dunia para pengkhayal ulung, potret kehidupan para pekerja seni yang seolah-olah dipandang sebagai orang yang kekurangan pekerjaan.
4. Dalam hal keilmuan, sastra dipandang hanya menjadi urusan para pakar, kritikus, atau seniman sastra.
Pandangan negatif tersebut tidak sepenuhnya benar, karena sastra memiliki misi kemanusiaan yang hasilnya tidak dapat dilihat secara langsung atau dinilai secara materiil. Pembelajaran sastra tidak dimaksudkan untuk mencetak para sastrawan atau ahli-ahli sastra.
Pandangan tersebut barangkali berkaitan dengan dialektika fungsi sastra, menurut Horace bahwa sastra bersifat dulce (indah) dan utile (berguna). Kekeliruan dalam menafsirkan kata utile, sifat kebergunaan tidak dapat diartikan seperti petunjuk praktis dalam membuat masakan, tetapi sastra dapat memberikan pengaruh sangat besar terhadap cara berpikir seseorang mengenai hidup, mengenai baik buruk, mengenai benar salah, dan mengenai cara hidup sendiri serta bangsa.
Selama ini dalam praktiknya pembelajaran sastra belum mendapat porsi yang sama dibandingkan dengan pembelajaran bahasa. Porsi waktu dan muatan materinya kurang mendukung siswa untuk belajar sastra dengan baik. Banyak kalangan yang menganggap bahwa pembelajaran sastra kurang penting. Padahal pembelajaran sastra apabila ditinjau dari fungsinya adalah untuk penghalusan budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, penyaluran gagasan, imajinasi, dan ekspresi secara konstruktif baik secara lisan maupun secara tertulis (Depdiknas, 2004: 5).
Sastra dianggap mampu membuka pintu hati pembacanya untuk menjadi manusia berbudaya, yakni manusia yang responsif terhadap lingkungan komunitasnya, mengukuhi keluhuran budi dalam hidup, dan berusaha menghindari perilaku negatif yang bisa menodai citra keharmonisan hidup. Hal itu terwujud apabila seseorang mempunyai tingkat apresiasi sastra cukup tinggi.
Secara teoretis, peran sastra dalam kehidupan memang sangat penting, namun dilihat dalam kehidupan nyata, peran sastra tampak sering tidak penting. Pembelajaran sastra antara ada dan tiada, hal ini membuktikan bahwa posisi pengajaran sastra sangat terpinggirkan. Rendahnya tingkat apresiasi sastra siswa di sekolah sebagai indikator kegagalan pembelajaran sastra seperti yang sudah dilontarkan oleh banyak kalangan, baik dari kalangan pendidikan, baik guru, masyarakat umum, maupun para sastrawan.
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, begitu pula dunia hiburan semakin mudah diperoleh, mengakibatkan terpinggirnya puisi sebagai salah satu karya sastra yang menghibur dan mendidik. Daya apresiasi masyarakat terhadap puisi semakin menipis. Anak-anak tidak lagi mengenal puisi, misalnya puisi tradisional (lama) maupun puisi baru (modern) yang sebenarnya banyak mengandung pendidikan, fasafah, dan nilai-nilai positif yang sangat relevan dengan kehidupan.
Menurut siswa pembelajaran sastra khususnya puisi dianggap tidak menarik untuk dipelajari dan penyampaian pembelajaran sastra puisi kurang inovatif menyebabkan mereka bosan. Menurut siswa pembelajaran puisi sulit dan kurang menarik, sehingga mereka tidak tertarik untuk mempelajarinya. Hal demikian juga dibenarkan oleh guru kelas VI, Bapak Drs. Yoh Suparjo bahwa hasil belajar siswa pada sastra lebih rendah dari pada pembelajaran bahasa. Kurang tertariknya siswa pada sastra menjadi salah satu penyebabnya.
Keprihatinan berbagai pihak terhadap pembelajaran apresiasi sastra disebabkan pula oleh sejumlah keterbatasan yang berkaitan dengan pembelajaran tersebut. Hal itu tampak pada terbatasnya sarana dan prasarana yang dapat mendukung keberhasilan pembelajaran sastra, terbatasnya sosialisasi model-model pembelajaran sastra yang inovatif, dan terbatasnya materi sastra yang dimasukkan ke dalam buku ajar atau buku pelajaran sekolah, khususnya buku pelajaran bahasa Indonesia. (Andayani, 2008).
Berdasarkan hasil pra-survei yang dilakukan di SD Negeri X, penulis mencoba mengidentifikasikan permasalahan yang ada bahwa pembelajaran apresiasi puisi yang selama ini berlangsung di SD Negeri X, (1) masih bersifat individual belum memanfaatkan potensi interaksi dan kerja sama antar siswa, (2) minimnya umpan balik dari guru maupun teman sejawat atau sesama teman belajar, (3) penyusunan rencana pembelajaran apresiasi sastra puisi, (4) penyediaan bahan ajar apresiasi sastra puisi.
Juga diperoleh data bahwa kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi masih sangat rendah. Hal ini diketahui dari observasi dan data berupa nilai siswa. Sedangkan dari hasil wawancara dengan siswa juga didapatkan informasi bahwa sebenarnya siswa menyukai pelajaran tentang puisi, tetapi kurang tertarik karena dianggap kuno dan cara penyampaian guru yang terkesan membosankan. Hal ini dapat diketahui ketika disuruh oleh guru untuk membacakan puisi di depan kelas, tidak ada siswa yang berani. Hal ini dapat disebabkan oleh siswa itu sendiri yang belum mempunyai keberanian untuk tampil di depan kelas, dapat juga karena siswa enggan.
Hasil wawancara dengan guru, dikatakan bahwa memang selama ini anak-anak kurang tertarik dalam pembelajaran puisi. Guru telah mencoba berbagai metode yang dimiliki namun belum dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Proses belajar mengajar tergantung pada tiga unsur: (1) tingkat partisipasi dan jenis kegiatan belajar yang dihayati siswa, (2) peran guru dalam proses belajar belajar mengajar, (3) suasana proses belajar. Makin intensif partisipasi dalam kegiatan belajar mengajar makin tinggi kualitas proses belajar itu.
Tingkat partisipasi siswa yang tinggi dapat dicapai apabila mereka memiliki kesempatan untuk secara langsung (1) melakukan berbagai bentuk pengkajian untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman, (2) berlatih berbagai keterampilan kognitif, personal-sosial, dan psikomotorik, baik yang berbentuk sebagai efek langsung pengajaran maupun sebagai dampak pengiring pelaksanaan berbagai kegiatan belajar, dan (3) menghayati berbagai peristiwa sarat nilai baik secara pasif dalam bentuk pengamatan dan pengkajian maupun secara aktif keterlibatan langsung di dalam berbagai kegiatan serta peristiwa sarat nilai.
Lebih lanjut dikatakan bahwa, pembelajaran apresiasi sastra menjadi hal yang penting untuk dikaji secara cermat karena pada hakikatnya dalam pembelajaran apresiasi sastra, khususnya di sekolah dasar, siswa seharusnya akan mendapat kesempatan mendalami karya-karya sastra berupa puisi, cerita dan drama anak-anak. Berkaitan dengan hal tersebut, diuraikan oleh Herman J.Waluyo (2002: 3) bahwa kekuatan karya sastra terletak pada pesan yang terkandung di dalamnya. Pesan yang disampaikan melalui karya sastra dapat sangat kuat dan lebih bersifat abadi jika dibandingkan dengan pesan secara harfiah. Karena itu, apresiasi sastra sebagai kegiatan pembelajaran menjadi hal yang penting.Guru dituntut pula memahami kurikulum pembelajaran sastra dengan fungsinya, ruang lingkup, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, serta mampu pula menggunakannya dalam penyusunan silabus, dalam menyusun bahan pelajaran, dan dalam menyajikan pelajaran di kelas. Permasalahan pembelajaran apresiasi sastra (puisi) membutuhkan kajian yang lebih spesifik untuk mencapai sasaran secara tepat. (Andayani, 2007).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mencoba menerapkan metode Student Achievement Team Division (STAD) dalam pembelajaran apresiasi puisi. Penerapan metode ini menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, seperti pendekatan kooperatif, kontekstual, dan konstruktif. Keterpaduan ini dapat terwujud dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan perolehan nilai atau kemampuan siswa pada suatu kegiatan belajar mengajar yang konsisten.
Alasan pemilihan metode ini karena diperkirakan akan mampu mengatasi permasalahan di atas. Metode ini termasuk ke dalam metode diskusi kelompok bebasis pembelajaran kooperatif dengan menempatkan siswa dalam tim campuran (heterogen) berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan suku. Hal ini sangat memungkinkan siswa untuk belajar mengapresiasi puisi secara berkelompok dengan memanfaatkan potensi interaksi dan kerja sama antar siswa. Namun demikian, kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa lebih ditekankan pada kompetensi individual meskipun dilaksanakan dalam bentuk diskusi kelompok.
Dalam metode ini, siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan siswa bekerja sama dalam tim mereka untuk memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu. Saat belajar kelompok, siswa saling membantu untuk menuntaskan materi yang dipelajari. Setiap siswa menggunakan nomor yang telah diberikan oleh guru, dalam satu kelompok memiliki nomor yang berbeda. Kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa lebih ditekankan pada kompetensi individual meskipun dilakukan dengan bentuk diskusi kelompok. Penggunaan nomor sebagai upaya untuk membangkitkan motivasi siswa secara individu dalam mengemukakan pendapat atau tanggapan secara lisan.
Setiap anggota memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap setiap permasalahan yang dibahas dalam forum diskusi. Dengan demikian anggota akan selalu siap jika sewaktu-waktu ditunjuk oleh guru berdasarkan nomor yang dimilikinya. Guru memantau dan mengelilingi tiap kelompok untuk melihat adanya kemungkinan siswa yang memerlukan bantuan. Metode ini pun dibantu oleh metode pelatihan, penugasan, dan tanya jawab sesuai dengan satuan pelajaran sehingga ketuntasan materi dapat terwujud.
Penelitian tentang penerapan metode STAD untuk meningkatkan kemampuan apresiasi puisi belum pernah dilakukan di SD Negeri X. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas. Hal ini dipilih karena kelas merupakan unit terkecil dalam sistem pembelajaran, sehingga semua guru perlu mendalami dan berperilaku kritis terhadap apa yang sebenarnya dilakukan oleh siswa maupun guru.
Dengan demikian guru dapat mengubah sendiri strategi pembelajaran untuk memecahkan permasalahan dan sekaligus mengubah proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Oleh karena penelitian ini berjudul "Peningkatan Kemampuan Apresiasi Puisi dengan Metode Student Team Achievement Division (STAD) pada Siswa Kelas VI SD Negeri X (Penelitian Tindakan Kelas)"

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah:
1. Apakah penerapan metode STAD dapat meningkatkan intensitas proses pembelajaran apresiasi puisi pada siswa kelas VI SD Negeri X?
2. Apakah penerapan metode STAD dapat meningkatkan kemampuan apresiasi puisi pada siswa kelas VI SD Negeri X?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini untuk:
1. Meningkatkan intensitas proses pelaksanaan pembelajaran puisi dengan penerapan metode STAD pada siswa kelas VI SD Negeri X.
2. Meningkatkan kemampuan apresiasi puisi dengan menerapkan metode STAD pada siswa kelas VI SD Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam pendidikan kebahasaan dan kesastraan, terutama dalam penerapan metode pembelajaran STAD dalam pembelajaran sastra khususnya apresiasi puisi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Meningkatnya kemampuan mengapresiasi puisi siswa;
2) Memberikan kesempatan kepada siswa menjadi aktif dan kreatif;
3) Membantu siswa untuk dapat berinteraksi dengan baik antar sesama teman dan melatih kerja sama dalam tim, melatih tanggung jawab individu;
4) Membantu mengatasi kesulitan pembelajaran sastra khususnya pada apresiasi puisi;
b. Bagi Guru
1) Memperoleh informasi tentang tingkat kemampuan siswa dalam mempelajari apresiasi puisi untuk menjadikan acuan pada pembelajaran berikutnya;
2) Meningkatkan intensitas proses pembelajaran bahasa dan sastra khususnya Apresiasi puisi;
3) Mampu melaksanakan pembelajaran dengan metode yang inovatif terutama terhadap pelajaran sastra khususnya pada apresiasi puisi;
4) Memberikan solusi pada kesulitan pelaksanaan pembelajaran sastra khususnya pembelajaran puisi.
c. Bagi Sekolah
1) Dapat menumbuhkan iklim pembelajaran yang konduksif sehingga tercipta kualitas pembelajaran yang baik, aktif, kreatif dan inovatif;
2) Sebagai masukan dalam rangka pembinaan dan peningkatan profesionalisme guru;
3) Menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi pada puisi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:39:00

PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA SISTEM PELAYANAN PUBLIK MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT. PLN

SKRIPSI PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA SISTEM PELAYANAN PUBLIK MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT. PLN



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
BUMN sebagai unit ekonomi milik negara merupakan sektor yang penting peranan nya dalam membantu pemerintah mengimplementasikan kebijakan pembangunan yang telah digariskan dalam tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan di segala bidang yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya menuju kemajuan dan kemakmuran bangsa yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang tercermin dalam produktivitas nasional.
BUMN di dalam konteks perekonomian Indonesia mempunyai tempat penting, bukan saja eksistensinya hanya sebatas pengelolaan sumber daya dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga berbagai kegiatan investasi untuk produksi barang dan jasa yang tidak menarik atau terlalu besar untuk dapat dilakukan oleh pihak swasta.
Di dalam pasal 33 ayat 2 UUD 1945 ditetapkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pasal 33 UUD 1945 tersebutlah yang menjadi dasar bagi Indonesia untuk membangun BUMN dimana BUMN tersebut merupakan perwakilan pemerintah dalam melayani kebutuhan utama publik baik secara tingkat nasional maupun daerah.
Indonesia yang masih berada dalam situasi paska krisis ekonomi (1997-2000) dan dalam upaya pembenahan ekonomi secara nasional demi menghadapi tuntutan globalisasi yang akan hadir pada tahun 2015 mulai berupaya untuk menghidupkan kegiatan perekonomian nasional dengan salah satu upayanya adalah dengan mengefektifkan kembali kinerja BUMN. Pasal 33 UUD 1945 tersebut kemudian menggiring Indonesia untuk melakukan alternatif pembangunan perekonomian yang salah satu upaya yang ditempuh oleh pemerintah adalah dengan menghidupkan kembali sector ekonomi yang berasal dari perusahaan negara (BUMN) yang menguasai alam Indonesia yang kaya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, BUMN merupakan Badan Usaha Milik Negara yang sebagian besar modal perusahaan nya berasal dari kekayaan negara, mempunyai peranan sebagai sumber pendapatan devisa negara dan juga untuk memproduksi berbagai barang dan jasa kebutuhan masyarakat. Berdasarkan undang-undang tersebut dapat dilihat bahwa BUMN sebagai institusi milik pemerintah menjadi alat vital yang efektif bagi pembangunan nasional.
Kenyataan, bahwa BUMN tidak hanya berperan sebagai usaha bisnis semata-mata yang tujuannya bukan hanya untuk mencari keuntungan, akan tetapi juga merupakan bagian dari aparatur negara yang bertujuan memberikan pelayanan kepada publik, sering kali menyebabkan bahwa BUMN menjadi birokratis dan kehilangan keluwesan serta kegesitan usaha yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan bisnis. Dan juga banyak nya patologi di dalam tubuh BUMN menyebabkan prestasi BUMN sebagai usaha bisnis yang kurang memuaskan, malahan harus menderita rugi sehingga harus diberikan subsidi oleh pemerintah.
Kondisi tersebut menyebabkan tidak adanya transparansi dalam setiap kegiatan kinerja BUMN yang membuat semakin tidak efisiennya dan tidak efektifnya BUMN. Hal ini tentu tidak wajar, mengingat BUMN sesuai dengan jiwa UUD 1945 Pasal 33 menjadi perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dengan tanpa pesaing, tentunya akan sangat jauh dari kata "rugi".
Namun seiring dengan adanya reformasi, banyaknya tuntunan dari masyarakat agar adanya transparansi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan milik negara yang ada di Indonesia baik Badan Usaha Milik Negara maupun Badan Usaha Milik Daerah dalam hal pengelolaan keuangan perusahaan dan juga dalam hal melakukan tender proyek pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan. Tuntutan yang timbul dari masyarakat ini, menginginkan terwujudnya perusahaan negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan terlaksana tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan juga pembangunan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate governance.
E-Procurement merupakan salah satu contoh e-government yang diterapkan oleh salah satu BUMN di Indonesia yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN). E-Procurement diterapkan karena berawal dari ketidakadaan transparansi di dalam tubuh BUMN dalam hal pengelolaan keuangan perusahaan dan dalam hal melakukan tender proyek pengadaan barang dan jasa, tingkat kemajuan teknologi informasi yang semakin canggih, serta berawal dari tuntutan kesiapan BUMN terhadap perkembangan era perdagangan bebas yang akan dilakukan pada tahun 2015 nanti
Jenis e-procurement ini merupakan implementasi e-government pada BUMN dimana melalui aplikasi e-procurement rangkaian proses tender proyek-proyek pemerintah dapat dilakukan secara online melalui internet dan juga dalam penerapan proyeknya merupakan proyek yang berskala besar dimana kebanyakan aplikasinya perlu melibatkan sejumlah sumber daya yang besar, dalam hal ini menyangkut ketersediaan modal dan juga kemampuan/keahlian yang dimiliki oleh para pegawai dalam menguasai komputer dan juga internet.
Di dalam e-procurement ini yang terjadi adalah sebuah komunikasi dua arah, dimana pemerintah mempublikasikan berbagai data dan informasi yang dimilikinya seperti dalam hal pelelangan atau tender barang untuk dapat secara langsung dan bebas diakses oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan melalui internet.
Biasanya kanal akses yang dipergunakan adalah komputer atau handphone melalui medium internet, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan untuk mengakses situs (website) departemen atau divisi terkait yang ada di dalam perusahaan, kemudian user dapat melakukan browsing (melalui link yang ada) terhadap data atau informasi yang dibutuhkan.
Secara umum istilah governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan, dalam arti lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan oleh eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholder. Good corporate governance menyangkut tentang konsep moralitas, etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik yang harus dilakukan oleh para eksekutif perusahaan dalam mengambil kebijakan dan keputusan.
Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi dan krisis politik di Indonesia pada tahun 1997 yang lalu (www.kompas.com, 22 Oktober 2007, Dengan judul artikel : Good Corporate Governance Sebuah Keharusan). Mulai saat itulah tata kelola perusahaan yang baik {good corporate governance I GCG) mengemuka. Dimulai dengan jatuhnya perusahaan-perusahaan di Indonesia yang disebabkan oleh tidak patuhnya manajemen perusahaan terhadap prinsip-prinsip good corporate governance tersebut dimana hal ini ditandai dengan kurang transparan nya pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah, konglomerat yang tidak baik dalam menjalankan usaha dimana hal tersebut dapat dilihat dengan terkonsentrasi nya pemegang saham besar pada beberapa keluarga konglomerat yang menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas pada manajemen perusahaan yang sangat terasa serta menimbulkan konflik kepentingan yang sangat menyimpang dari norma-norma tata kelola perusahaan yang baik, dan juga pemerintah yang penuh dengan patologi KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) yang sangat kronis.
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan rendahnya tingkat stabilitas keamanan dalam negeri dan tidak berfungsinya aparat penegak hukum menjadikan investasi jangka panjang yang ikut menggerakkan sektor riil mulai meninggalkan Indonesia dan memindahkan perusahaannya ke beberapa negara tetangga. Indonesia sudah tidak dianggap lagi sebagai negara yang kompetitif untuk investasi jangka panjang. Ini tentu saja semakin menambah jumlah pengangguran dan mengganggu kinerja ekspor negara kita.
Oleh sebab itu, untuk menyehatkan perekonomian Indonesia kembali maka seluruh elemen masyarakat dan juga para stakeholder lainnya menuntut agar segera menerapkan prinsip good corporate governance ini dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia secara efektif agar kejadian krisis ekonomi dan krisis politik tidak kembali lagi terjadi di Indonesia.
Penerapan tata kelola perusahaan yang baik memberikan banyak sekali keuntungan bagi perusahaan itu sendiri dan masyarakat, tumbuhnya kepercayaan investor memberi peluang akses sumber pendanaan yang murah dan berkembangnya pasar modal kita, menguatnya kepercayaan lembaga keuangan domestik maupun internasional memberi peluang akses kredit dengan bunga yang kompetitif, kontrol yang efektif mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Bersihnya perusahaan dari praktik-praktik korupsi memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara efisien dan menghasilkan produk-produk yang mampu bersaing di pasar global, yang pada gilirannya mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dan berkesinambungan.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul "PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA SISTEM PELAYANAN PUBLIK MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT.PLN".

B. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti.
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Penerapan E-Procurement Pada Sistem Pelayanan Publik Menuju BUMN Yang Good Corporate Governance (Studi Pada PT. PLN).

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui sudah sejauh mana penerapan e-procurement dalam sistem pelayanan publik pada PT. PLN.
2. Untuk mengetahui tingkat kesiapan sumber daya manusia para pegawai PT.PLN setelah diterapkan nya e-procurement.
3. Untuk mengetahui pola kerjasama yang dibina oleh PT.PLN dalam rangka menuju BUMN yang good corporate governance.

D. Manfaat Penelitian
Adapun yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah : 
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang teori e-government (melalui e-procurement), sistem pelayanan publik, dan good corporate governance.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan untuk sebagai bahan masukan atau referensi bagi PT.PLN dalam menerapkan e-procurement pada sistem pelayanan publik menuju BUMN yang good corporate governance
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmiah dan keputusan baru dalam penelitian-penelitian ilmu sosial khususnya bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:31:00

PERANAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI

SKRIPSI PERANAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat dimaknai sebagai sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Pekerjaan juga dapat dimaknai sebagai sarana untuk mengaktualisasikan kemampuan diri sehingga seseorang merasa hidupnya menjadi lebih berharga bagi dirinya, keluarganya, dan lingkungannya. Oleh karena itu hak atas pekerjaan merupakan hak azasi yang melekat pada diri setiap manusia yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap Warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun pada kenyataannya di Indonesia hal tersebut masih menjadi permasalahan yang disebabkan oleh banyaknya jumlah tenaga kerja Indonesia yang tidak terserap oleh lapangan kerja yang tersedia di Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai jumlah penduduk terbesar ke-3 di dunia setelah negara China dan India. Melimpahnya jumlah penduduk merupakan aset penting yang menguntungkan bagi pembangunan suatu bangsa. Penduduk berperan sebagai subjek pembangunan dan dengan jumlah penduduk yang besar berperan sebagai tenaga kerja yang akan melakukan pembangunan. Hal tersebut akan menjadi suatu masalah apabila jumlah penduduk yang besar tersebut tidak disesuaikan dengan jumlah lapangan kerja yang memadai. 
Sebagai akibat atas tingginya pertumbuhan angkatan kerja di satu sisi dan rendahnya pertumbuhan lapangan kerja di sisi lain akan menimbulkan tingginya tingkat pengangguran. Sukirno (1981 : 170) memberikan penggolongan jenis-jenis pengangguran, yaitu : (1) Pengangguran terbuka meliputi pengangguran frictional (pengangguran normal), yaitu dimana tenaga kerja keluar dari tempat kerjanya dengan harapan akan memperoleh pendapatan dan status sosial serta fasilitas yang lebih baik di tempat lain. (2) Pengangguran struktural sebagai akibat pemutusan hubungan kerja. (3) Pengangguran teknologi sebagai akibat penggantian tenaga manusia dengan mesin-mesin yang lebih modern. (4) Pengangguran cyclical timbul sebagai akibat penyusutan salah satu sektor pekerjaan. (5) Pengangguran tidak kentara yaitu pengangguran musiman dan tenaga kerja yang setengah menganggur.
Masih tingginya jumlah pengangguran dan masalah kesempatan kerja di dalam negeri yang semakin penting dan mendesak untuk menjadi perhatian pemerintah. Masalah ketenagakerjaan harus tetap menjadi prioritas. Bila melihat penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 210 juta orang, permasalahan yang mungkin muncul dari meledaknya jumlah pengangguran adalah mulai dari masalah sandang, pangan, papan, bahkan mungkin naiknya angka urbanisasi, hingga kriminalitas.
Pengangguran merupakan masalah utama yang sulit untuk mendapatkan titik temu. Berdasarkan statistik ketenagakerjaan, bahwa masalah krusial yang dihadapi oleh pasar kerja Indonesia sampai saat ini adalah masalah pengangguran. Oleh karena itu dalam mengatasi pengangguran ini dituntut adanya perhatian dan campur tangan pemerintah yang lebih jauh demi kesejahteraan masyarakat. Peluang untuk memecahkan masalah ini hanya bisa dilahirkan dengan pembangunan yang secara sadar, nyata dan efektif. Hal tersebut diarahkan untuk menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan seluruh pendapatan masyarakat. Perluasan kesempatan kerja dan penggunaan tenaga kerja yang produktif akan memberikan imbalan dan penghargaan yang layak serta mempunyai peranan yang menentukan pertumbuhan ekonomi dan sosial jangka panjang.
Masalah sumber daya manusia merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang dalam rangka pembangunan. Pembangunan suatu bangsa memerlukan aset pokok yang disebut dengan sumber daya (resources), baik sumber daya alam (natural resources) maupun sumber daya manusia (human resources). Sumber daya manusia merupakan potensi sumber daya yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan, karena jika hanya dengan sumber daya alam dan modal tanpa ada sumber daya manusia yang memadai dan terarah, maka tidak akan menghasilkan output sebagai wujud dari suatu proses pembangunan.
Melihat penjelasan tersebut, maka dalam rangka mengurangi pengangguran dilaksanakan suatu pengembangan kesempatan kerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan itu maka Pemerintah melakukan usaha untuk memperluas kesempatan kerja salah satunya dengan program AKAN (Antar Kerja Antar Negara) yang melibatkan pihak swasta yaitu PPTKIS (Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta). Program AKAN memberikan banyak manfaat bagi Negara dan masyarakat terutama dalam hal ekonomi. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Luar Negeri bukan hanya penting sebagai subyek yang melakukan segala kegiatan pembangunan, akan tetapi juga penting karena pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan akan memberikan pemasukan Negara dengan adanya devisa. Nantinya devisa tersebut akan digunakan sebagai modal peningkatan kesejahteraan TKI. Memperluas kesempatan kerja ke luar negeri akan memberikan peluang yang besar untuk perkembangan masyarakat serta mengurangi jumlah pengangguran.
Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya migrasi TKI ke luar negeri. Disamping faktor penarik yang ada di luar negeri yang menjanjikan upah yang lebih tinggi daripada di Indonesia, maka faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pendorong yang ada di dalam negeri, yaitu belum terpenuhinya salah satu hak dasar warga Negara yang paling penting yaitu pekerjaan seperti yang telah disebutkan dalam UU 1945 pasal 27 ayat 2. Bekerja di luar negeri menjadi pilihan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Mencermati minat masyarakat untuk bekerja di luar negeri, maka pengusaha pengerah jasa tenaga kerja pun muncul di tengah masyarakat dalam bentuk badan usaha. Sepintas kelihatannya untuk menjadi tenaga kerja di luar negeri tidaklah terlalu rumit, justru pandangan dan pendapat seperti inilah yang menjadi problematikanya yaitu para calon tenaga kerja Indonesia belum sepenuhnya memahami apa yang menjadi kewajiban dan haknya bila bekerja di luar negeri. Besarnya jumlah TKI yang bekerja di luar negeri di satu sisi mempunyai nilai positif, yaitu mengatasi sebagian masalah pengangguran di dalam negeri namun di sisi lain mempunyai nilai negatif berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI. Resiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke Indonesia. Dalam hal ini peran pemerintah sangat penting melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar dalam proses penyaluran TKI ke luar negeri dapat berjalan dengan baik dan diharapkan dapat menghindarkan permasalahan-permasalahan yang diantaranya calo, pelanggaran yang dilakukan PPTKIS.
Oleh karena itu, masyarakat hams jeli dalam memilih PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) yang akan membantu segala hal tentang penempatannya di luar negeri. Setiap PPTKIS hams memiliki izin resmi dari yang berwenang. Demikian pula halnya untuk daerah Kabupaten X, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X sebagai salah satu instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang penempatan TKI ke luar negeri secara aktif melaksanakan kegiatan penyaluran TKI bersama-sama PPTKIS. Agar penempatan kerja ke luar negeri di Kabupaten X tidak menjadi illegal diperlukan PPTKIS yang resmi bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X. Jumlah PPTKIS yang telah resmi terdaftar dan bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X adalah sebanyak 78 PPTKIS yang tersebar di wilayah Sumatera Utara.
PPTKIS sangat berperan penting dalam pelaksana proses penempatan TKI ke luar negeri. PPTKIS bertanggung jawab kepada TKI yang ditempatkan sejak dari daerah asal sampai kembali ke daerah asal. Untuk menjadi TKI hams melalui PPTKIS yang nantinya juga berkewajiban melindungi dan menempatkan TKI mulai dari pemberangkatan sampai dengan kepulangan ke daerah asal TKI.
Pemerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri sebagai landasan pemerintah tingkat Provinsi/Kabupaten untuk melaksanakan penempatan tenaga kerja ke luar negeri di wilayahnya masing-masing. Peranan dari Pemerintah sangat penting untuk meningkatkan kualitas TKI serta dapat menciptakan kepercayaan masyarakat dalam penempatan TKI ke luar negeri. Demikian inilah yang menjadi tanggungjawab Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X agar dalam proses penempatan tenaga kerja Indonesia dilakukan secara benar agar permasalahan yang merugikan TKI dapat dihindari. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul "PERANAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI".

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian dan untuk lebih memudahkan penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat yang menguraikan bahwa agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 2001 : 17).
Berdasarkan dari uraian pada latar belakang tersebut, maka penulis dalam melakukan penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut : "Bagaimana Peranan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X dalam penempatan TKI ke Luar Negeri ?"

B. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam proses penelitiannya. Adapun tujuan yang Penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X dalam penempatan TKI ke Luar Negeri dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan.
2. Untuk mengetahui masalah atau kendala yang dihadapi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X dalam penempatan TKI ke Luar Negeri.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : 
1. Secara subjektif, penelitian ini merupakan wahana untuk melatih dan mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam meningkatkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah kajian maupun referensi bagi mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian ini dengan objek yang sama.
3. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X dalam penempatan TKI ke Luar Negeri.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:30:00

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN BANK SYARIAH MANDIRI TERHADAP KEPUASAN NASABAH MELALUI PENDEKATAN ZONE OF TOLERANCE

TESIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN BANK SYARIAH MANDIRI TERHADAP KEPUASAN NASABAH MELALUI PENDEKATAN ZONE OF TOLERANCE (PROGRAM STUDI : EKONOMI ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Negara-negara di dunia kini tengah berusaha mempersiapkan diri dalam menghadapi krisis ekonomi global yang berawal dari krisis keuangan di Amerika Serikat (subprime mortgage). Sistem ekonomi kapitalis yang menjadi pionir di hampir seluruh belahan dunia saat ini sedang menunjukkan tanda-tanda keruntuhannya. Salah satu penyangga ekonomi dalam suatu negara adalah peran yang dijalankan oleh perbankan. Perbankan konvensional yang merupakan bagian dari sistem ekonomi kapitalis telah memperlihatkan sistem yang rapuh.
Perbankan konvensional dengan sistem ribawi memiliki kecenderungan untuk merusak tatanan perekonomian suatu bangsa. Ketimpangan yang disebabkan oleh sistem ribawi adalah terhapusnya konsep keadilan. Tujuan utama dari sistem ribawi adalah pembenaran pemenuhan kebutuhan pribadi tanpa mempedulikan kepentingan atau hak orang lain. Sistem perekonomian yang tidak dilandasi dengan prinsip keadilan maka output yang dihasilkan cenderung menimbulkan chaos (kekacauan).
Solusi terhadap keadaan perekonomian yang tengah dilanda krisis keuangan global adalah merombak sistem dalam perbankan. Sistem ribawi yang merupakan penggerak utama aktivitas perbankan harus dihapuskan. Penghapusan sistem ribawi menciptakan suatu panduan untuk melakukan transaksi yang berkeadilan. Prinsip keadilan merupakan sikap yang dijunjung tinggi dalam Islam, dalam setiap aspek kehidupan, tidak terkecuali sistem perekonomian. Landasan utama aktivitas muamalah adalah Al-Qur'an dan Hadist. Rasulullah Muhammad telah bersabda dalam Hadist, yaitu "Barangsiapa berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadist maka tidak akan tersesat selama-lamanya". Ekonomi syariah merupakan solusi utama dalam menciptakan keadilan dalam bertransaksi dan melakukan aktivitas ekonomi. Salah satu unsur penggerak ekonomi syariah adalah perbankan syariah, yang mendasarkan setiap transaksi keuangan dengan mengacu pada prinsip-prinsip syariah.
Perbankan syariah yang telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1992 tergolong 'tertinggal' bila dibandingkan dengan negara-negara Islam bahkan negara-negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Hal ini menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia sebab institusi keuangan Islam (perbankan syariah) akan berkembang dengan instrumen pendukung yang prematur. Instrumen pendukung dapat berupa kebijakan pemerintah yang terdiri dari aspek regulasi, hukum, kebijakan permodalan minimum, atau adaptasi produk-produk perbankan terhadap kesesuaian dengan fiqh. Tantangan yang cukup banyak terhadap pengembangan perbankan syariah menuntut pegiat-pegiat perbankan syariah untuk semakin meningkatkan inovasi terhadap produk serta melakukan strategi yang komprehensif dalam rangka meningkatkan citra perbankan syariah di mata masyarakat.
Pemerintah merespon pegiat-pegiat perbankan syariah dengan mengakomodasi keberadaan bank syariah pada Undang-Undang Perbankan No. 10/1998, maka dari tahun 2000 hingga tahun 2004, dapat dirasakan pertumbuhan bank syariah cukup tinggi, rata-rata lebih dari 50 persen setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2003 dan 2004, pertumbuhan bank syariah melebihi 90 persen dari tahun-tahun sebelumnya. Walaupun, sejak tahun 2005, pertumbuhan bank syariah di Indonesia melambat (Bank Syariah Mandiri, 2008).
Sementara, dari sisi dana pihak ketiga mengalami peningkatan pesat sejak tahun 2003. Pada tahun 2003, dana pihak ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp 5,7 triliun, sementara pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 36,85 triliun. Dari sisi pembiayaan bank syariah pun meningkat, dari Rp 5,53 triliun pada tahun 2003 menjadi Rp 38,19 triliun pada tahun 2008 (Republika, 5 Februari 2009). Aset perbankan syariah mencapai Rp 50 triliun pada tahun 2008 atau memiliki market share sebesar 2,1 persen dari total perbankan nasional. Pangsa pasar perbankan syariah selalu meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 tercatat pangsa pasar sebesar 1,4 persen, tahun 2006 1,6 persen, dan tahun 2007 1,8 persen (Republika, 5 Februari 2009).
Pada saat ini, bank syariah di Indonesia berjumlah 31 bank yang terdiri dari 3 bank umum syariah dan 28 unit usaha syariah (Bank Syariah Mandiri, 2008). Dari sisi jaringan kantor, perbankan syariah juga menunjukkan kemajuan yang berarti. Menurut data Bank Indonesia, jaringan kantor bank syariah terus menunjukkan peningkatan. Pada Januari 2008, terdapat 548 jaringan, hingga November lalu, jaringan tersebut meningkat menjadi 749. Perinciannya adalah kantor cabang syariah sebanyak 254 buah, kantor cabang pembantu syariah sebanyak 262 buah, unit pelayanan syariah sebanyak 28 buah, dan kantor kas syariah sebanyak 205 buah.
Perkembangan perbankan syariah semakin mantap dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan progress perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65 persen per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan (Republika, 4 Februari 2009). Bank Indonesia telah mengeluarkan Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia pada tahun 2002, yang berisi visi, misi, dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Data yang dikeluarkan Bank Indonesia menyebutkan bahwa jumlah masyarakat yang menggunakan perbankan syariah semakin meningkat. Pada November 2008 tercatat sebanyak 3.799 juta nasabah yang membuka rekening di perbankan syariah (Republika, 4 Februari 2009).
Negara Indonesia merupakan negara dengan pemeluk agama mayoritas, yaitu Islam. Indonesia juga merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim paling banyak di dunia. Jumlah penduduk Indonesia yang menganut agama Islam merupakan potensi yang sangat berharga bagi perkembangan kemajuan perbankan syariah. Tentu pengembangan kedudukan perbankan syariah di kancah persaingan dengan perbankan konvensional harus disertai dengan strategi dan taktik yang komprehensif dari masing-masing bank syariah. Pasar yang dapat dibidik oleh perbankan syariah sebenarnya meliputi seluruh penduduk Indonesia. Prinsip yang diterapkan dalam perbankan syariah pada hakikatnya merupakan kaidah-kaidah yang berlaku secara universal. Prinsip ekonomi Islam (syariah) dapat menembus berbagai perbedaan agama, demografi, ras, dan suku.
Pangsa pasar (market share) yang dapat dibidik oleh perbankan syariah pada dasarnya merupakan gabungan aset dari beberapa Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dalam perspektif mikro maka antar bank syariah pasti akan terjadi kompetisi atau persaingan untuk dapat memperebutkan niche (ceruk) pasar. Setiap bank syariah akan dengan giat dan aktif merekrut atau menarik orang supaya memiliki kemauan untuk menjadi nasabah pada bank syariah tersebut.
Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu pemain dalam industri perbankan syariah dan eksis sejak November 1999. Pada awal berdiri aset Bank Syariah Mandiri hanya Rp 448 milyar dan per Maret 2008 telah tumbuh 31 kali lipat lebih dengan aset mencapai Rp 14 trilyun. Pangsa Bank Syariah Mandiri diantara bank syariah, saat ini merupakan yang terbesar, yakni 36 persen dari total aset perbankan syariah nasional. Nasabah Bank Syariah Mandiri sampai dengan Maret 2008 berjumlah 1.102.640 orang.
Nasabah merupakan aset utama bagi pertumbuhan perbankan syariah. Melalui nasabah maka bank syariah dapat memperoleh dana dari masyarakat untuk selanjutnya diputar kembali untuk menghidupkan sektor riil. Peran bank syariah yang utama diharapkan dapat memfasilitasi pengusaha kecil dan menengah supaya dapat mengembangkan usahanya. Perbankan syariah memerlukan strategi dan taktik untuk dapat menarik nasabah baru. Namun hal yang terpenting adalah siasat yang dilakukan bank syariah supaya dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi nasabah. Tujuannya supaya nasabah selalu dapat merasakan kepuasan ketika bertransaksi dengan bank syariah.
Seorang pengunjung bank yang melakukan transaksi di bank syariah belum dapat dikatakan sebagai nasabah bila orang tersebut belum melakukan transaksi secara berulang kali (kontinu). Saat frekuensi bertransaksi seseorang dengan bank syariah semakin meningkat maka orang tersebut dapat disebut sebagai nasabah.
Nasabah ingin melakukan transaksi dengan bank syariah secara intens karena ada beberapa faktor yang memotivasi nasabah tersebut. Salah satu faktor yang terkait dengan motivasi nasabah bertransaksi dengan bank syariah adalah kepuasan yang diperoleh oleh nasabah baik saat transaksi maupun setelah selesai bertransaksi.
Kepuasan nasabah merupakan salah satu faktor penting yang memerlukan perhatian dari pihak internal bank syariah. Bank Syariah Mandiri melakukan survei terhadap nasabah dengan hasil sebagai berikut. Survei yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri langsung kepada nasabah yang tersebar di wilayah Jabodetabek dan 8 provinsi, kesan nasabah terhadap Bank Syariah Mandiri secara menyeluruh adalah 26 persen menyatakan sangat puas, 41 persen puas, 25 persen cukup puas, 7 persen biasa saja, dan 1 persen yang tidak puas.
Survei yang dilakukan Divisi Perencanaan, Pengembangan dan Manajemen Kinerja 2008. Bank Syariah Mandiri menunjukkan nasabah secara keseluruhan belum mendapatkan kepuasan optimal terhadap Bank Syariah Mandiri. Pengukuran yang dilakukan Bank Syariah Mandiri menyatakan bahwa nasabah yang telah puas akan menghasilkan Indeks Kepuasan Optimal > 85. Tingkat kepuasan nasabah terhadap Bank Syariah Mandiri secara nasional masih memerlukan perbaikan (tingkat kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri secara nasional berada pada indeks 76.82). Satu-satunya wilayah yang hampir mencapai tingkat kepuasan optimal adalah nasabah Bank Syariah Mandiri di wilayah Sumatera Selatan (indeks = 81.70). Untuk itu, masih diperlukan sedikit peningkatan agar kepuasan optimal nasabah di daerah tersebut terpenuhi.
Lima provinsi lain (Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, dan DI Yogyakarta) masih memerlukan perbaikan sebagaimana kondisi nasional untuk mencapai tingkat kepuasan optimal nasabah. Rata-rata indeks kepuasan optimal nasabah Bank Syariah Mandiri di kelima provinsi diatas adalah 77.45. Sedangkan di wilayah Jabodetabek dan Provinsi Jawa Barat serta Jawa Timur dengan Indeks Kepuasan berturut-turut adalah sebesar 74.55, 74.75, dan 74.73. Wilayah Jabodetabek dan kedua propinsi (Jawa Barat dan Jawa Timur) bahkan memerlukan perubahan dari kondisi saat ini agar nasabah dapat memperoleh kepuasan optimal.
Nasabah yang telah mendapatkan pelayanan yang prima akan merasakan kepuasan saat melakukan transaksi dengan bank syariah. Sedangkan nasabah yang merasakan pengalaman dalam memperoleh pelayanan yang tidak memenuhi harapannya maka kepuasan yang dirasakan nasabah akan berkurang. Setiap nasabah memiliki persepsi masing-masing dalam menilai kualitas pelayanan yang telah diperolehnya. Harapan terhadap suatu kualitas pelayanan juga berbeda dari nasabah satu ke nasabah lainnya. Perbedaan yang terbentuk antara persepsi dan tingkat harapan akan mempengaruhi tingkat kepuasan yang dirasakan oleh nasabah.

B. Perumusan Masalah
Bank Syariah Mandiri memiliki target, yaitu membentuk kepuasan nasabah yang optimal dengan indeks kepuasan lebih dari 85. Melalui hasil survei yang dilakukan oleh Divisi Perencanaan, Pengembangan dan Manajemen Kinerja 2008; maka ada beberapa wilayah di Indonesia dengan indeks kepuasan nasabah di bawah optimal. Salah satu wilayah dengan indeks kepuasan di bawah optimal yaitu wilayah Jabodetabek dengan indeks kepuasan nasabah sebesar 74.55.
Pihak manajemen Bank Syariah Mandiri memiliki tujuan supaya semua nasabah mendapatkan kepuasan yang optimal ketika mengakses pelayanan yang diberikan Bank Syariah Mandiri. Pada kenyataannya ada nasabah yang merasakan kepuasan yang diperolehnya belum optimal ketika bertransaksi dengan Bank Syariah Mandiri. Nasabah yang puas dicerminkan melalui persepsi yang sama dengan ekspektasi terhadap kualitas pelayanan. Sedangkan nasabah yang memiliki persepsi lebih tinggi dibandingkan dengan ekspektasinya terhadap kualitas pelayanan maka akan diperoleh kepuasan yang optimal.

C. Pertanyaan Penelitian
Melalui perumusan masalah yang telah disusun diatas maka dapat diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1) Bagaimanakah batas kualitas pelayanan yang dapat ditoleransi oleh nasabah ?
2) Bagaimanakah batas kualitas pelayanan yang diinginkan (diharapkan) nasabah ?
3) Kapankah saat yang paling efektif dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap nasabah ?

D. Tujuan Penelitian
Melalui perumusan masalah diatas maka dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut : 
1) Mengetahui pengaruh antara kualitas pelayanan yang spesifik dengan tingkat kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang 'X'.
2) Meneliti pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan nasabah melalui analisis terhadap persepsi dengan tingkatan ekspektasi yang dimiliki oleh nasabah.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 
1) Akademisi lainnya, sebagai bahan rujukan terhadap penelitian-penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.
2) Pihak internal Bank Syariah Mandiri Cabang 'X' sebagai referensi dalam merencanakan strategi yang tepat dalam mengalokasikan sumberdaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan.
3) Praktisi lainnya yang bergerak pada bidang ekonomi dan keuangan syariah.
4) Masyarakat, sebagai sarana untuk menambah pengetahuan mengenai perbankan syariah, khususnya aspek pemasaran bank syariah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 08:31:00

Meningkatkan Prestasi Belajar Membaca Bahasa Indonesia Melalui Pembelajaran Kelompok Siswa Tuna Grahita Ringan

Skripsi Meningkatkan Prestasi Belajar Membaca Bahasa Indonesia Melalui Pembelajaran Kelompok Siswa Tuna Grahita Ringan Kelas IV SLB Negeri X Tahun XXXX/XXXX

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu usaha untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan dasar anak tuna grahita adalah dengan meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar untuk memperluas wawasan dan mempertajam kepekaan perasaan siswa. Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Luar Biasa yaitu dari aspek kemampuan berbahasa meliputi aspek mendengarkan/menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Salah satu keterampilan berbahasa yang wajib diberikan sedari awal ialah keterampilan membaca. Dengan keterampilan membaca yang dimilikinya anak dapat menyerap berbagai informasi yang berasal dari guru, buku, media cetak, media elektronik dan sebagainya.
Pada anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tuna grahita ringan keterampilan membaca mereka harus dilatih secara khusus. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan kognitif mereka menyebabkan mereka sulit dalam menyerap katakata serta mengolahnya kembali menjadi ucapan (membaca). Di dalam penelitian tindakan kelas ini, penulis telah mengindentifikasi masalah mendasar yang terjadi di kelas IV SLB Negeri X yaitu : Berdasarkan pengamatan penulis sekaligus guru kelas IV SLB Negeri X, 80% anak tuna grahita ringan di kelas ini mengalami kesulitan di dalam membaca. Kesulitan yang guru temukan di kelas tersebut yaitu: siswa bingung meletakkan posisi kata dan kesulitan dalam menyusun katakata menjadi kalimat sederhana.
Keterbatasan intelegensi anak tuna grahita sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran membaca bagi anak tersebut. Maka dari itu, dalam pelajaran membaca permulaan bagi anak tuna grahita dibutuhkan metode yang tepat agar dapat mengasah ketrampilan anak dalam membaca.
Salah satu metode yang akan penulis kembangkan yaitu pembelajaran kelompok. Di dalam pembelajaran bahasa Indonesia, pembelajaran kelompok sangat membantu terjadinya komunikasi dua arah, baik antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Oleh karena itu, tujuan penerapan pembelajaran kelompok ini lebih ditekankan pada aspek keterampilan membaca. Dengan demikian, pembelajaran bahasa tidak hanya sekadar mendengarkan guru menerangkan saja, tetapi diperlukan keaktifan siswa di dalam proses belajar mengajar, sehingga terjalin interaksi baik antara siswa dengan siswa maupun dengan guru. Dalam pembelajaran ini anak saling menjadi tutor (pembimbing) jika temannya mengalami kesulitan dalam membaca katakata atau kalimat sederhana.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis sekaligus sebagai guru kelas IV ingin mengembangkan penelitian tindakan kelas ini dengan judul: “Meningkatan Prestasi Belajar Membaca Bahasa Indonesia Melalui Pembelajaran Kelompok Bagi Siswa Tuna Grahita Ringan Kelas IV SLB Negeri X XXXX/XXXX”.

D. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan permasalahan pokok yang terdapat di kelas IV SLB Negeri X penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah penerapan pembelajaran kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar membaca Bahasa Indonesia bagi anak tuna grahita ringan kelas IV SLB Negeri X?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan prestasi belajar membaca siswa setelah menggunakan pembelajaran kelompok pada pelajaran membaca Bahasa Indonesia.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
- Hasil dari penelitian tindakan kelas dapat dijadikan sebagai salah satu sumber acuan dan referensi bagi penelitian tindakan kelas berikutnya dengan variabel yang lebih lengkap berkaitan dengan kemampuan membaca anak tuna grahita ringan.
- Selain itu, tujuan penelitian ini ialah untuk menambah khasanah ilmu pendidikan dan pengetahuan pada umumnya khususnya bagi ilmu pendidikan tentang pembelajaran kelompok.
2. Manfaat praktis
a. Bagi anak
Dengan penerapan pembelajaran kelompok dalam pelajaran membaca Bahasa Indonesia diharapkan dapat mengasah kemandirian anak dalam belajar membaca.
b. Bagi guru
Penelitian ini akan melatih penulis/guru untuk memecahkan permasalahan pembelajaran serta mencari strategi pembelajaran yang tepat.
c. Bagi sekolah
Hasil dari penelitian pembelajaran kelompok ini dapat dikembangkan dan menjadi pedoman bagi pihak sekolah dalam menyusun strategi pembelajaran pada umumnya sebagai acuan untuk melakukan pemecahan masalah dalam pembelajaran agar meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 00:05:00

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA KANTOR PT BANK MUAMALAT

SKRIPSI PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA KANTOR PT BANK MUAMALAT



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membicarakan kepemimpinan memang menarik dan dapat dimulai dari sudut manapun ia ingin diteropong. Dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian manusia. Ada yang berpendapat bahwa masalah kepemimpinan itu sama tuanya dengan sejarah manusia. Hal ini tidaklah berlebihan kiranya karena kepemimpinan itu dibutuhkan manusia sebab ada keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin. Dari sinilah munculnya kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan.
Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang kuat pada setiap orang yang ingin mengadakan suatu penelitian. Literatur-literatur tentang kepemimpinan senantiasa memberikan penjelasan tentang bagaimana menjadi pemimpin yang baik, sikap dan gaya yang sesuai dengan situasi kepemimpinan, serta syarat-syarat pemimpin yang baik.
Suatu organisasi akan memperoleh keberhasilan atau bahkan kegagalan sebagian besar ditentukan oleh sisi kepemimpinan ini. Suatu ungkapan yang bijak mengatakan bahwa pemimpin lah yang bertanggung jawab atas keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Ungkapan tersebut kian memantapkan kedudukan seorang pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang cukup penting.
Sementara itu digambarkan pula bahwa pemimpin itu adalah penggembala, dan setiap penggembala akan diminta pertanggungjawabannya atas perilaku penggembalanya. Ungkapan ini membuktikan bahwa seorang pemimpin apapun wujudnya, di manapun letaknya akan mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.
Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu ilmu dan seni, yaitu suatu kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi seseorang/kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Setiap orang pada hakikatnya adalah sebagai pemimpin, akan tetapi kekuasaan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan antara orang yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Di sinilah yang membedakan siapa yang sebenarnya pemimpin dan siapa yang bukan atau tidak pemimpin.
Dari penjelasan di atas jelaslah rambu-rambunya bahwa seorang pemimpin dalam kepemimpinannya juga harus disertai tanggung jawab dan mampu membangun atau mendorong atau memotivasi bawahannya untuk bekerja dengan baik. Di dunia kerja, motivasi sering diartikan sebagai suatu dorongan yang menyebabkan seseorang mau bekerja untuk mewujudkan kebutuhannya/keinginannya.
Kata motivasi ini sendiri berasal dari kata motivation yang dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku dalam usaha yang tekun untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang sifatnya menguntungkan. Kalau pemimpin memotivasi seseorang/kelompok orang agar mereka mempunyai motivasi kerja yang baik artinya pemimpin berusaha menimbulkan kebutuhan tertentu pada diri mereka, agar tingkah laku mereka tertuju kepada tujuan yang dikehendaki.
Ketika seorang pemimpin memotivasi karyawannya agar mereka mempunyai motivasi kerja yang baik artinya pemimpin tersebut sedang berusaha menimbulkan kebutuhan tertentu pada diri karyawannya, agar tingkah laku mereka tertuju kepada tujuan yang dikehendaki oleh pimpinan maupun oleh perusahaan. Kalau pemimpin sudah mengetahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi (kemauan) kerja seseorang, maka kemudian pemimpin perlu menetapkan tentang apa yang bisa dilakukan sebagai atasan dalam rangka menimbulkan motivasi kerja bawahan.
Kalau pegawai yang ada itu dipengaruhi oleh lingkungan fisik tempat mereka bekerja, maka alangkah baiknya jika pemimpin membuat suatu keputusan yang dapat menciptakan satu lingkungan fisik yang optimal yang dapat diberikan misalnya tempat yang bersih, peralatan yang mudah dipakai, udara ruangan yang sejuk, dan seterusnya.
Pemimpin dalam rangka memotivasi karyawannya sesungguhnya membutuhkan satu dasar yang terkadang terlewatkan, yaitu keteladanan. Motivasi yang diberikan pemimpin melalui contoh teladan yang konkrit sesungguhnya lebih ampuh untuk memberikan semangat pada karyawan dibandingkan motivasi yang diberikan melalui kata-kata semu. Dalam hal disiplin waktu misalnya, seorang pemimpin yang datang lebih awal pada saat jam masuk kantor maka dengan sendirinya akan memberikan rasa malu dan cambukan bagi karyawan untuk tidak datang terlambat.
Banyak hal-hal lainnya di dalam organisasi yang sebenarnya bisa membuktikan bahwa keteladanan adalah hal yang cukup fundamental yang sifatnya ringan serta esensinya dapat memberikan motivasi bagi karyawan untuk melaksanakan setiap aktivitas dalam organisasi dengan lebih baik.
Terkait dengan masalah kepemimpinan, peneliti dalam hal ini mencoba untuk menginterpretasikannya ke dalam ruang lingkup perusahaan perbankan. Bank sebagai suatu manifestasi dalam menyukseskan pembangunan suatu bangsa. Keberadaan bank sebagai suatu lembaga keuangan tidak akan terlepas fungsinya dalam memberikan suatu pelayanan baik dalam bentuk penyimpanan maupun penyaluran dana yang ada pada masyarakat. Untuk itu fungsi bank tersebut akan tercermin dari seberapa besar aktivitas yang dijalankan dalam menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya baik dalam bentuk investasi maupun portofolio, yang jelas bank sebagai penggerak dari perekonomian negara diharapkan dapat memberikan suatu pembiayaan atau modal pada nasabah yang memerlukannya yang biasanya disalurkan dalam bentuk kredit.
Berbicara tentang perbankan, Bank Muamalat merupakan bagian dari perbankan nasional. Keyakinan pada kebenaran perekonomian dan kegiatan muamalat yang sesuai dengan syari'ah, dan penerimaan masyarakat atas kegiatan perbankan syari'ah, telah memberikan semangat kepada Bank Muamalat untuk memberikan pelayanan terbaik dengan berlandaskan empat prinsip operasional, yakni : Keadilan, kemitraan, keterbukaan, dan universalitas; yang berorientasi pada pelayanan seluruh golongan masyarakat tanpa membedakan latar belakang suku, agama, dan ras.
Dalam melaksanakan setiap kegiatan pekerjaan, ibadah merupakan orientasi utama yang menjadi prinsip dalam melaksanakan setiap aktivitas pekerjaan. Inilah yang menjadi motivasi utama seluruh unsur organisasi Bank Muamalat khususnya pegawai serta -yang paling utama- pemimpin untuk bekerja sebaik-baiknya. Karena pekerjaan bukan hanya menjadi tanggung jawab pribadi, tetapi juga tanggung jawab kepada Tuhan. Karena itu setiap disiplin akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena bukan hanya pemimpin yang mengawasi, melainkan juga Tuhan. Dan karena itulah disiplin menjadi satu hal yang dilaksanakan dengan penuh kerelaan.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu ilmu dan seni, yaitu kemampuan seorang untuk dapat mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan tidak hanya berbicara namun lebih dari itu yakni memberikan keteladanan yang lebih bermakna dari pada nasihat yang pastinya teladan itu dapat diikuti oleh para anggotanya agar termotivasi untuk melakukan sesuatu.
Dari penjelasan ini jelaslah bahwa seorang pemimpin harus memiliki tanggung jawab dan mampu membangun motivasi para bawahannya untuk bekerja dengan baik. Kepemimpinan yang bertanggung jawab dan motivasi yang baik dari pimpinan dalam organisasi merupakan dua unsur yang penting untuk membangun disiplin kerja yang baik bagi para anggota organisasi.
Secara sederhana dapat dicontohkan jika pemimpin dapat memberikan teladan dengan hadir tepat waktu pada setiap agenda organisasi, maka para anggotanya akan termotivasi untuk mengikuti pemimpin tersebut dengan datang lebih awal dari pemimpinnya sebagai wujud dari disiplin waktu.
Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR PT. BANK MUAMALAT)".

B. Perumusan Masalah
Guna memudahkan peneliti nantinya ketika melakukan proses penelitian, dan agar peneliti memiliki arahan yang fokus dalam menginterpretasikan hasil penelitian ke dalam skripsi, maka terlebih dahulu permasalahan yang ada harus diakumulasikan menjadi rumusan-rumusan.
Berdasarkan hal tersebut serta berpedoman pada perumusan latar belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut : 
1. Adakah pengaruh yang positif antara Kepemimpinan terhadap Disiplin Pegawai ?
2. Adakah pengaruh yang positif antara Motivasi Kerja terhadap Disiplin Pegawai ?
3. Adakah pengaruh yang positif antara Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap Disiplin Pegawai ?

C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya harus diketahui secara jelas sebelumnya. Menurut Arikunto (1997 : 51), tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian.
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengukur pengaruh kemampuan yang dimiliki seorang Pemimpin terhadap tingkat disiplin kerja karyawan Bank Muamalat.
2. Untuk mengukur pengaruh Motivasi Kerja terhadap Disiplin Kerja karyawan Bank Muamalat.
3. Untuk mengukur pengaruh kemampuan Pemimpin dan Motivasi Kerja terhadap Disiplin Kerja karyawan Bank Muamalat.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilaksanakan ini adalah : 
1. Bagi penulis penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
2. Bagi Universitas, penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh insan akademis sebelumnya dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.
3. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan bahan masukan kepada segenap unsur organisasi di Bank Muamalat akan pentingnya peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Pegawai terhadap peningkatan Disiplin Kerja karyawan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:00:00