Cari Kategori

PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR (STUDI KASUS DI PD PASAR)

SKRIPSI PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR (STUDI KASUS DI PD PASAR)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara. Dan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa, sesuai ketentuan yang terkandung dalam pasal 18 undang-undang dasar 1945.
Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. setiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan terhadap masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada masyarakat, seperti pajak, retribusi dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang.
Ketentuan tersebut lebih lanjut dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Selama ini pungutan Daerah baik berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Kedua Undang-Undang tersebut kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagai mana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, sehingga perlu dikelola dalam pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai mana dimaksudkan merupakan sub sistem dari Sistem Pengelolaan Keuangan Negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari atas beban pendapatan dan belanja daerah. Oleh karena itu yang hams diperhatikan adalah seberapa besar total pendapatan daerah yang didapatkan dalam satu tahun anggaran. Pendapatan Asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap total APBD.
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang membiayai penyelenggaraan pemerintah kota dan DPRD dan memenuhi atau mencukupi Anggaran Belanja Rutin, sebagai syarat sekaligus kewajiban bagi setiap daerah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang. Oleh karena itu pendapatan asli daerah dalam konsep ideal seharusnya merupakan tulang punggung bagi pendapatan daerah, sekaligus dijadikan tolak ukur kemampuan daerah dalam melaksanakan dan mewujudkan otonominya.
Sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari : 
1. Pajak daerah
2. Retribusi daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dalam rangka pencapaian pelayanan dan pelaksanaan pembangunan secara efektif dan efisien, maka setiap daerah hams secara kreatif mampu menciptakan dan mendorong semakin meningkatnya sumber-sumber pendapatan asli daerah. Salah satu sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial adalah dari sektor jasa perparkiran.
Provinsi X merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia dimana masih banyak terjadi beberapa masalah dalam penerimaan Retribusi Parkir yang belum dikelola secara optimal. Retribusi Daerah selain sebagai salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah daerah juga merupakan faktor yang dominan peranannya dan kontribusinya untuk menunjang pemerintah daerah salah satunya adalah retribusi parkir. Retribusi parkir sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari masyarakat, dimana pengelolaannya dilakukan oleh Perusahaan Daerah Parkir Kota X.
Permasalahan retribusi parkir khususnya di kota X seakan menjadi permasalahan yang tidak ada bayang ujungnya. Mulai dari masalah penerimaan retribusi parkir yang masih banyak menemukan kendala dalam pengelolaannya dimana masih banyak kawasan parkir yang strategis tetapi tidak terdaftar di PD. Parkir sebagai kawasan perparkiran serta permasalahan retribusi parkir di tepi jalan umum yang aturannya sangat tidak jelas dan sering disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab yang menggunakan momen tersebut untuk meraup keuntungan.
Kondisi keuangan PD Parkir Kota X sejak Tahun 2007 sampai 2010 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Namun pada Tahun 2011 target yang meningkat tetapi justru tidak tercapai. Namun meskipun target yang telah ditentukan pada tahun 2007 sampai 2010 meningkat tetapi pada tahun 2011 ketika target dinaikkan justru tidak tercapai. Hal ini dikarenakan masih banyak kawasan perparkiran yang tersebar di beberapa titik di Kota X yang tidak masuk sebagai lahan parkir di PD Parkir X. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan. Merekalah para juru parkir liar yang tidak memiliki surat izin parkir dari PD Parkir X. Hal ini membuat pemungutan jasa retribusi parkir tidak berjalan efektif.
Masalah lain yang menjadi kendala dalam pemungutan jasa retribusi parkir masih belum terlaksana dengan optimal. Sesuai dengan keterangan yang dikemukakan oleh beberapa juru parkir bahwa penghasilan parkir tidak diberikan seluruhnya kepada petugas pemkot dan petugas hanya memberikan karcis yang belum tentu dihabiskan oleh juru parkir.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di berbagai tepi jalan umum yang ada di kota X seringkali kita menemui juru parkir liar yang beroperasi di X yang belum tentu berguna dalam hal membantu memarkir kendaraan padahal SK Walikota nomor 935 tahun 2006 tentang sistem perparkiran tepi jalan umum tidak mengharuskan juru parker liar, namun para juru parkir liar tetap saja marak dan belum diberi tindakan oleh pihak PD Parkir X. Yang menggelikan adalah para pengguna lahan parkir tetap -secara tidak langsung- menyuburkan praktek-praktek parkir liar dengan memberikan uang kepada mereka. Mungkin saja ini pengaruh rasa takut terhadap juru parkir tersebut. Jika demikian halnya, maka apa bedanya dengan pemalakan terhadap pemilik kendaraan. Lagi-lagi tugas dan tanggung jawab PD Parkir X dan pihak yang berwajib dipertanyakan.
Suburnya praktek pemarkiran liar ini pun sepertinya dihalalkan oleh para pemilik kendaraan jika melihat banyaknya kendaraan yang terparkir di kawasan tersebut. Mungkin ini disebabkan sistem pembayaran yang dihitung per jam saat ini masih sangat membebani dan terkesan tidak manusiawi. Pembayaran yang tinggi ini juga belum diimbangi dengan pelayanan yang memuaskan, tanggung jawab mengenai kerusakan dan kehilangan masih saja menjadi beban bagi para pemilik kendaraan.
Tentunya fungsi dan tanggung jawab dari pemerintah yang mengurusi masalah parkir dipertanyakan untuk menertibkan oknum-oknum juru parkir liar yang menggunakan tepi jalan di beberapa tempat-tempat keramaian tanpa pernah memperhatikan aturan yang telah dibuat oleh pemerintah untuk daerah-daerah yang memang menjadi tempat umum/public. Jika kita menilai secara subyektif, tidak mungkin hal tersebut dapat tumbuh dan bertahan subur, jika tidak ada orang dari pihak yang berwenang yang memberikan kebebasan bagi juru-juru parkir tersebut. Tentunya dengan system bagi hasil atau ada uang setoran uang kepada pihak-pihak tertentu. Yang seharusnya hal tersebut masuk ke kas daerah.
Dalam mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah Kota X dalam hal ini Perusahaan Daerah Parkir X diharapkan mampu memberikan kontribusi dari sektor retribusi parkir. Tugas pokok Perusahaan Daerah Parkir X adalah merencanakan, merumuskan, membina, mengendalikan, mengoptimalkan pemungutan retribusi parkir serta mengkoordinir kebijakan bidang perparkiran.
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut maka penulis merasa tertarik untuk mencoba menganalisis lebih jauh dengan judul : "PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA X (STUDI KASUS DI PERUSAHAAN DAERAH PARKIR)".

B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang dikemukakan adalah bagaimana pengelolaan retribusi parkir di Perusahaan Daerah Parkir X.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan retribusi parkir di Perusahaan Daerah Parkir X.

D. Manfaat Penelitian
Dari tujuan diatas diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk : 
1. Manfaat Akademik
Dengan mengetahui pengelolaan retribusi parkir di kota X dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah diharapkan dapat memperkaya tentang teori-teori peningkatan dan pengelolaan keuangan daerah khususnya yang berhubungan dengan pengetahuan dalam bidang Administrasi dan Manajemen.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan di daerah maupun kota mengenai aspek-aspek yang berhubungan dengan pengelolaan retribusi parkir dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:58:00

MEMAHAMI PERILAKU KONSUMEN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pemahaman akan perilaku konsumen adalah tugas penting bagi para pemasar. Para pemasar mencoba memahami perilaku pembelian konsumen agar mereka dapat menawarkan kepuasan yang lebih besar kepada konsumen. Tapi bagaimanapun juga ketidakpuasan konsumen sampai tingkat tertentu masih akan ada. Beberapa pemasar masih belum menerapkan konsep pemasaran sehingga mereka tidak berorientasi pada konsumen dan tidak memandang kepuasan konsumen sebagai tujuan utama. Lebih jauh lagi karena alat menganalisis perilaku konsumen tidak pasti, para pemasar kemungkinan tidak mampu menetapkan secara akurat apa sebenarnya yang dapat memuaskan para pembeli. Sekalipun para pemasar mengetahui faktor yang meningkatkan kepuasan konsumen, mereka belum tentu dapat memenuhi faktor tersebut. Tak diragukan lagi, konsumen tergolong aset paling berharga bagi semua bisnis. Tanpa dukungan mereka, suatau bisnis tidak bisa eksis. Sebaliknya jika bisnis kita sukses memberikan pelayanan terbaik, konsumen tidak hanya membantu bisnis kita tumbuh. Lebih dari itu, mereka biasanya akan membuat rekomendasi untuk teman dan relasinya. Menurut Susan A. Friedmann, setidaknya perlu memahami "10 ayat-ayat" berikut agar dapat menajamkan fokus dalam melayani konsumen. Ketahui siapa bos sebenarnya. Anda berbisnis untuk melayani konsumen, dan Anda hanya dapat melakukan itu apabila mengetahui keinginan mereka. Jika Anda sungguh-sungguh mendengarkan konsumen, mereka akan menjelaskan apa yang dikehendaki dan bagaimana sebaiknya Anda memberikan pelayanan terbaik untuk mereka. Jangan lupa bahwa yang "membayar" gaji kita dan memungkin bisnis ini berjalan adalah konsumen.
Jadilah pendengar yang baik. Luangkan waktu untuk menelaah kebutuhan konsumen dengan bertanya dan fokus terhadap apa yang telah mereka katakan. Perhatikan kata-katanya, intonasi suaranya, gerak badannya, dan yang terpenting bagaimana perasaan mereka. Jauhkan diri dari asumsi-asumsi dan berpikir intuitif tentang keinginan konsumen.

1.2 Rumusan Masalah
1. apa pengertian konsumen?
2. apa saja jenis-jenis konsumen?
3. apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen?
4. bagaimana cara memahami konsumen?

1.3 Tujuan.Pembahasan
1. mengetahui pengertian konsumen
2. mengetahui jenis-jenis konsumen
3. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
4. mengetahui cara memahami konsumen


BAB II 
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Konsumen
Dalam dunia marketing konsumen adalah hal yang perlu diperhati-kan, jika suatu perusahaan atau pedagang tidak memiliki konsumen, maka akan sia-sia barang yang diperdagangkan. Oleh karena itu agar dapat memahami konsumen maka harus mengerti itu konsumen dan siapa konsumen itu. Berikut ini adalah pengertian konsumen menurut beberapa ahli, yaitu :
a. Pengertian Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untukdikonsumsi pribadi
b. Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, "Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan."

2.2 Jenis-jenis konsumen
Setiap manusia pasti berbeda, begitu pula dengan konsumen. Agar dapat memahami konsumen maka harus mengerti dulu jenis-jenis konsumen itu sendiri. Jenis-jenis konsumen adalah sebagai berikut:
a. Pelanggan/konsumen menurut UU Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dimasyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
b. Konsumen trend setter. Tipikal konsumen ini selalu suka akan sesuatu yang baru, dan dia mendedikasikan dirinya untuk menjadi bagian dari gelombang pertama yang memiliki atau memanfaatkan teknologi terbaru 
c. Berikutnya adalah jenis konsumen yang mudah dipengaruhi, terutama oleh konsumen tren setter, sehingga disebut sebagai follower atau pengikut. Kelompok ini sangat signifikan, karena membentuk persentase terbesar, kelompok ini disebut konsumen follower. Follower = konsumen ini adalah orang-orang yang terimbas efek dari konsumen trend setter. 
d. Sedangkan jenis konsumen yang terakhir (Value seeker), adalah mereka yang memiliki pertimbangan dan pendirian sendiri.
Kelompok ini jumlahnya lebih besar dari kelompok pertama, sehingga patut pula diberi perhatian khusus. atau yang disebut konsumen "value seeker". Jenis konsumen ini relatif sulit untuk dipengaruhi, karena mereka lebih mendasarkan kebutuhan mereka terhadap alasan-alasan yang rasional.
e. Konsumen pemula, Jenis konsumen pemula cirinya adalah pelanggan yang datang banyak bertanya. Dan konsumen pemula merupakan calon pelanggan dimasa yang akan datang.
f. Konsumen curiga, ada konsumen yang datang dengan rasa curiga bahwa Anda menjual barang gelap dengan harga gelap dan untung Anda berlipat. Jadi dia akan menawar di bawah harga kepantasan.
g. Konsumen pengadu domba, ada jenis konsumen lain lagi, yaitu yang suka mengadu domba. Mungkin karena menganggap anda adalah domba yang layak diadu-adu. Konsumen jenis ini suka mengatakan bahwa harga di tempat lain lebih murah daripada barang yang Anda tawarkan.
h. Konsumen pengutil, Ada lagi jenis konsumen yang suka mengutil. Dia sering bertanya apa saja, yang pada intinya bertujuan agar Anda bingung dan linglung, dan pada akhirnya setelah konsumen tersebut pergi, Anda mendapatkan ada barang yang hilang. Konsumen jenis ini tidak selalu kumal. Kadang dan biasanya malah berpenampilan perlente.
i. Konsumen yang loyal pada harga, Inilah tipikal konsumen pada umumnya. Loyalitasnya hanya pada harga bukan pada Anda. Kalau harga kompetitor Anda lebih murah dia akan lari ke sana.
j. Konsumen banyak uang, Ini yang kita cari. Uangnya banyak, tidak cerewet, lagi penurut. Tapi hati-hati menanganinya. Bagi mereka biasanya mutu nomor satu. Anda harus menyuguhkan hanya yang terbaik. Sekali kecewa, mereka pindah ke pesaing.
k. Konsumen kumuh, sesungguhnya penampilan kumuh atau perlente tidak pernah mengatakan apa-apa. Banyak konglomerat, purnawirawan atau bos-bos besar keluar-masuk toko sengaja memakai kaos oblong dan celana pendek. Pasti bukan untuk memperdaya kita, agar kita menjual murah, melainkan karena begitulah memang kepribadian mereka yang sejati: sederhana, apa adanya. Ada pepatah bilang: Don't judge the book from the cover. Jangan menghakimi orang dari penampilannya.
l. Pelanggan adalah orang/lembaga yang melakukan pembelian produk/jasa kita secara berulang-ulang.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut James F. Engel - Roger D. Blackwell - Paul W. Miniard dalam Saladin (2003 : 19) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :
a. Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.
b. Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
c. Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.

2.4 Memahami Konsumen
Pada tahun 1960-an seorang ahli pengiklanan, David Ogilvy dalam bukunya, Confessions of an Advertising Man Atheneum menyatakan; "Konsumen bukanlah orang dungu. Dia istri Anda!" Pernyataan ini dikutif oleh dua ahli pengiklanan Dewasa ini, Max Stherland dan Alice K. Sylvester, dalam kata pengantar bukunya; Advertising and The Mind of The Consumer, tahun 2000. Kemudian dalam buku tersebut juga disebutkan konsumen merupakan, "Istri, suami, pasangan, dan anak-anak kita semuanya adalah konsumen. Mereka bukanlah orang idiot. Konsumen adalah Anda dan saya".
Pada tahun 1980 sebuah perusahaan riset pasar yang ternama J.D. Power & Associates, mengumpulkan pendapat lebih dari 60.000 pemilik mobil di Amerika Serikat, untuk mengukur kepuasan mereka terhadap mutu produk dan pelayanan dari dealer atau perusahaan penyalur selama 12 sampai 14 bulan pertama kepemilikan mobil mereka. Survai dilakukan terhadap berbagai merek yang terjual di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kepuasan terhadap dealer ternyata memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Kepuasan terhadap dealer menyebabkan kesetiaan terhadap dealer. Merzedes-Benz, Subaru dan Jaguar, ternyata memimpin merek lainnya dalam kepuasan pelanggan. Untuk dapat memuaskan konsumennya, perusahaan dapat memulai dari mencah tahu kebutuhan dan keinginan itu sendiri. Atau dengan kata lain perusahaan harus tahu motif konsumen dalam membeli suatu produk. Apakah konsumen membeli produk untuk memperoleh manfaat inti dari produk ataukah mereka membeli produk tersebut akan memperoleh tambahan manfaat dari produk yang dibelinya. Umpamanya, mungkin seorang ibu rumah tangga dalam membeli sabun deterjen memilih merk tertentu bukan karena deterjen tersebut dapat mencuci tetapi karena deterjen tersebut ditempatkan dalam sebuah gelas, yang dapat menambah koleksi gelasnya setelah sabunnya habis.

Identifikasi dan antisipasi kebutuhan konsumen
Perlu disadari, konsumen bukanlah sekadar membeli produk atau jasa. Akan tetapi mereka membeli perlakuan yang baik (good feelings) dan solusi atas masalah yang dihadapinya. Sehngkali konsumen bersikap emosional ketimbang berpikir logis. Karena itu, semakin baik konsumen dipahami, maka akan semakin mudah dalam mengantisipasi kebutuhan mereka. Lakukan komunikasi secara reguler sehingga diketahui apa yang dibutuhkan oleh konsumen. Apresiasi dan jadikan konsumen merasa penting. 

Perlakukan konsumen sebagai individu
Selalu pergunakan nama mereka dan temukan cara untuk memberikan pujian atau mengucapkan salam, tapi lakukan dengan betul-betul tulus. Orang sangat menghargai ketulusan. Hal ini menciptakan perasaan yang baik dan kepercayaan (trust). Pikirkan cara-cara untuk mendapatkan perasaan baik ini dalam menjalin hubungan. Konsumen amat sensitif dan akan tahu apakah pemasar betul-betul peduli atau tidak kepada mereka. Jangan lupa, ucapkan terima kasih tiap kali ada kesempatan. Jika bertatap muka langsung dengan mereka, pastikan pula bahwa gerak tubuh menunjukkan ketulusan. Antara kata-kata dan tindakan juga harus selaras.Bantulah konsumen memahami sistem. Bisnis bisa saja sudah diorganisasikan dengan sangat baik bahkan mungkin memakai standar internasional. Namun jika konsumen tak memahami sistem tersebut, tak mustahil mereka justru kebingungan, menjadi tak sabar bahkan marah. Karena itu, sediakan waktu untuk menjelaskan bagaimana sistem bekerja dan bagaimana sistem itu semakin mempeimudah transaksi. Meski demikian, perlu dijelaskan secara hati-hati bahwa sistem tersebut tetap tak mengurangi sentuhan manusia dalam bisnis.

Apresiasi kekuatan "Ya"
Carilah selalu cara bagaimana bisa membantu konsumen. Pada saat mereka memiliki permintaan (sepanjang rasional) katakan bahwa bisa dipenuhi. Bayangkan apa yang terjadi sesudah itu. Jalan bisnis akan semakin mudah. Ringkasnya, selalu lakukan apa yang pernah dikatakan.

Pahami bagaimana meminta maaf
Ketika terjadi suatu hal buruk, maka minta maaflah. Hal ini mudah dilakukan dan konsumen pun menyukainya. Konsumen tentu saja tidak selalu benar, tapi konsumen selalu harus menang. Upayakan pemecahan masalah secepatnya dan informasikan kepada konsumen apa yang telah pemasar lakukan. Permudah jalan bagi konsumen untuk menyampaikan komplain. Hargai keluhannya. Meski bagi kita mungkin terasa pahit, namun hal itu memberikan peluang untuk perbaikan. Sekalipun di luar cuaca sedang buruk, pergilah untuk membuat konsumen tetap nyaman. Berikan melebihi ekspektasi mereka. Karena masa depan sebuah bisnis terletak pada bagaimana mempertahankan kepuasan konsumen, pikirkan cara agar bisa meningkatkan pelayanan dan memenangkan persaingan.

Pertimbangkan hal berikut :
  • Apa yang bisa Anda berikan kepada konsumen yang tidak didapatkannya di tempat lain?
  • Apa yang dapat Anda berikan selanjutnya dan bagaimana berterima kasih sekalipun mereka tidak berbelanja?


Dapatkan umpan balik secara rutin
Dukung dan persilahkan setiap usulan atau kritik masuk, tentang bagaimana Anda bisa memperbaiki diri. Terdapat sejumlah cara bagaimana Anda dapat menemukan pikiran dan perasaan konsumen mengenai pelayanan Anda. Dengarkan baik-baik apa yang mereka katakan. Periksa secara reguler untuk memastikan segala sesuatu berjalan dengan baik.Siapkan metode yang memungkinkan kritik konstruktif, komentar, dan usulan mudah disampaikan. 

Perlakukan karyawan dengan baik 
Karyawan adalah konsumen internal Anda yang memerlukan dosis apresiasi secara rutin. Ucapkan terima kasih kepada mereka dan temukan cara agar setiap karyawan memahami betapa pentingnya mereka. Perlakukan karyawan dengan penuh respek dan berikan peluang bagi mereka sehingga bisa mendorong pelayanan lebih baik untuk konsumen. Apresiasi itu penting datang dari atas. Karena itu, memperlakukan konsumen dan karyawan secara baik adalah sama-sama penting


BAB III 
STUDY KASUS

3.1 Pemaparan Study Kasus
Kecewa dengan Service Centre Sony Ericsson
Saya sekeluarga sejak lama memakai produk Sony Ericsson (SE), dan anak-anak pun selalu meminta produk SE untuk berkomunikasi. Akan tetapi pada dua produk pembelian Hp SE yang terakhir sangat mengecewakan, dan SE tidak memberikan solusi yang baik pada produknya yang rusak. Pembelian terakhir yaitu HP SE W205 yang baru dipakai sekitar sebulan mengalami kerusakan pada layar LCD-nya, padahal jarang sekali dipakai. Yang menjadi masalah, pada waktu saya bawa ke SE Service Centre SE di Salatiga, mereka mengatakan bahwa proses service memakan waktu satu sampai dengan dua bulan karena merupakan produk baru belum ada suku cadangnya.
Saya merasa ini kasus kedua saya dengan SE, di mana yang pertama yaitu produk SE W550 yang dulu saya beli juga mengalami hal serupa. Tiga kali masuk service centre rata-rata memakan waktu satu bulan lebih, pada akhirnya HP W550 tersebut rusak lagi setelah lewat masa garansi tanpa saya bisa berbuat banyak.
Pada waktu itu saya minta penggantian (swap) produk saja tapi pihak service centre hanya mengulur-ulur waktu saja sampai dan memberikan perbaikan sementara yang bagi saya kurang memuaskan yang pada akhirnya produknya bermasalah lagi. Hingga pada masa habis garansi produk tersebut tidak bisa diservice lagi.
Saya benar-benar dirugikan tetapi tidak bisa berbuat banyak. Sebenarnya saya sudah cukup bersabar, dan masih percaya produk SE, tapi pada kasus saya yang terakhir yaitu SE W205 saya merasa disepelekan sebagai konsumen. Kerusakan produk karena kesalahan pabrik bagi saya merupakan hal yang wajar dan garansi sudah mencovernya, akan tetapi buruknya pelayanan Service Centre SE sangat mengecewakan bagi saya.
Di merek lain juga saya telah mengalami, akan tetapi layanan puma jual mereka sangat bagus, bahkan maksimal satu minggu masalah harus sudah terselesaikan. Bagaimana ini tanggung jawab SE terhadap konsumennya? Apakah waktu satu sampai dengan dua bulan wajar untuk sebuah klaim garansi?
Bagaimana nasib HP saya yang hingga tiga kali masuk service centre tapi hanya perbaikan seadanya hingga masa akhir garansinya pihak SE sudah lepas tangan? Apakah tidak ada standard kerja bagi jajaran nama besar Sony Ericsson, di saat yang lain berusaha merebut hati konsumen dengan meningkatkan kualitas layanannya?
(http://news.okezone.com)

3.2 Pembahasan
Penulis sendiri ketika membaca berita diatas sangat menyayang-kan pelayanan pihak SE kepada salah satu konsumen diatas. Menurut hemat penulis, pihak SE kurang professional dalam memahami dan menanggapi keluhan konsumennya padahal konsumen adalah asset berharga bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memahami konsumen:
> Kepuasan Konsumen
> Kesetiaan Konsumen
> Mempertahankan Konsumen
> Penanganan Keluhan dan Pemulihan Jasa
> Kualitas Jasa
> Mengelola Kapasitas dan Permintaan
> Menunggu Antrian dan Reservasi
> Peran SDM dalam Organisasi Jasa
> Pengaruh Teknologi dalam Jasa
> Menjadi Organisasi Jasa Terkemuka
> Efek Ekonomi Jasa
> Efek Finansial Jasa: Pengukuran Kinerja Jasa dengan Balanced Scorecard
(sumber http://massofa.wordpress.com)
Dari kasus diatas mengakibatkan kepuasan konsumen tidak terpenuhi karena kualitas layanan yang kurang baik terutama dalam melayani komplain dari konsumen, sehingga kesetiaan konsumen menurun dan tidak menutup kemungkinan konsumen meninggalkan produk tersebut. Jika hal tersebut sampai terjadi, maka image perusahaan pun akan menurun karena tidak dapat memahami dan mempertahankan konsumen. Beberapa hal yang mungkin dapat dijadikan solusi antara lain:
> Pihak SE memberi pengertian yang lebih pada konsumen tentang prosedur yang harus dijalankan.
> Jika ada komplain dari konsumen segera di tindaklanjuti. 
> Ketika produk sudah beredar seyogyanya suku cadangnya pun sudah harus ada.
> Dan yang paling penting adalah, jangan sampai konsumen merasa ditelantarkan seperti kasus diatas.


DAFTAR PUSTAKA

http://agungteja.wordpress.com/2009/06/03/pentingnya-memahami-kepuasan-pelanggan/
http://indocashregister.com/2008/12/22/ayat-ayat-meningkatkan-customer-service/
http://journal.uii.ac.id/index.php/JSB/article/viewFile/975/884
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
http://massofa.wordpress.com/2008/02/02/kepuasan-pelanggan/
http://peminatanmanajemenpemasaranO11 .blogspot.com/
http://ramakertamukti.wordpress.com/2008/08/07/faktor-utama-yang-mempengaruhi-perilaku-konsumen/
http://teddykw2.wordpress.com/2008/03/01/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-konsumen/
http://www.smakristencilacap.com/arti-pemasaran-dan-manajemen-pemasaran/memahami-produk-dan-jasa/
http://www.tunardy.com/pengertian-konsumen-menurut-uu-pk/
http://www.scribd.com/doc/22467238/Memahami-Proses-Pemasaran-Dan-Perilaku-Konsumen
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Millenium. Jakarta : Prenhallindo
Pride, William M. 1995. Pemasaran Teori & Praktek Sehari-hari Edisi Ketujuh. Jakarta Barat : Binarupa Aksara.
Winardi. 1986. Pengantar llmu Pemasaran (Marketing). Bandung : Tarsito.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:48:00

MAKALAH TENTANG KEUANGAN NEGARA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penulisan Makalah
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

1.2. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:
- Definisi Keuangan Negara?
- Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara ?
- Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
- Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD ?
- Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat ?
- Pelaksanaan APBN dan APBD ?
- Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara ?

1.3. Identifikasi Penulisan Makalah
1) Definisi Keuangan Negara
2) Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
3) Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
4) Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
5) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
6) Pelaksanaan APBN dan APBD
7) Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Keuangan Negara
“Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah;
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.”
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

2.2. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
- akuntabilitas berorientasi pada hasil;
- profesionalitas;
- proporsionalitas;
- keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
- pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.3. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh bank sentral.

2.4. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja /hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

2.5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

2.6. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

2.7.Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam UU tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Menurut Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara adalah meliputi:
• Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
• Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
• Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
• Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
• Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
• Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
• Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
• Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
• Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
• Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
• Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
• Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
• Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
• Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
• Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
• Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
• Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

3.2. Saran-Saran
- Menjaga kekayaan Negara dengan memberi masukan terhadap kondisi keuangan Negara yang dikelola pejabat setempat.
- Menjalankan hak dan kewajiban dalam bidang keuangan bagi rakyat banyak seperti hak-hak atas dana pembangunan desa, atau untuk kepentingan sekolah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:43:00

Pengaruh Anemia Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas Satu Dan Dua SMP

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas Satu Dan Dua SMP X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang semakin pesat memacu perkembangan dunia ke arah globalisasi yang akan berakibat secara langsung terhadap terjadinya persaingan yang semakin ketat di berbagai bidang kehidupan. Kualitas sumber daya manusia yang baik diperlukan untuk menyongsong era globalisasi tersebut sehingga masyarakat mampu berperan secara aktif dan produktif (Priyo Sudibyo dalam Jurnal Dinamika, XXXX).
Sektor pendidikan dan sektor kesehatan merupakan sektor utama dan berada pada posisi yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini. Pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar di bidang pendidikan sedangkan di bidang kesehatan, pemerintah meningkatkan berbagai upaya kesehatan masyarakat melalui perbaikan gizi, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak (Nasrin dan Rahmat, 1994). Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang masih banyak terjadi di seluruh dunia terutama di Negara-negara berkembang.
Berdasarkan laporan WHO, jumlah orang di seluruh dunia yang mengalami anemia masih cukup tinggi, yaitu sekitar 2 milyar dari total jumlah penduduk dunia (5,5 milyar). Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 100 juta orang yang mengalami anemia. Sedangkan survei kesehatan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota X diperoleh jumlah remaja wanita yang menderita anemia sebesar 49,3% dari 300 responden yang diperiksa di seluruh puskesmas wilayah X (Sudoyo dalam Portal PT Combiphar, XXXX).
Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah sehingga mengakibatkan fungsi dari Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh tidak berjalan dengan baik. Kasus anemia yang terjadi di Indonesia pada umumnya karena kekurangan zat besi. Jenis dan besaran masalah gizi di Indonesia tahun 2001-2003 menunjukkan 3,5 juta remaja dan wanita usia subur menderita anemia gizi besi. Persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi Indonesia karena kekurangan zat besi memainkan andil besar terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia (Sutaryo dalam Republika, XXXX).
Anemia bisa menyerang laki-laki dan wanita dari berbagai kelompok umur tetapi anemia lebih banyak diderita kaum wanita. Wanita rentan mengalami defisiensi zat besi disebabkan oleh menstruasi yang terjadi setiap bulan serta pola makan yang tidak baik seperti melakukan diit agar tetap langsing. Pola makan yang tidak baik itu mengakibatkan asupan zat besi dari makanan sangat kurang sehingga dapat menimbulkan anemia gizi besi (Samuel dalam Republika, XXXX).
Dampak yang ditimbulkan anemia gizi besi ini, terutama pada anak sekolah antara lain adalah kesakitan dan kematian meningkat, pertumbuhan fisik, perkembangan otak, motorik, mental dan kecerdasan terhambat, daya tangkap belajar menurun, pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun serta interaksi sosial kurang. Bahkan anemia dapat menurunkan produktivitas kerja hingga 20%. Keadaan ini tentu memprihatinkan bila menimpa anak-anak Indonesia yang akan menjadi penerus pembangunan (Depkes RI, XXXX).
Banyak sekolah yang telah didirikan di daerah X sebagai tempat untuk belajar anak-anak bangsa. SMP X merupakan sekolah menengah pertama yang terletak di pinggiran kota. Berdasarkan data di SMP X, sebagian besar siswa di sekolah ini berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah sehingga masih banyak siswa yang mengkonsumsi makanan rendah gizi. Konsumsi makanan yang rendah gizi tersebut dapat menyebabkan siswa mudah menderita anemia.
Beberapa uraian di atas sangat menarik perhatian penulis sehingga penulis ingin meneliti lebih mendalam tentang pengaruh anemia terhadap prestasi belajar siswa putri kelas I dan II SMP X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah yang diajukan adalah apakah ada pengaruh anemia terhadap prestasi belajar siswa putri kelas I dan II SMP X?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang pengaruh anemia terhadap prestasi belajar siswa putri kelas I dan II SMP X.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa kelas I dan II yang menderita anemia maupun yang tidak menderita anemia.
2. Untuk mengetahui karakteristik siswa kelas I dan II yang menderita anemia.

D. Manfaat Penelitian
1. Dapat meningkatkan pengetahuan siswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang pentingnya pengaruh anemia terhadap prestasi belajar.
2. Sebagai bahan pertimbangan agar pihak yang terkait lebih memperhatikan keadaan siswa, khususnya penderita anemia karena generasi muda ini akan menjadi generasi penerus bangsa.
3. Dapat menyadarkan pihak yang terkait terhadap tanggung jawab mereka untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:42:00

PENGARUH FAKTOR MOTIVASI, PERSEPSI, PEMBELAJARAN, DAN KEPRIBADIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN LAPTOP DI KALANGAN MAHASISWA

TESIS ANALISIS PENGARUH FAKTOR MOTIVASI, PERSEPSI, PEMBELAJARAN, DAN KEPRIBADIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN LAPTOP DI KALANGAN MAHASISWA (PRODI : ILMU MANAJEMEN)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Era globalisasi ini ditandai dengan revolusi komunikasi, dan informasi; hal ini disebabkan karena pesatnya gagasan dan pikiran serta transaksi bisnis menjadi semakin cepat, tepat, praktis dan berkualitas. Dengan adanya perubahan-perubahan ekonomi akan dituntut kesiapan untuk penyesuaian kebutuhan yang berubah, sejalan dengan perkembangan jaman.
Kebutuhan manusia adalah suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan dasar yang dirasakan atau disadari. Suatu kebutuhan menjadi suatu dorongan bila kebutuhan itu muncul hingga mencapai taraf intensitas yang cukup. Motif (dorongan) adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat dan mendesak untuk mengarahkan seseorang agar mencari pemuasan terhadap kebutuhan hidup.
Pada dasarnya kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat, terdiri dari tingkatan paling dasar (primary needs) atau kebutuhan primer seperti orang membutuhkan sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Jika kebutuhan primer sudah tercapai maka muncullah di dalam pikiran manusia untuk memenuhi secondary needs (kebutuhan sekunder) seperti perhiasan, mobil, mesin cuci, laptop dan sebagainya.
Saat ini penggunaan laptop di kalangan anak muda yang didominasi oleh mahasiswa semakin meluas, bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan personal. Hal ini disebabkan manfaat yang diperoleh dari penggunaan laptop tersebut antara lain dapat membantu penyelesaian tugas-tugas belajar mereka.
Dilihat dari perilaku pembelian laptop di kalangan mahasiswa sangat beraneka ragam motifnya dan sulit diamati yang terdiri dari faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian mahasiswa tersebut. Beberapa pakar perilaku konsumen membedakan antara motif rasional dan motif emosional. Istilah rasionalitas dalam pengertian ekonomi tradisional, menganggap bahwa para konsumen berperilaku rasional jika konsumen secara teliti mempertimbangkan semua alternatif dan memilih alternatif yang memberikan kegunaan yang terbesar kepadanya. Sedangkan motif emosional mengandung arti bahwa pemilihan sasarannya menurut kriteria pribadi atau subjektif.
Proses keputusan yang diambil atau dilaksanakan oleh individual lebih banyak melibatkan lingkungan sosial dan psikologikal yang terdiri dari faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian dari pada bidang fisikal. Sehingga perilaku konsumen akan dipengaruhi oleh lingkungan yang terus menerus berubah.
Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X merupakan salah satu diantara banyaknya mahasiswa yang menggunakan laptop. Alasannya membeli laptop supaya dapat mengerjakan tugasnya kapan saja. Selain itu juga laptop sangat membantu pada saat pengisian KRS (Kartu Rencana Studi) secara online, dimana mahasiswa tidak perlu untuk ke ruang administrasi jurusan karena dapat diakses disekitar kampus.
Sedangkan pihak Fakultas Teknik X tidak mengharuskan mahasiswa untuk menggunakan laptop tetapi karena banyaknya tugas dari dosen membuat mahasiswa tersebut harus membeli laptop, bahkan mahasiswa yang baru semester pertama sudah menggunakan laptop karena apabila tidak menggunakan laptop akan terkendala dalam kegiatan akademis mahasiswa itu sendiri. Begitu juga hal nya mahasiswa semester akhir lebih banyak menggunakan laptop untuk menulis skripsi.
Kemudian prinsip praktis dan efektif serta gengsi tersendiri yang bisa diperoleh dari laptop ini mendorong mahasiswa Fakultas Teknik X untuk membeli laptop yang harganya semakin terjangkau dari waktu ke waktu, dan sifatnya yang lebih fleksibel dan fashionable serta adakalanya mahasiswa membeli laptop karena mengikuti temannya supaya tidak dianggap kurang pergaulan (kuper) dan tidak gagap teknologi (gaptek).
Pengguna laptop pada kalangan mahasiswa Fakultas Teknik X ini biasanya memiliki keterbatasan pada masalah dana, tetapi mahasiswa tersebut mempunyai keinginan terhadap laptop yang benar-benar memiliki kemampuan kerja yang tinggi. Hal ini karena mahasiswa sifatnya dinamis, bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya, didalam dan diluar ruangan, dan sangat intensif dalam hal penggunaan laptop. Umumnya, digunakan sebagai penunjang kegiatan akademis dan memiliki media hiburan. Model laptop yang digemari umumnya adalah yang ringan, tidak mahal, dan memiliki media penyimpanan yang praktis seperti tas berbentuk ransel/backpack. Model atau bentuk dan warna sering menjadi pertimbangan bagi mahasiswa Fakultas Teknik X, terutama bagi mahasiswa yang memiliki minat atau hobi berhubungan dengan komputer atau teknologi informasi.
Semua hal ini tergantung dari persepsi mahasiswa tersebut dalam pengolahan informasi yang diterima pancaindera. Ada kalanya untuk melakukan keputusan pembelian, mahasiswa membutuhkan waktu yang lama untuk pencarian informasi dari berbagai sumber, supaya dapat mengurangi perasaan ketidak puasan pasca pembelian dan ada juga sebagian mahasiswa lainnya tidak membutuhkan waktu yang lama dalam pencarian informasi tentang produk laptop.
Kemudian pembelajaran dapat muncul melalui pencerminan pengalaman penggunaan produk. Maksudnya konsumen mendapatkan suatu pengetahuan secara tidak langsung melalui pengamatan terhadap orang lain yang telah menggunakan produk tersebut. Banyak pembelajaran muncul ketika konsumen menerjemahkan informasi yang berkaitan dengan produk dari media massa (periklanan, papan reklame, bill board, majalah, koran) atau dari sumber personal (teman dan keluarga). Dalam hal ini pembelajaran mahasiswa Fakultas Teknik X membeli laptop sering terbentuk dari pengalaman dirinya sendiri atau dari pengalaman teman atau keluarganya setelah membeli produk tersebut sehingga dapat mempengaruhi perilaku pembeliannya.
Manfaat produk laptop akan berdampak kurang baik bagi mahasiswa Fakultas Teknik X apabila produk laptop tersebut digunakan tidak sesuai dengan petunjuk pemakaian yang telah ditentukan sehingga mengakibatkan kerusakan lebih cepat dan menimbulkan kekecewaan yang mendalam bagi pemakainya baik itu secara fungsional maupun psikososial.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian berpengaruh terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X?
2. Sejauh mana manfaat produk yang terdiri dari manfaat fungsional dan psikososial berpengaruh terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X?

1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh manfaat produk yang terdiri dari manfaat fungsional dan psikososial terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Bagi pihak pemasar produk laptop dapat menentukan kebijakan dan pengembangan strategi pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan pasar khususnya perilaku membeli laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.
2. Bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas X, sebagai bahan kajian ilmu dan menambah referensi dalam dunia ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manajemen pemasaran umumnya dan khususnya tentang perilaku konsumen dalam kaitannya dengan faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian mahasiswa dalam keputusan pembelian laptop.
3. Bagi peneliti dapat menambah pemahaman mengenai hal-hal yang berhubungan dengan teori perilaku konsumen, manfaat produk serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dan penerapannya di lapangan.
4. Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan berarti bagi penelitian-penelitian selanjutnya demi mengembangkan ilmu pengetahuan baik secara umum maupun khusus terhadap ilmu pengetahuan yang dijadikan dasar penelitian ini.

1.5 Kerangka Berpikir
Setiap lembaga atau perusahaan yang bergerak dalam bidang apapun baik itu bidang jasa maupun barang memiliki tujuan pemasaran agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu para pemasar hendaknya mengetahui siapa pembeli, apa yang dibeli, mengapa mereka membeli, siapa yang terlibat, bagaimana mereka membeli, kapan mereka membeli serta dimana mereka membeli. Apakah pemasar dapat memahami ketujuh variabel tersebut, maka pemasar akan lebih mudah dalam melaksanakan kegiatan pemasaran.
Pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen sangat penting khususnya faktor motivasi, pesepsi, pembelajaran, dan kepribadian bagi mahasiswa Fakultas Teknik X, karena berhasil tidaknya pemasaran produk tergantung pada respon konsumen terhadap produk tersebut. Memahami tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk berarti juga berusaha mengidentifikasikan hal-hal yang menyebabkan seseorang merasa terlibat atau tidak dalam pembelian.
Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa motivasi adalah "driving force within individuals that impels them to action. This driving force is produced by state of tension, which exists as the result of an unfulfilled need". Dapat diartikan bahwa motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut.
Schifman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa persepsi adalah "sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia.
Solomon (2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah "a relatively permanent change in behavior that is caused by experience ". Dapat diartikan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen yang diakibatkan oleh pengalaman.
Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa kepribadian adalah "those inner psychological characteristics that both determine and reflect how a person responds to his or her environment". Dapat diartikan bahwa kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri (inner psychological characteristics) manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu.
Kotler (2001) menyatakan bahwa, perilaku konsumen sebagai perilaku konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga yang membeli produk untuk konsumsi personal. Sedangkan Mowen (2002) menyatakan bahwa, perilaku konsumen sebagai studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan penempatan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide.
Solomon (2003) menyatakan bahwa "consumer behavior is the process involved when individuals or groups select, purchase, use, and dispose of goods, services, ideas, or experiences to satisfy their needs and disires". Dapat diartikan bahwa perilaku konsumen adalah merupakan suatu proses yang melibatkan seseorang ataupun suatu kelompok untuk memilih, membeli, menggunakan, dan memanfaatkan barang-barang, pelayanan, ide, ataupun pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Sumarwan (2004), menyatakan bahwa manfaat produk ada dua jenis yaitu manfaat fungsional (functional consequences) dan manfaat psikososial (psychosocial consequences). Manfaat fungsional adalah manfaat yang dirasakan konsumen secara fisiologis. Sedangkan manfaat psikososial adalah aspek psikologis (perasaan, emosi, dan mood) dan aspek sosial (persepsi konsumen terhadap bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya) yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk.
Begitu juga dengan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X dalam perilaku pembelian laptop akan beragam motifnya dilihat dari faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian dari mahasiswa tersebut, sehingga perilaku membelinya juga berbeda.

1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dihipotesiskan penelitian ini sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian berpengaruh terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.
2. Manfaat produk yang terdiri dari manfaat fungsional dan psikososial berpengaruh terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:41:00

Pengaruh Utang Luar Negeri (Foreign Debt) Dan Penanaman Modal Asing (PMA) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Skripsi Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (Foreign Debt) Dan Penanaman Modal Asing (PMA) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Tentu ini pernah dicoba. Namun ternyata Indonesia sulit untuk terus bertahan ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat tanpa mau menghiraukan bangsa yang lain yang masih membangun. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri dengan berhubungan lebih akrab dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya terutama dari sendi ekonomi nasionalnya.
Menurut Boediono (1999:22), pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.
Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.
Adanya kerapuhan Indonesia tersebut disebabkan dengan tidak adanya dukungan mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat diselesaikan sampai saat ini adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif, jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya (Anggito Abimanyu. XXXX:8).
Meningkatnya pertumbuhan investasi di Indonesia dimulai dengan ditetapkannya Undang-Undang No.1/tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang-Undang No.6/tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di Indonesia dari waktu ke waktu yang kemudian menciptakan iklim investasi yang kondusif selama proses pembangunan di Indonesia.
Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Akan tetapi apabila modal asing tersebut tidak dikalola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang besar terutama apabila terjadinya capital flows reversal (Zulkarnaen Djamin, 1996: 26).
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa utang luar negeri turut mendukung terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada pertengahan tahun XXXX. Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai sehingga banyak pemerintah negara yang sedang berkembang harus menarik dana dan pinjaman dari luar negeri. Selain itu, defisit pada neraca perdagangan barang dan jasa yang tinggi berhubungan juga dengan dilakukannya impor modal untuk menambah sumber daya keuangan dalam negeri yang terbatas.
Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha meningkatkan investasi.
Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi di sektor keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri. Penanaman Modal Asing (PMA) sendiri, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sampai akhir Juli XXXX meningkat menjadi US$ 3.713.4 juta dengan realisasi proyek yang telah disetujui pemerintah sebanyak 563 proyek.
Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai komponen dalam neraca pembayaran turut mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Negara-negara yang umumnya merupakan negara yang sedang berkembang masih terus berusaha untuk menyempurnakan ekonomi internasionalnya (Hady Hamdy, XXXX: 42).
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, Penulis mencoba untuk membahas masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan utang luar negeri (foreign debt) dan penanaman modal asing (PMA) dengan mengangkat judul “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (Foreign Debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka Penulis terlebih dahulu mengemukakan permasalahan yang menjadi objek analisis penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut, Penulis mengidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaruh utang luar negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?
b. Bagaimana pengaruh penanaman modal asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?

1.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penilitian yang masih perlu diuji dan dibuktikan secara empiris tingkat kebenarannya dengan menggunakan data-data yang berhubungan.
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka Penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
a. Utang Luar Negeri (Foreign debt) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
b. Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan Penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
• Untuk mengetahui pengaruh Utang Luar Negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
• Untuk mengetahui pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
b. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi pemerintah terutama bagi instansi-instansi terkait.
2. Sebagai masukan bagi masyarakat Indonesia agar dapat mengetahui kondisi perekonomian Indonesia yang berhubungan dengan utang luar negeri dan PMA.
3. Untuk menambah wawasan Penulis dalam perekonomian Indonesia khususnya yang berhubungan dengan utang luar negeri dan penanaman modal asing.
4. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang sedang meneliti topik yang berkaitan dengan penelitian ini.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:40:00

Campur Kode Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy

Skripsi Campur Kode Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan sesuatu yang harus ada dalam kehidupan manusia, sebab bahasa adalah salah satu alat yang paling utama untuk berkomunikasi, berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Dilihat dari segi linguistik struktural bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi. Oleh karena itu, bahasa merupakan suatu sistem, maka bahasa tersebut mempunyai aturan-aturan yang saling bergantung dan mengandung unsur-unsur yang dianalisis secara terpisah. Orang berbahasa mengeluarkan bunyi-bunyi yang berurutan membentuk suatu struktur tertentu. Bunyi-bunyi itu merupakan lambang yaitu melambangkan makna yang tersembunyi. Dengan satuan makna tersebut anggota masyarakat dapat berkomunikasi sesuai dengan keperluan yang sifatnya komunikatif. Manusia selalu menjalani wujud bahasa dalam huruf sehingga dapat dibedakan antara bahasa tulis dengan bahasa lisan.
setiap komunikasi kita saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka proses komunikasi tersebut terjadilah peristiwa tutur dan tindak tutur dalam situasi tutur. Peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam bentuk ujaran yang melibatkan dua pihak, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi. Kedua gejala tersebut terdapat pada satu proses, yaitu proses komunikasi. (Chair, 2004:47).
Bahasa itu beragam, artinya, sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu dipergunakan oleh penutur heterogen dan yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu beragam. Bahasa di dalam realisasinya selalu ada pada konteksnya. Konteks yang dimaksud dalam pengertian ini adalah konteks sosio-kulturalnya.
Sebagai alat komunikasi, bahasa terdiri dari dua aspek, yaitu (1) aspek linguistik. Aspek ini berupa unsur yang secara langsung membentuk struktur lahir yakni bunyi, kata, kalimat, dan ajaran atau teks, dan (2) aspek non linguistik atau paralinguistik. Aspek ini mencakup (a) pola ujaran seseorang; (b) unsur supra segmental; (c) jarak dan gerak-gerik tubuh; (d) rabaan. Aspek linguistik dan paralinguistik tersebut berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi. (Chair, 2004:22)
Dalam situasi pertuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal, baik lisan maupun tulis sering ditemukan orang bertutur dengan menggunakan bahasa tertentu tiba-tiba mengganti bahasanya. Mengganti bahasa diartikan sebagai tindakan mengalihkan bahasa maupun mencampur antara bahasa satu dengan bahasa lainnya. Penggantian bahasa atau ragam bahasa bergantung pada keadaan atau keperluan bahasa itu (Nababan, 1986:31)
Keanekabahasaan dalam suatu masyarakat akan selalu menimbulkan masalah atau paling tidak mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu. Keanekabahasaan membawa masalah bagi individu-individu dan kelompok individu (terutama kelompok minoritas bahasa) pemerintah dan dunia pendidikan. Oleh karena itu mereka harus menguasai sekurang-kurangnya dua bahasa bahkan lebih (bervariasi).
Sifat-sifat khas tuturan dapat terjadi dalam individu maupun kelompok masyarakat. Sifat khas tuturan yang berbeda dengan tuturan orang lain disebut idiolek. Perbedaan pemakaian bahasa secara kelompok muncullah apa yang disebut dialek geografis, dialek sosial atau sosiolek yang lain. Keadaan seperti ini akan timbul karena adanya perbedaan asal daerah penuturnya.
Ragam bahasa atau variasi bahasa secara jelas manandai kelompok, variasi atau ragam bahasa sebenarnya hanya berupa suatu kecenderungan (tendensi) dan seluruhnya terdiri dari perbedaan kosa kata. Kata-kata tertentu cenderung lebih banyak digunakan oleh kelompok tertentu, sehingga menggambarkan ragam bahasa tertentu. Ciri ragam itu mungkin tidak terlalu kelihatan pada kosa kata yang dipakai penutur, tetapi itu menunjukkan dasar perbedaan pada suatu daerah.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dua bahasa atau lebih selalu hidup berdampingan tidak bisa dipisahkan dan akan saling mempengaruhi. Pengaruh bahasa yang timbul karena adanya kontak bahasa antara manusia. Dengan demikian, akibat kontak bahasa dan sekaligus perubahannya, dan dalam dua bahasa atau lebih akan kita jumpai penggunaan bahasa atau pembicaraan yang belum kita mengerti selama aktivitas berlangsung. Pendengar dengan pasif mendengarkannya, tentu pendengar yang aktif, sekali-kali menyela pembicaraan tersebut. Oleh karena itu, adanya penggunaan unsur-unsur bahasa lain ketika memakai bahasa tertentu dengan disengaja dalam percakapan disebut campur kode.
Campur kode dapat terjadi jika pembicaraan penutur menyelipkan bahasa lain ketika sedang menggunakan bahasa tertentu dalam pembicaraannya. Unsur-unsur yang diambil dari bahasa lain itu sering kali berwujud kata-kata, juga berwujud frase, berwujud kelompok kata, berwujud perulangan kata, berwujud beridiom atau ungkapan maupun berwujud klausa.
Campur kode lazimnya terjadi dalam bentuk bahasa tutur (lisan) tetapi tidak menutup kemungkinan adanya campur kode dalam bentuk tulis. Dalam hubungan ini campur kode tidak terjadi dalam bentuk lisan jika penutur menggunakan bahasa tulis, misalnya dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman El Shirazy.
Berdasarkan uraian di atas peneliti akan mengungkap tentang campur kode dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman El Shirazy. Pemilihan ini sebagai objek penelitian didasarkan atas asumsi bahwa novel tersebut terdapat variasi bahasa daerah (bahasa Jawa), bahasa Indonesia maupun bahasa asing.

1.2 Masalah Penelitian
1.2.1 Ruang Lingkup Masalah
Bahasa hidup dan berkembang di masyrakat. Secara kompleks masalah sosial mengidentifikasikan pula permasalahAn-permasalahan bahasa itu sendiri. Beberapa wujud campur kode antara lain penyisipan yang unsur-unsur yang berwujud kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa, penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster, penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom, dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam campur kode adalah :
1. Bagaimanakah penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?
2. Bagaimanakah penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?
3. Bagaimanakah penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?
4. Bagaimanakah penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?
5. Bagaimanakah penyisipan unsur-usur yang berwujud klausa dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian adalah :
1. Mendiskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy.
2. Mendiskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy.
3. Mendiskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrohman El Shirazy.
4. Mendeskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrohman El Shirazy.
5. Mendeskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrohman El Shirazy.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis bagi penikmat, pemerhati, peneliti dan pengajar bahasa.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian adalah memberi pengetahuan terhadap studi tentang campur kode.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Guru Bahasa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengajaran bahasa di sekolah.
2. Bagi Pemerhati Bahasa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang kebahasaan dan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang penggunaan bahasa khususnya campur kode.

1.5 Asumsi
Novel merupakan karangan bebas. Maka seorang pengarang bebas mengekspresikan tulisannya baik yang menyangkut penggunaan bahasa maupun penekanan-penekanan pada kata atau kalimat. Karena tidak terikat oleh suatu aturan-aturan yang harus dipakai. Maka tidak menutup kemungkinan bahasa yang digunakan sehari-hari dapat tertuang dalam karyanya.
Dengan membaca seluruh isi novel maka dapat diambil asumsi bahwa novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman El Shirazy dilihat dari bahasa yang dipergunakan terdapat campur kode yang meliputi penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase, penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud idiom atau ungkapan dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.
Bahasa yang digunakan dalam novel ditunjukkan melalui penggunaan unsur bahasa asing dalam bahasa Indonesia itu tampaknya berupa sikap yang kurang positif. Hal itu jika sikap yang ditunjukkan berupa sikap yang positif pemakai bahasa tentu cenderung akan merealisasikan melalui kesetiaan di dalam penggunaan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis, tidak mencampuradukkan dengan bahasa asing, atau boleh jadi bahwa pencampuradukan itu menunjukkan fungsi pemakaian bahasa Indonesia belum sepenuhnya sehingga masih memungkinkan dimasuki oleh serpihan-serpihan unsur bahasa lain atau disebut dengan campur kode.

1.6 Penjelasan Judul
Penelitian ini berjudul Campur Kode dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman El Shirazy. Berkaitan dengan judul tersebut, dibawah ini akan diberikan penjelasan judul sebagai berikut :
Campur kode : Penggunaan unsur-unsur lain atau ketergantungan bahasa ketika memakai bahasa tertentu yang saling dibutuhkan. Unsur-unsur tersebut sering kali berwujud kata-kata, frase, perulangan kata, ungkapan atau idiom dan klausa. Misalnya : “aku manut sama orang tua” dan “nanti bareng saja”. Sama-sama dari bahasa Jawa dengan tidak disengaja digunakan dalam percakapan tersebut.
Novel : Suatu cerita atau karangan bebas, tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu. Penjangnya tidak ditentukan, artinya sebatas melukiskan kehidupan para tokoh yang diceritakan.
Jadi, campur kode dalam novel adalah penggunaan unsur-unsur bahasa lain dalam karangan bebas (novel) atau pemakaian serpihan-serpihan bahasa lain yang diperlukan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:39:00