Cari Kategori

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK MENGENAI KEKERASAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA

SKRIPSI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK MENGENAI KEKERASAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap anak yang dilahirkan ke dunia adalah dalam keadaan suci, maka orang tua dan lingkunganlah yang akan membentuk karakternya. Apakah karakternya baik atau jelek tergantung bagaimana didikan orang tuanya dan lingkungan mana dia tinggal. Karena pada periode-periode awal kehidupannya, anak akan menerima arahan dari kedua orang tuanya. Maka tanggung jawab untuk mengarahkan anak kepada kebaikan, berada di atas pundak orang tua. Sebab periode-periode awal dari kehidupan anak merupakan periode yang paling penting dan sekaligus rentan .
Anak adalah karunia Allah Yang Maha Kuasa yang harus kita syukuri. ia merupakan penerus garis keturunan yang dapat melestarikan pahala bagi orang tua sekalipun orang tua sudah meninggal. Ia adalah Amanat Allah yang wajib ditangani secara benar. Karena dalam dirinya melekat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hatinya yang suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni dan belum terbentuk. Dia bisa menerima bentuk apa pun yang diinginkan dan corak manapun yang diinginkan. Jika dia dibiasakan pada kebaikan dan diajarinya, tentu ia akan tumbuh pada kebaikan dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Akan tetapi, jika dia diabaikan dibiarkan seperti layaknya hewan, maka ia akan menderita dan rusak. Karena seorang anak tidak melihat kecuali orang-orang di sekitarnya dan tidak meniru kecuali orang-orang di sekitarnya pula.
Sedangkan hak yang paling mendasar dalam masalah hak asasi manusia adalah hak hidup. Hak asasi anak ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak anak. Dari segi berbangsa dan bernegara anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita. Penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa yang akan datang.
Agar setiap anak kelak memikul tanggung jawab sebagai tunas, potensi dan generasi muda, penerus cita-cita perjuangan bangsa, maka ia perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk hidup dan berkembang secara optimal, baik secara fisik, mental, social serta berakhlak mulia. Untuk mewujudkan semua itu, perlu dilakukan upaya perlindungan dan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa kekerasan dan diskriminasi.
Dalam kenyataan yang kita hadapi di tanah air sekarang, permasalahan mengenai anak sudah sangat memilukan hati dan mengkhawatirkan. Bahkan telah jatuh ke titik nadir yang paling dalam. Anak yang seharusnya dipelihara, dibina dan dilindungi malah dijadikan sebagai objek perbuatan-perbuatan tak terpuji. Misalnya yang banyak terjadi sekarang anak dimakan oleh orang tua sendiri (Bapak) untuk memuaskan nafsunya. Di jalanan, di kereta api, di bis-bis, di pasar-pasar dan pabrik anak di suruh ngamen, mengemis dan bekerja sepanjang hari untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti yang dilakukan oleh orang dewasa. Sehingga yang ada bukanlah ketentraman yang didapatkan oleh seorang anak melainkan malapetaka yang sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani sang anak. Di sisi lain masyarakat belum menganggap kekerasan terhadap anak sebagai persoalan serius yang membutuhkan penanganan secara bersama-sama dan masalah anak dianggap sebagai masalah pribadi dalam keluarga, bukan sebagai tanggung jawab sosial dan pemerintah.
Oleh sebab itu seorang anak harus mendapatkan perhatian yang lebih serius dari seluruh aspek kehidupan. Dalam kehidupan manusia, anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental maupun sosial. Akibat dari belum matangnya individu anak maka sangat dibutuhkan perlindungan penuh dari orang dewasa. Dan juga perlu adanya sebuah usaha untuk membangun kesadaran masyarakat tentang masalah kekerasan terhadap anak.
Menurut pandangan syari'at Islam walaupun anak tersebut masih berada dalam kandungan adalah merupakan kehidupan yang harus dihormati, dengan menganggap sebagai suatu wujud yang hidup dan wajib di jaga. Cinta kasih, mawaddah, dan rahmah yang dianugerahkan kepada sepasang suami istri (ayah dan Ibu) adalah karunia yang besar untuk satu tugas berat yaitu membangun rumah tangga dengan tugas dan peran masing-masing antara kewajiban dan hak-haknya.
Dalam pemenuhan hak anak, agar mekanisme nasional berjalan dengan baik diperlukan sinergi dari setiap komponen yang menyelenggarakan upaya-upaya kemajuan hak anak, baik dari aspek legislasi, edukasi, pengawasan, dan kebijakan, sehingga penyelenggaraan langsung pemajuan hak anak dan perlindungan anak. Upaya itu tidak akan terwujud tanpa adanya political will dari pemerintah, partisipasi aktif dari masyarakat serta peran kritis dan kontribusi dari LSM untuk merealisasikan hak anak dalam semangat desentralisasi dan otonomi daerah.
Demikian pula perundang-undangan yang ada di Indonesia tentang perlindungan anak bahwa segala kegiatan adalah untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Serta mendapat perlindungan khusus dari kekerasan fisik, psikis dan seksual.
Dunia internasional juga telah bersepakat untuk membuat sebuah aturan yang mengatur tentang perlindungan anak. Maka pada tanggal 28 November 1989 Majelis umum PBB telah mengesahkan Konvensi Hak Anak (KHA), setahun setelah KHA disahkan, maka pada tanggal 25 Agustus 1990 pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi tersebut melalui Keputusan Presiden No.36 Tahun 1990 dan mulai berlaku sejak 5 Oktober 1990. Dengan ikutnya Indonesia dalam mengesahkan konvensi tersebut maka Indonesia terikat dengan KHA dan segala konsekuensinya. Artinya, setiap menyangkut tentang kehidupan anak harus mengacu pada KHA dan tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakan dan menghormatinya maka akan memiliki pengaruh yang negatif dalam hubungan internasional. Dalam mewujudkan pelaksanaan KHA maka pemerintah Indonesia telah membuat aturan hukum dalam upaya melindungi anak. Aturan hukum tersebut telah tertuang dalam UU No 23. TAHUN 2002 tentang perlindungan anak yang disahkan pada tanggal 22 Oktober 2002. Jadi jelaslah bahwa perlindungan anak mutlak harus dilakukan karena mulai dari tingkat internasional dan nasional sudah memiliki instrumen hukum.
Dengan adanya ketentuan khusus yang berkaitan dengan seorang anak, maka sudah seyogyanya para pengasuh, baik orang tuanya atau bukan, harus memahami ketentuan baik yang ada dalam Islam ataupun perundang-undangan yang ada di Negara Indonesia ini.
Dari uraian diatas, penulis ingin mengadakan penelitian, mengenai kekerasan terhadap anak adalah sebagai suatu pelanggaran terhadap hak anak baik itu dalam perspektif hukum Islam maupun dalam UU No 23 TAHUN 2002 tentang perlindungan anak. Oleh karena itu penulis mencoba merumuskan dalam penelitian ini dengan judul : 
"PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP KEKERASAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA (STUDI PENANGANAN ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PUSAT PELAYANAN TERPADU/PPT)" 

B. Rumusan Masalah
Berawal dari paparan latar belakang diatas, maka yang akan menjadi pokok bahasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana perspektif hukum Islam dan UU No 23 Tahun 2002 mengenai kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga di Kabupaten X ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mendorong terjadinya kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga di Kabupaten X ?
3. Bagaimana upaya meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga di Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui bagaimana perspektif hukum Islam dan UU No 23 Tahun 2002 mengenai kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga di Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong terjadinya kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga di Kabupaten X 
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga di Kabupaten X

D. Sistematika Pembahasan
Dalam rangka untuk mempermudah dalam memahami dan mempelajari pembahasan yang ada dalam skripsi ini. Maka penulisan penelitian ini nantinya akan menggunakan sistematika sebagai berikut : 
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan : a) Latar Belakang Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian., d) Kajian Pustaka e) Kegunaan Penelitian, f) Ruang Lingkup Penelitian, g), Definisi Operasional, h) Metode Penelitian, i) Sistematika Pembahasan.
BAB II : KONSEP HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK DARI KDRT
a. Rumah Tangga Dalam Pandangan Hukum Islam, b) Kewajiban dan Hak Anak kepada Orang Tua. c) Tinjauan Undang-Undang No 23 Tahun 2002.
BAB III : KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA
a) Pengertian Kekerasan. b) Macam Kekerasan c) Sebab-Sebab Timbulnya Kekerasan. d) Dampak Kekerasan Terhadap Korban. profil Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Kabupaten X e). Beberapa Kasus yang Ditangani Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Kabupaten X. f) Jenis Pelayanan dan Persyaratan bagi Korban . g) Alasan-alasan tentang PPT ditempatkan di rumah sakit. h) jenis-jenis pelayanan korban PPT.
BAB IV : UPAYA MEMINIMALISIR KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA
Bab ini memuat tentang : a) Analisa Hukum Islam Terhadap Penanganan Kasus Tindakan Kekerasan Terhadap Anak. b) Langkah-langkah Antisipatif terhadap timbulnya tindakan kekerasan. c). sosialisasi Undang-undang. d) Penyuluhan Agama. e) Pemberdayaan SDM Orang Tua. f). Kerjasama Pemerintah dan Masyarakat.
BAB V : PENUTUP
a) Kesimpulan b) Saran-saran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:04:00

HUBUNGAN PENGUASAAN KOSAKATA DAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA DENGAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN

TESIS HUBUNGAN PENGUASAAN KOSAKATA DAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA DENGAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS V SD X (PRODI : BAHASA INDONESIA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengharuskan kita untuk selalu belajar. Proses belajar yang efektif adalah membaca. Dengan membaca akan memperoleh pengetahuan dan informasi baru yang kita harapkan. Semakin banyak membaca, semakin banyak pengetahuan dan informasi yang kita dapatkan.
Membaca sebagai suatu aktifitas dalam memperoleh pengetahuan dan informasi sangat penting untuk semua orang, apalagi pelajar. Menurut Burns (dalam Farida Rahim, 2007: 1) kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Bahkan tidak hanya pelajar, masyarakat umum pun harus gemar melakukan kegiatan membaca untuk meningkatkan diri. Membaca merupakan tuntutan realitas kehidupan sehari-hari agar tidak ketinggalan.
Salah satu unsur penting dalam meningkatkan diri adalah membangun kebiasaan untuk terus-menerus belajar atau menjadi manusia pembelajar yang senantiasa haus akan informasi dan pengetahuan. Tidak peduli berapa pun usia kita, jika kita berhenti belajar berarti kita sudah tua, sedangkan jika senantiasa belajar kita akan merasa tetap awet muda. Karena hal yang terbaik di dunia akan kita peroleh dengan memelihara pikiran kita agar tetap muda.
Salah satu cara paling efektif untuk belajar adalah dengan membaca. Namun sayangnya, sebagian besar kita tidak pernah punya waktu untuk membaca. Alasan utama yang sering kita sampaikan adalah kesibukan pekerjaan. Kita terjebak dalam rutinitas dan tekanan pekerjaan sehingga tidak memiliki kesempatan untuk mengasah pikiran kita dengan membaca.
Membaca merupakan salah cara kita untuk memperbaiki dan meningkatkan keefektifan diri kita. Meskipun kita memiliki "keterbatasan waktu", kita tetap perlu mengasah pikiran kita. Caranya adalah dengan menguasai cara membaca yang efektif sehingga waktu yang kita gunakan menjadi efisien.
Menurut R. Masri Sareb Putra (2008: vii) membaca dapat mengubah bukan hanya sudut pandang atau mind set seseorang, tapi juga bisa mengubah hidup secara total. Oleh karena itu kebiasaan membaca haruslah ditanamkan sejak masuk sekolah , akan lebih baik bila dilakukan setiap saat.
Burke Hedges (dalam R Masri Sareb Putra, 2008: 56) mengatakan bahwa jika Anda ingin sukses, Anda harus melakukan apa yang orang-orang sukses lakukan. Dan yang dilakukan orang sukses adalah membaca dan menjadi kaya.
Meskipun sekarang ini informasi/berita bisa kita dengarkan melalui media lain, yaitu media elektronik yang berupa TV dan radio, namun peran membaca belum tergantikan. Banyak informasi/ilmu/berita yang hanya disampaikan oleh media cetak, dan harus dengan membaca untuk mendapatkannya. Selain itu membaca juga kegiatan yang menyenangkan, karena kita bisa menelusuri wilayah mana saja yang kita inginkan. Membaca adalah jendela dunia. Untuk mengetahui isi bacaan diperlukan pemahaman, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Namun untuk memahami suatu bacaan tidaklah mudah, sehingga rata-rata anak sekolah khususnya siswa SD pemahaman bacaannya sangat rendah.
Rendahnya minat baca siswa, boleh jadi, disebabkan kurang menariknya cara pengajaran/metode membaca.
Pengajaran membaca seringkali hanya dilakukan sekadar menjawab pertanyaan, mencari kata-kata sulit, atau menentukan ide pokok. Padahal dengan membaca dapat kita lakukan dengan diskusi/debat, menanggapi bacaan, atau bahkan sebagai acuan dalam kegiatan keterampilan yang lain, seperti menulis atau berbicara.
Pembelajaran membaca merupakan bagian yang sangat esensial dalam pembelajaran bahasa Indonesia, namun dalam kenyataannya pembelajaran membaca kurang mendapat perhatian yang sewajarnya. Sebagian guru lebih menfokuskan materi teoritik yang mengarah keberhasilan siswa dalam pencapaian nilai Ujian Nasional. Hal ini membuat keterampilan membaca siswa kurang memadai.
Kurangnya perhatian dalam pembelajaran membaca inilah, yang menjadi penyebab salah satu dari rendahnya minat baca siswa. Padahal minat membaca merupakan persoalan yang penting dalam dunia pendidikan.
Membaca adalah kegiatan fisik dan mental yang dapat berkembang menjadi kebiasaan, untuk membentuk sebagai suatu kebiasaan dibutuhkan waktu yang lama. Selain itu diperlukan faktor-faktor lain yang mendukung kebiasaan, seperti: minat, kemauan, serta keterampilan membaca.
Di zaman sekarang ini, nampaknya sebagian besar pelajar kurang memiliki minat membaca, terutama membaca buku pelajaran. Ini diakibatkan karena sebagian pelajar tidak memiliki metode dalam membaca, sehingga pada saat membaca timbul rasa malas, bosan, menjemukan, serta munculnya rasa mengatuk.
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam membaca, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal antara lain: penguasaan diksi, penguasaan kosakata, penguasaan kalimat, minat baca, bakat, prestasi belajar bahasa Indonesia, mental dan sebagainya. Faktor eksternal misalnya: metode pembelajaran, guru, kelengkapan buku yang ada di sekolah, lingkungan, kurikulum. Faktor sosial budaya serta ekonomi keluarga juga berpengaruh terhadap kegiatan membaca siswa.
Begitu pentingnya membaca maka sebagai pendidik haruslah dapat memberikan contoh dan memberikan dukungan kepada siswa untuk sering-sering membaca. Dengan membaca selain segala informasi bisa didapatkan juga terbuka cakrawala pandangan serta pemikiran.
Hal yang paling mudah kita lakukan untuk mengembangkan keterampilan dalam belajar adalah dengan banyak membaca. Meluangkan waktu sedikitnya satu jam sehari untuk membaca buku merupakan kebiasaan yang baik bagi kita untuk mulai mengembangkan diri kita. Banyak metode yang digunakan untuk meningkatkan kecepatan membaca (speed reading) maupun pemahaman (comprehension) terhadap isi dari suatu buku. Keterampilan inilah yang amat kita perlukan untuk meningkatkan daya serap dan kecepatan kita dalam membaca sebuah buku yang dibaca.
Membaca membutuhkan konsentrasi yang baik agar dapat menangkap isi yang ada dalam bacaan. Selain konsentrasi, penguasaan kosakata, minat, maupun fasilitas, sangat menentukan keberhasilan membaca. Selain itu proses membaca agar dapat memahami bacaan dengan baik dibutuhkan keterampilan maupun kepandaian/prestasi seseorang.
Selain dihadapkan pada keterbatasan waktu dan bagaimana dapat membaca dalam waktu yang singkat tetapi memperoleh informasi dan pengetahuan semaksimal mungkin, masalah sarana/buku yang dibaca juga menjadi persoalan. Berbagai alasan dikemukakan, antara lain: buku mahal, buku yang ada kurang menarik, atau tidak tersedianya buku yang memadai di perpustakaan sekolah.
Persoalan bagaimana dapat membaca dengan baik dan efektif dalam waktu yang singkat hendaknya dapat kita selesaikan. Salah satu cara untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan sering membaca.
Kegiatan membaca dapat dilakukan secara bebas, seperti membaca dalam hati, membaca cepat, membaca intensif/pemahaman, maupun membaca kritis. Kegiatan ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.
Kegiatan belajar-mengajar di sekolah hampir tidak bisa lepas dengan kegiatan membaca. Semakin sering kegiatan membaca dilaksanakan maka semakin tinggi pula tingkat kemampuan siswa. Karena pentingnya membaca, maka dalam penelitian ini akan meneliti tentang membaca pemahaman.
Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan upaya untuk memberi bekal kepada siswa terutama mengenai keterampilan berbahasa, khususnya keterampilan membaca. Bahasa sebagai sarana yang sangat penting dalam berkomunikasi. Komunikasi akan lancar apabila perbendaharaan katanya cukup memadai. Sebagai salah satu unsur bahasa, kosakata memegang peranan yang sangat penting.
Dengan perbendaharaan kata yang banyak, seseorang dapat mengungkapkan perasaan, keinginan, maupun gagasannya dengan lancar dan baik. Kualitas berbahasa seseorang sangat bergantung pada kuantitas dan kualitas kosakata yang dikuasainya.
Keterampilan membaca harus dikuasai oleh siswa SD, keterampilan ini sangat berkaitan dengan seluruh proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Siswa harus dapat memahami bacaan dengan baik, karena siswa yang tidak dapat memahami bacaan dengan baik pasti mengalami kesulitan dalam kegiatan belajarnya. Akibatnya akan lamban dalam menerima pelajaran.
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di depan, dapatlah diidentifikasikan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca siswa antara lain: (1) penguasaan kosakata, (2) prestasi belajar bahasa Indonesia, (3) minat baca siswa, (4) guru, (5) fasilitas buku-buku yang tersedia di perpustakaan, maupun (7) metode pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan beberapa identifikasi masalah yang dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman di depan, dan tidak mungkin semua faktor di depan dapat kita gunakan dalam penelitian ini, maka untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman dalam penelitian ini akan dibatasi pada variabel (1) Penguasaan Kosakata, (2) Prestasi Belajar Bahasa Indonesia.
Pembatasan masalah pada variabel pertama dan kedua tersebut lebih lanjut akan diteliti selanjutnya dengan kemampuan membaca pemahaman. Apakah benar secara empiris variabel penguasaan kosakata dan prestasi belajar bahasa Indonesia berhubungan dengan kemampuan membaca pemahaman.
Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri Kecamatan X Kabupaten X kelas V.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di depan maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
- Apakah ada hubungan antara penguasaan kosakata dengan kemampuan membaca pemahaman?
- Apakah ada hubungan antara prestasi belajar bahasa Indonesia dengan kemampuan membaca pemahaman?
- Apakah ada hubungan antara penguasaan kosakata dan prestasi belajar bahasa Indonesia dengan kemampuan membaca pemahaman?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun kedua tujuan tersebut secara rinci diuraikan sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara penguasaan kosakata dan prestasi belajar bahasa Indonesia dengan kemampuan membaca pemahaman.
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
a. Ada tidaknya hubungan antara penguasaan kosakata dengan kemampuan membaca pemahaman.
b. Ada tidaknya hubungan antara prestasi belajar bahasa Indonesia dengan kemampuan membaca pemahaman.
c. Ada tidaknya hubungan antara penguasaan kosakata dan prestasi belajar bahasa Indonesia terhadap kemampuan membaca pemahaman.

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan khasanah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang sudah ada.
Sehubungan dengan variable-variabel dalam penelitian ini, yaitu penguasaan kosakata dan prestasi belajar bahasa Indonesia dengan kemampuan membaca pemahaman.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
a. Siswa
Untuk mengetahui kemampuan membaca pemahaman, penguasaan kosakata, dan prestasi belajar bahasa Indonesia. Dengan mengetahui hal tersebut, mereka dapat mengukur seberapa baik kemampuan yang dimiliki, sehingga diharapkan mereka mampu meningkatkan bila dirasa masih kurang.
b. Guru
Sebagai bahan acuan untuk menentukan langkah-langkah yang tepat dan sebagai umpan balik demi pembelajaran membaca, sehingga mendorong guru untuk melaksanakan pembelajaran secara integral dan optimal.
c. Kepala Sekolah
Sebagai bahan acuan untuk pengambilan keputusan dan bahan untuk memberikan dorongan kepada guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar yang menarik dan menyenangkan.
d. Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan alternatif dalam meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia dan memberikan dorongan kepada peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis yang lebih luas dan mendalam.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:03:00

TATA CARA PENYESUAIAN PENETAPAN ANGKA KREDIT (PAK) GURU PNS DAN GURU BUKAN PNS TAHUN 2014

A.  UNSUR DAN SUBUNSUR KEGIATAN GURU PNS

Angka kredit unsur dan subunsur kegiatan guru berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 sebagaimana tercantum pada penetapan angka kredit (PAK) guru PNS disesuaikan ke dalam unsur dan subunsur kegiatan guru berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya sebagai berikut.

­
Unsur dan Subunsur PAK Guru
(KEPMENPAN No. 84/1993)
Unsur dan Subunsur PAK Guru
(PERMENNEGPAN dan
RB Nomor 16 Tahun 2009)
KEGIATAN
KEGIATAN
1. Unsur Utama

a.   Pendidikan
1)   Pendidikan sekolah
2)   Diklat kedinasan

b.   Proses belajar mengajar / pembimbingan



c.   Pengembangan profesi

1. Unsur Utama

a.   Pendidikan
1)   Pendidikan sekolah
2)   Diklat prajabatan

b.   Pembelajaran / bimbingan dan tugas tertentu / tambahan
1)   Pembelajaran / Pembimbingan
2)   Tugas tertentu/tambahan

c.   Pengembangan keprofesian berkelanjutan
1)   Pengembangan diri
2)   Publikasi ilmiah
3)   Karya inovatif

2.   Unsur Penunjang
Penunjang PBM
2.   Unsur Penunjang
a.   Ijazah yang tidak sesuai
b.   Pendukung tugas guru

B.  TATA CARA PENYESUAIAN PENETAPAN ANGKA KREDIT (PAK) GURU PNS

1. Unsur Utama

a. Pendidikan

1) Pendidikan Sekolah

Angka kredit subunsur Pendidikan Sekolah berdasarkan Kepmenpan 84/1993 disesuaikan angka kreditnya dengan menggunakan ketentuan Lampiran I dan Lampiran V Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, sebagaimana Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1
Angka Kredit Berdasarkan Ijazah

Ijazah
Angka Kredit
(Lampiran I Kepmenpan 84 / 1993)
Angka Kredit
(Lampiran I dan V Permenegpan dan RB No. 16 / 2009)
PGSLP / KPG / SPG / SLTA / Diploma 1 (D-I)
D-I/Akta I
25

45
25
Diploma II (D-II)
D-II/Akta II
40
60
40
Diploma III (D-III) / Sarjana Muda
D-III/Akta III
60
80
60
Sarjana (S1) / Diploma IV (D-IV)
S1
95
75
100
Magister (S2)
100
150
Doktor (S3)
150
200

Penyesuaian angka kredit subunsur pendidikan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a)   Jenjang pendidikan tertinggi yang telah diakui dan diperhitungkan angka kreditnya sebagaimana tercantum pada PAK dan Surat Keputusan Kenaikan Pangkat terakhir dianggap memenuhi kriteria angka kredit pendidikan sekolah unsur utama.

b)   Apabila angka kredit subunsur pendidikan S1 / S2 / S3 pada PAK guru lebih kecil dari angka kredit pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, yaitu S1<100; S2<150; S3<200, maka angka kredit pendidikan disesuaikan menjadi S1 = 100; S2 = 150; S3 = 200. Penambahan angka kredit dapat diambil dari angka kredit unsur penunjang. Apabila angka kredit unsur penunjang tidak mencukupi, kekurangan angka kredit dapat ditambahkan dari angka kredit subunsur proses belajar mengajar.

Contoh 1:

Engkus Kusnadi, S.Pd, Guru Pembina SMPN 2 Kota Sukabumi, mengajar bahasa Indonesia, memiliki angka kredit kumulatif sebesar 413,297, pangkat Pembina golongan ruang IV/ a terhitung mulai 1 April 2003.

Berdasarkan PAK guru yang bersangkutan, ijazah yang telah diperhitungkan angka kreditnya adalah S-1/A-IV Bahasa Indonesia sebesar 95 angka kredit. Angka kredit subunsur pendidikan yang bersangkutan disesuaikan menjadi 100. Tambahan 5 angka kredit tersebut diperoleh dari unsur penunjang. Jika angka kredit unsur penunjang kurang dari 5, maka 5 angka kredit dapat diperoleh dari angka kredit subunsur proses belajar mengajar.

Contoh 2:

Dr. Bambang, S.Pd., M.Pd., Guru Pembina Tk 1 pada SMA Negeri 1 Boyolali, pangkat Pembina T k I, golongan ruang IV/ b yang bersangkutan mengajar mata pelajaran Pendidikan Kowarganegaraan dan memiliki angka kredit kumulatif 550,825 berdasarkan PAK yang ditetapkan Juli 2010.

Berdasarkan data pendidikan pada SK kenaikan pangkat IV/ b tercantum S3 Manajemen Pendidikan. Angka kredit subunsur pendidikan pada PAK tersebut tercantum 145. Penyesuaian angka kredit pendidikan menjadi 200. Kekurangan angka kredit tersebut diambil dari unsur penunjang. Apabila unsur penunjang tidak mencukupi, maka angka kredit ditambahkan dari unsur proses belajar mengajar.

Apabila angka kredit subunsur pendidikan D-I/Akta I, D-II / Akta II, D-III/Akta III lebih besar dari angka kredit subunsur pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I dan Lampiran V Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, yaitu D-I/Akta I, D-II/Akta II, D-III/Akta III, maka angka kredit subunsur pendidikan disesuaikan menjadi D-I/Akta I = 25, D-II/Akta II = 40, D-III/Akta III = 60. Kelebihan angka kredit subunsur pendidikan dialihkan ke dalam angka kredit subunsur pengembangan diri.

Contoh 3:

Suryadi, A.Md., Guru Dewasa Tk I pada SLB Kota Cirebon, pangkat Ponata Tk I, golongan ruang III/d, memiliki angka kredit kumulatif sebesar 300,825. Berdasarkan PAK guru yang bersangkutan, ijazah yang telah diperhitungkan angka kreditnya adalah Sarjana Muda sebesar 70 angka kredit.

Angka kredit subunsur pendidikan yang bersangkutan disesuaikan menjadi 60. Kelebihan 10 angka kredit subunsur pendidikan dialihkan ke dalam angka kredit subunsur pengembangan diri.

2) Pendidikan dan pelatihan kedinasan

Angka kredit subunsur pendidikan dan pelatihan kedinasan pada PAK guru disesuaikan/dialihkan seluruhnya menjadi angka kredit unsur pengembangan keprofesian berkelanjutan pada subunsur pengembangan diri.

Contoh 4:

Drs. Yanto Rahadi adalah seorang Guru Dewasa di suatu SMA Negeri di Jakarta. Berdasarkan PAK yang telah dipergunakan untuk kenaikan pangkat menjadi Penata, golongan ruang III/c, yang bersangkutan memiliki 10 angka kredit subunsur pendidikan dan pelatihan kedinasan. Angka kredit pendidikan dan pelatihan kedinasan tersebut dialihkan seluruhnya ke dalam angka kredit unsur pengembangan keprofesian berkelanjutan pada subunsur pengembangan diri.

Proses Belajar Mengajar (PBM) /Pembimbingan Angka kredit subunsur PBM bagi guru kelas / guru mata pelajaran yang tercantum dalam PAK guru disesuaikan/dialihkan seluruhnya ke dalam angka kredit subunsur pembelajaran/pembimbingan dan tugas tertentu/ tambahan pada subunsur pembelajaran.

Angka kredit subunsur pembimbingan bagi guru bimbingan konseling yang tercantum dalam PAK guru disesuaikan/dialihkan seluruhnya ke dalam angka kredit subunsur pembelajaran/pembimbingan dan tugas tertentu/tambahan pada subunsur pembimbingan.

Bagi guru yang mendapat tugas tambahan (kepala sekolah/ madrasah, wakil kepala sekolah/madrasah, kepala perpustakaan sekolah / madrasah, ketua program keahlian / program studi atau yang sejenis, kepala laboratorium / bengkel / unit produksi atau yang sejenis), angka  kredit PBM/ pembimbingan pada PAK guru yang ditetapkan berdasarkan KEPMENPAN Nomor 84/ 1983 sudah termasuk angka kredit tugas tambahan. Oleh sebab itu, untuk penyesuaian angka kreditnya, angka kredit PBM/pembimbingan termasuk tugas tambahan tidak perlu dipilah dan dialihkan seluruhnya menjadi angka kredit subunsur pembelajaran/ pembimbingan.

Contoh 5:

1)   Suhadi, SPd. adalah seorang guru Bahasa Indonesia, berdasarkan PAK terakhir memiliki angka kredit proses belajar mengajar sebesar 357,228. Angka kredit tersebut dialihkan seluruhnya ke dalam angka kredit subunsur proses pembelajaran.

2)   Drs. Heriawan Saputra, M.Pd. adalah seorang Kepala SMK di Banjarmasin. Berdasarkan PAK guru tercantum angka kredit pembimbingan sebesar 415,231. Yang bersangkutan adalah Kepala Sekolah yang mempunyai kewajiban beban kerja membimbing minimal 40 peserta didik sebagai guru bimbingan dan konseling. Dalam hal ini, angka kredit subunsur pembimbingan tersebut dialihkan seluruhnya menjadi angka kredit subunsur pembimbingan.

c. Pengembangan Profesi

Angka kredit subunsur pengembangan profesi pada PAK guru yang ditetapkan berdasarkan KEPMENPAN Nomor 84 / 1993 dialihkan seluruhnya menjadi angka kredit subunsur pengembangan keprofesian berkelanjutan pada publikasi ilmiah.

Contoh 6:

Dra. Welmina Situmorang, seorang guru SMK Negeri di Medan memiliki PAK terakhir. Pada subunsur pengembangan profesi sebesar 12 angka kredit. Angka kredit sebesar 12 tersebut dialihkan seluruhnya ke dalam angka kredit subunsur pengembangan keprofesian berkelanjutan pada publikasi ilmiah.

Unsur Penunjang

Angka kredit unsur penunjang pada PAK guru yang ditetapkan berdasarkan KEPMENPAN Nomor 84/1993 disesuaikan/dialihkan menjadi angka kredit unsur penunjang pada subunsur pendukung tugas guru, dengan ketentuan apabila angka kredit tersebut telah dikurangi untuk penambahan angka kredit subunsur pendidikan, maka sisanya dialihkan menjadi angka kredit unsur penunjang pada subunsur pendukung tugas guru.

Contoh 7:

a.   Drs. Hosnan Riadi, seorang guru SMP Negeri di Pamekasan memiliki PAK terakhir. Pada unsur penunjang memperoleh 15 angka kredit. Angka kredit sebesar 15 tersebut disesuaikan / dialihkan seluruhnya menjadi angka kredit unsur penunjang pada subunsur pendukung tugas guru.

b.   Dianopa, S.Si. adalah seorang guru matematika SMA Negeri di Tulungagung. Berdasarkan PAK terakhir, angka kredit subunsur pendidikan tercantum sebesar 75, proses belajar mengajar sebesar 356,850, pengembangan profesi sebesar 8, dan unsur penunjang sebesar 36. Agar angka kredit subunsur pendidikan disesuaikan menjadi 100, perlu menambahkan 25 angka kredit yang diambil dari unsur penunjang. Oleh karena itu angka kredit unsur penunjang yang disesuaikan/ dialihkan menjadi 36 – 25 = 11.

Unsur dan Subunsur Kegiatan Guru Bukan PNS

Angka kredit kumulatif guru yang tercantum pada Surat Keputusan inpassing jabatan fungsional guru bukan pegawai negeri sipil yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 47 Tahun 2007 tentang Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2010 disesuaikan dengan cara menguraikan ke dalam:

1.   angka kredit pendidikan sekolah
2.   angka kredit pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan sebagaimana Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2
Penyesuaian Angka Kredit Kumulatif Guru Bukan PNS
Sesuai Unsur dan Subunsur

Angka Kredit Kumulatif pada Surat Keputusan Inpassing Guru bukan PNS
Unsur dan Subunsur PAK Guru
(PERMENNEGPAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009)
KEGIATAN
3.    Unsur Utama
a.   Pendidikan
1)   Pendidikan sekolah
2)   Diklat prajabatan
b.   Pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu / tambahan
1)   Pembelajaran / Pembimbingan
2)   Tugas tertentu/tambahan

Angka kredit pendidikan ditentukan berdasarkan ijazah pendidikan tertinggi yang dipergunakan sebagai dasar penetapan inpassing. Angka kredit pembelajaran/pembimbingan adalah selisih angka kredit kumulatif dengan ijazah.

Contoh 8:

Didi Kurniadi, S.S., seorang Guru SMK di Jakarta Timur, mengajar Bahasa Mandarin. Terhitung mulai 1 Desember 2010 diangkat dalam jabatan setara Guru Dewasa, pangkat setara Penata, golongan III/c, dengan angka kredit 200. Penyesuaian angka kredit yang bersangkutan sebagai berikut.

1. pendidikan sekolah (S1) = 100
2. pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan= 200 – 100 = 100

Penyesuaian PAK Guru PNS dan Guru bukan PNS menggunakan Format sebagaimana tercantum dalam Format 1 sampai dengan Format 5 Lampiran Peraturan Menteri ini. Adapun untuk memperjelas pelaksanaan penyesuaian penetapan angka kredit guru PNS dan bukan PNS diberikan Contoh 1 sampai dengan Contoh 8 Lampiran Peraturan Menteri ini.

Download lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyesuaian Penetapan Angka Kredit Guru Pegawai Negeri Sipil dan Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dengan klik pada links berikut (Lampiran Permendikbud Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penyesuaian Penetapan Angka Kredit Guru PNS dan Guru Bukan PNS)... Semoga bermanfaat dan terimakasih...

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:46:00