Cari Kategori

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Tingkat Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap Di Ruang Kebidanan Kandungan Rumah Sakit X

(Kode KEBIDANN-0002) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Tingkat Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap Di Ruang Kebidanan Kandungan Rumah Sakit X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, persaingan menjadi sangat tajam baik dari pasar domestik maupun di pasar internasional, dan hal ini mulai berkembang dalam industri jasa rumah sakit. Rumah sakit sebagai industri mempunyai fungsi social dan ekonomi. Persaingan dalam industi jasa adalah dengan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan handal. Untuk memenangkan persaingan rumah sakit harus mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan. (Supranto, 2001)
Prioritas utama Departemen Kesehatan adalah memperluas jangkauan serta pemerataan pelayanan kesehatan dengan berbagai program dan sejak repelita V telah mulai dicanangkan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Namun dalam pelaksanaanya belum menunjukan hasil yang signifikan.
Keadaan ini terbukti dari data yang disajikan yaitu banyaknya keluhan pasien, masyarakat, dan LSM terhadap mutu pelayanan kesehatan. (Pohan, 2003)
Menurut data yang diambil oleh Roesmil Kusnandi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, didapat 80,7% pasien merasa tidak puas dengan pelayanan di poliklinik rawat jalan. (Roesmil, 2000)
Pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan selalu menggunakan data yang akurat, sehingga setiap pengambilan keputusan dapat dilaksanakan berdasarkan fakta. Penggunaan data akan membangun prilaku jujur, “evidence based”, dan logis. Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menimbulkan kepuasan pasien, sehingga tuntutan pasien terhadap petugas kesehatan dapat dihindari jika pelayanan kesehatan menerapkan pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan. (Pohan, 2003)
Bagian rawat inap merupakan indikator kerja rumah sakit untuk memikat pasien. Bila kualitas pelayanan medisnya tidak senantiasa dipelihara dan ditingkatkan, besar kemungkinan jumlah pasien akan menyusut. Selain itu dengan meningkatnya jumlah pasien rawat inap akan meningkatkan rasio tingkat hunian atau BOR (Bed Occupancy Rate) sehingga pendapatan rumah sakit akan meningkat.
Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta di kabupaten X sekaligus rumah sakit yang digunakan sebagai lahan praktek mahasiswa. Rumah sakit ini sudah berdiri selama delapan belas tahun, tetapi untuk pelayanan khusus kebidanan baru berdiri selama tiga tahun dan sampai saat ini, belum pernah diteliti tentang tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan, sehingga belum dapat diketahui tingkat penerimaan masyarakat dengan hadinya rumah sakit ini.
Menurut data yang ada pada periode Januari-Desember XXXX, jumlah pasien rawat inap adalah 540 pasien dengan 12 kapasitas tempat tidur untuk pasien kebidanan dan kandungan serta BOR 30%. Faktor kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan akan mempengaruhi jumlah kunjungan. Apabila pasien tidak puas (misal menunggu terlalu lama, ”provider” kurang ramah, ketrampilanya juga kurang), akan membuat pasien kecewa. Faktor kepuasan pasien juga dapat menciptakan persepsi masyarakat tentang citra rumah sakit.
Dengan dilakukanya pengukuran tingkat kepuasan pasien pada pelayanan akan tersedia umpan balik yang segera, berarti, dan objektif.
Berdasarkan hasil pengukuran, orang lain dapat melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaanya, membandingkan dengan standart kerja, dan memutuskan untuk melakukan perbaikan.

B. Identifikasi Masalah
Bagaimanakah tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi tampilan.
b. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi kehandalan.
c. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi ketanggapan.
d. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap diruang kebidanan dan kandungan RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi jaminan.
e. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi empati.

D. Manfaat
1. Dapat dijadikan bahan evaluasi tentang bagaimana jalanya pelayanan yang telah di berikan selama ini.
2. Dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan strategi pengambilan keputusan dalam perbaikan kualitas pelayanan.
3. Dapat dijadikan dasar menentukan standar kerja dan standart prestasi yang harus di capai menuju mutu yang semakin baik.
4. Dapat memberikan umpan balik yang segera bagi pelaksana.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:43:00

Tesis Pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan

Tesis Pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan, tetapi merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi melakukan tindak pidana di masa yang akan datang. Pancasila sebagai landasan idiil dari sistem pemasyarakatan, menyebutkan adanya keseimbangan dan keselarasan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungannya dengan masyarakat, hubungannya dengan alam, dengan bangsa-bangsa lain maupun hubungannya dengan Tuhan. Dalam hal ini, Bahrudin Soerjobroto mengemukakan :
Pemasyarakatan dinyatakan sebagai usaha untuk mencapai kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan yang terjalin antara individu pelanggar hukum dengan pribadinya sebagai manusia, antara pelanggar dengan sesama manusia, antara pelanggar dengan masyarakat serta alamnya, kesemuanya dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.1
Sejalan dengan perkembangan paradigma yang terus berubah di tengah-tengah masyarakat serta upaya penegakan hak asasi manusia dalam sistem tata peradilan pidana, maka dilakukan pembenahan serta perubahan-perubahan pada sistem kepenjaraan melalui payung hukum pemasyarakatan yaitu Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Untuk mengadopsi norma-norma hukum lama yang masih relevan maupun instrumen internasional, aspek sosial, maupun opini masyarakat. Perubahan paradigma sosial, budaya, ekonomi dan hukum dalam masyarakat merupakan hasil interaksi sosial pada tataran internasioanal yang dampaknya berimbas pada kondisi nasional, dampak tersebut cukup berpengaruh terhadap perkembangan sistem tata peradilan pidana di Indonesia termasuk sistem perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan.3 Lembaga Pemasyarakatan di mata masyarakat dipandang berfungsi sebagai tempat membatasi ruang gerak orang yang dijatuhi hukuman pidana penjara. Oleh karena itu masyarakat umum lebih mengenal sebagai penjara dari pada Lembaga Pemasyarakatan. Fungsi pemenjaraan ini lebih merupakan usaha untuk memastikan bahwa terpidana tidak akan mengulangi perbuatannya sepanjang masa penghukumannya. Dengan kata lain fungsi pemenjaraan merupakan strategi untuk membuat agar terpidana tidak mampu melakukan pelanggaran hukum, atau dalam konsep penologi disebut incapacitation.4Menurut Moeljatno :
Terjadinya kejahatan dipengaruhi oleh faktor kondisi ekonomi yang buruk pada golongan rakyat yang memiliki status sosial dan ekonominya rendah dan yang biasanya memiliki banyak anak, ditambah lagi dengan adanya kemungkinan faktor lain seperti korelasi antara besarnya keluarga dan kurangnya mental orang tua, serta kurangnya pengawasan terhadap anak. 5
Pembaharuan sistem pidana penjara secara lebih manusiawi dengan tidak melakukan perampasan hak-hak serta kemerdekaan warga binaan pemasyarakatan, melainkan hanya pembatasan kemerdekaan yang wajar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan norma-norma yang ada di masyarakat, merupakan dasar pertimbangan sistem pemasyarakatan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dan bertanggung jawab di masyarakat.6Perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dengan sistem pembinaan pemasyarakatan disamping untuk mencegah diulangnya kejahatan serta perlindungan terhadap masyarakat, juga berupaya untuk mengintegrasikan warga binaan pemasyarakatan dalam derap langkah kehidupan masyarakat yang dinamis. Ditempatkannya warga binaan pemasyarakatan di masyarakat, diharapkan melalui pembinaan yang terus menerus akan tumbuh partisipasi masyarakat terhadap sistem pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan, yang sangat diperlukan bagi keberhasilan sistem pembinaan. Harus disadari walaupun pembinaan yang diberikan selama di Lembaga Pemasyarakatan itu baik, tetapi kalau narapidana itu sendiri tidak sanggup ataupun masyarakat itu sendiri yang tidak mau menerimanya, maka pembinaan tidak akan mencapai sasarannya. Konsekuensi terhadap dilaksanakannya perlakuan yang memfokuskan kegiatan narapidana di tengah-tengah masyarakat, maka selesainya masa pidana itu pun tidak berakhir di Lembaga Pemasyarakatan akan tetapi berakhir di tengah-tengah masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan sistem pembinaan pemasyarakatan, salah satu upaya yang ditempuh adalah pelaksanaan pemberian Cuti Menjelang Bebas (CMB), yang merupakan bagian dari hak-hak warga binaan pemasyarakatan. Pelaksanaan pemberian hak-hak warga binaan pemasyarakatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan jo. Permen Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Cuti Menjelang Bebas (CMB) adalah proses pembinaan narapidana dan anak pidana yang dipidana satu tahun keatas, di luar Lembaga Pemasyarakatan untuk beberapa waktu sebesar remisi terakhir maksimum 6 (enam) bulan, setelah menjalani ? (dua pertiga) masa pidana, sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan berkelakuan baik.7
Sering terjadi kerancuan penafsiran antara cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat dan pidana bersyarat. Untuk pembebasan bersyarat, narapidana telah menjalani ? (dua pertiga) dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi, dihitung sejak tanggal penahanan dengan ketentuan ? (dua pertiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Sisa masa pidana tidak perlu dijalani selama ia tidak melanggar syarat-syarat yang ditetapkan untuk itu. Sedangkan untuk pidana bersyarat, hukuman terhadap terpidana tetap dijatuhkan tetapi tidak perlu dijalani, kecuali jika dikemudian hari ternyata terpidana sebelum habis masa percobaan berbuat sesuatu tindak pidana lagi atau melanggar syarat-syarat yang diberikan kepadanya oleh hakim, jadi keputusan hukum tetap ada hanya pelaksanaan hukuman itu yang tidak dilaksanakan.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, disebutkan :
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
Dasar dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 adalah sebagai sarana penunjang pelaksanaan hak-hak warga binaan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 29 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam pasal-pasal tersebut hak-hak warga binaan diatur dan dijamin, mengingat adanya pengakuan hak-hak asasi manusia dan nilai kemanusiaan mengharuskan mereka diperlakukan sebagai subjek, dimana kedudukannya sejajar dengan manusia lain. Pemidanaan tidak lagi ditujukan sebagai efek penjeraan, melainkan sebagai upaya preventif atau mencegah terjadinya kejahatan.
Berdasarkan praktek di Lembaga Pemasyarakatan pada umumnya, ternyata pemberian hak-hak narapidana khususnya tentang pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) tidak efektif dan optimal, karena ada narapidana yang tidak memperoleh remisi sehingga tidak dapat diberikan hak Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Bertitik tolak dari kenyataan di Lembaga Pemasyarakatan tersebut di atas dan uraian penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan bagaimana pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini jika dihubungkan dengan Permen Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, mendorong minat Penulis untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan”.

B. Perumusan Masalah
Masalah adalah setiap persoalan dalam kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya.8Rumusan masalah ini dimaksudkan untuk penegasan masalah-masalah yang akan diteliti, guna mempermudah pencapaian sasaran dan tujuan penelitian. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ?
2. Apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ?
3. Upaya-upaya apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan?

C. Tujuan Penelitian
Seiring dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

D. Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian, perumusan terhadap suatu permasalahan yang dihadapi selalu dikaitkan dengan kemanfaatan penelitian baik dalam praktek maupun dalam teori.
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya yang berhubungan dengan sistem pembinaan narapidana.
b. Dapat menambah khasanah kepustakaan di bidang Pemasyarakatan.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan penjelasan hal ikhwal mengenai pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
b. Dapat mengungkapkan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut.

E. Keaslian Penelitian
Penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini merupakan pendalaman dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Berdasarkan penelusuran studi kepustakaan dan pemantauan yang penulis lakukan di Perpustakaan Universitas X tentang penelitian “Pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan”, belum pernah ada dilakukan penelitian dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Oleh karena itu, menurut penulis, penelitan ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi seorang peneliti.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:31:00

Tesis Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah

Tesis Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peran yang sangat strategi dalam pembangunan Indonesia. Hal ini tidak dapat disangkal bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Peran yang sangat strategis dari bank sebagai suatu badan usaha adalah bank yang mempunyai fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat.1 Bank sebagai lembaga keuangan diharapkan dapat menyerasikan, menyelaraskan, serta menyeimbangkan unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan taraf hidup masyarakat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Keberadaan bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara, karena itu asset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk mencegah terjadinya bank runs and panic. 2 Oleh Karena itu perbankan harus dapat bekerja secara profesional, mampu membaca, menelaah, dan menganalisis semua kegiatan dunia usaha serta perekonomian nasional. Mempunyai entrepreneurship dan kemampuan membaca pasar agar dapat menjalankan fungsi intermediasi dengan baik, sebagaimana dimaksud Pasal 1 Angka 2.
Untuk mencapai tujuan tersebut badan pengawas bank perlu memiliki kewenangan luas untuk mengatur dan mengawasi industri perbankan. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan menetapkan besarnya modal yang harus dimiliki, besarnya kredit yang boleh diberikan kepada suatu perusahaan, siapa yang boleh menjadi pengurus bank dan sebagainya. Kewenangan mengawasi diberikan dengan tujuan untuk memonitor apakah bank tersebut melakukan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlu dikaji untuk memberikan kewenangan penyidikan kepada badan pengawas. Kewenangan tersebut bertujuan untuk melindungi nasabah, melindungi perekonomian dan menjaga agar tidak terjadi konsentrasi bisnis. Perlindungan terhadap nasabah merupakan alasan paling dasar untuk mengawasi bank karena nasabah merupakan target yang mudah bagi pencurian oleh pengurus bank.4
4 Zulkarnain Sitompul.1, Op cit., hal.3.
Bank sebagai suatu lembaga yang hidupnya tergantung dari dana masyarakat yang disimpan pada bank. Agar nasabah bersedia menyimpan dananya kepada bank yang bersangkutan, nasabah harus memiliki kepercayaan bahwa bank tersebut, mau dan membayar kembali dana yang disimpan pada bank pada waktu dana itu ditagih oleh nasabah penyimpan dana. Pada peristiwa beberapa tahun yang lalu banyak bank dilikuidasi oleh pemerintah, para nasabah bank tersebut tidak dapat memperoleh kembali dananya ketika bank-bank tersebut dilikuidasi, maka hancurlah kepercayaan masyarakat terhadap perbankan pada saat itu yang memang berada ditingkat yang rendah. Hancurnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan ditandai dengan terjadinya rush atau bank run dimana masyarakat beramai-ramai menarik dana simpananya dari bank yang belum dilikuidasi terutama dari bank-bank swasta nasional.5
Jika melihat kenyataan pada saat itu tentu rasanya tidak adil bila nasabah harus menanggung keputusan likuidasi akibat kesalahan dalam pengurusan bank. Adalah wajar apabila deposan berhak mendapatkan seluruh dananya berikut bunganya, bukannya dipotong dengan biaya administrasi yang sangat memberatkan. Kenyataanya, bank tidak pernah memberikan agunan apa pun kepada nasabahnya, kecuali modal kepercayaan, sehingga wajar pertanggungjawaban pihak bank diperluas. 6 Untuk itu perlu diupayakan agar masyarakat berkeinginan menyimpan dananya di bank, dan keinginan masyarakat menyimpan uang di bank merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan.7
Untuk mengukur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan tercermin dari keinginan masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan perbankan seperti menyimpan atau menginvestasikan uang, mendepositokan dan meminjam uang untuk memulai atau memperluas usaha. Peran dan partisipasi kalangan masyarakat luas ini merupakan sesuatu yang vital bagi industri perbankan itu sendiri maupun kesejahteraan masyarakat umum secara luas yang pada akhirnya berkepentingan pada pembangunan.8
Oleh sebab itu bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, wajib memberikan informasi mengenai risiko kerugian akibat transaksi sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 yang dirubah oleh Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan khususnya pada Pasal 29 ayat 4. 9
Mengingat peranan dari lembaga perbankan tersebut, maka dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional tidak berlebihan apabila lembaga perbankan ditempatkan begitu strategis dan mendapat perhatian pemerintah melalui pembinaan yang intensif. Semuanya itu didasari oleh landasan pemikiran agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar dan mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut kebidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.
Bank sebagai suatu lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan nasabah. Dan sebaliknya masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang dilakukan oleh bank yang dapat merugikan nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan karena sebagai lembaga keuangan, bank harus mendapat kepercayaan dari masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan lahir apabila semua data hubungan masyarakat dengan bank tersebut dapat tersimpan secara rapi atau dirahasiakan. Hal demikian membawa konsekuensi kepada bank, yaitu bank memikul kewajiban untuk menjaga kerahasiaan tersebut, sebagai timbal balik dari kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada bank selaku lembaga keuangan atau sumber dana masyarakat. Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengan “keadaan keuangan nasabah” yang lazim dinamakan dengan “Kerahasiaan Bank”. Kerahasiaan bank sangat penting karena bank memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Nasabah hanya mempercayakan uangnya kepada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank memberikan jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan tidak akan disalahgunakan.
Dengan adanya jaminan kerahasian bank atas semua data-data masyarakat dalam hubungannya dengan bank, maka masyarakat mempercayai bank tersebut, kemudian selanjutnya mereka akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank. Kepercayaan masyarakat lahir apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan, dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. 13
Hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku, karena itu dapat dikatakan bahwa hubungan antara lawyer dengan klien, atau dokter dengan pasiennya.14
Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Ketentuan rahasia bank berlaku bagi pihak-pihak terafiliasi dalam operasional bank. 15 Dengan demikian, istilah rahasia bank mengacu kepada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabahnya. Sedangkan rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia antara bank dengan nasabahnya, sesungguhnya pun bersifat “rahasia“ tidak tergolong ke dalam istilah ”rahasia bank” menurut undang-undang perbankan.16 Rahasia-rahasia lain yang bukan rahasia bank tersebut misalnya rahasia mengenai data dalam hubungan dengan pengawasan bank oleh Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (3), dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.17
Seiring dengan kemajuan teknologi dewasa ini salah satu wujud kerahasian dan perlindungan nasabah bank adalah dengan diluncurkannya kartu ATM (Anjungan Tunai Mandiri) sebagai salah satu fasilitas yang disediakan oleh bank. Banyak bank saat ini telah menyediakan fasilitas kartu ATM sebagai wujud rahasia dan perlindungan terhadap nasabahnya. 18
Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ketentuan ketat mengenai kerahasiaan bank. Pelanggaran terhadap kerahasiaan bank adalah merupakan tindak pidana, karena begitu ketatnya ketentuan rahasia bank di Indonesia, hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pidana yang berhubungan dengan rahasia bank harus memperoleh izin dari Menteri Keuangan. Tentu saja ini bertentangan dengan Pasal 24 Undang Undang Dasar 1945, 19 Karena menurut ketentuan didalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa di dalam mengadili suatu perkara baik pidana maupun perdata hakim memiliki kekuasaan yang merdeka, dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial 20. Ketatnya ketentuan rahasia bank di Indonesia memungkinkan terjadinya tindak pidana pencucian uang (money laundering) seperti peredaran uang-uang hasil perdagangan narkotika, perjudian, penyuapan, terorisme dan lain-lain. Oleh sebab itu ketentuan rahasia bank perlu diperlonggar.
Thomas Suyatno mengatakan bahwa ketentuan rahasia bank sangat diperlukan di dalam operasional bank, tetapi penerapannya jangan terlalu kaku. Masalah rahasia bank berhubungan dengan prilaku bankir dan pihak lain yang terlibat. Ketentuan rahasia bank yang tercantum pada Bab VII Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian dirubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, sebab bank harus melindungi dana nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi layak dikenakan sanksi berat.
Untuk mengurangi risiko itulah maka setiap bank diwajibkan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satu upaya dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian adalah penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Prinsiple). 23 Selain prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principle) dalam operasional perbankan prinsip keterbukaan juga dibutuhkan dalam melindungi nasabah. Berdasarkan hal-hal di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini untuk diteliti dan dibahas yang pada akhirnya menjadikan penelitian ini berjudul “Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah untuk dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengapa bank wajib menjaga kerahasiaan dalam melindungi nasabahnya?
2. Apakah terdapat hubungan antara penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principle) dengan rahasia bank dalam melindungi nasabah?
3. Perlukah ketentuan rahasia bank diperlonggar untuk mencegah/memberantas kejahatan.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan penelitian yang diinginkan dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui alasan bank menjaga kerahasiaan dalam melindungi nasabahnya.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan ruang lingkup rahasia bank telah memberikan perlindungan kepada nasabah.
3. Untuk mengetahui perlu tidaknya ketentuan rahasia bank diperlonggar dalam mencegah/memberantas kejahatan

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari Penelitian ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu :
1. Secara teoritis, Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan hukum perbankan Indonesia terutama yang berhubungan dengan kerahasiaan bank (confidencia bank).
2. Secara praktis, memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berhubungan dengan kerahasiaan bank (confidential bank) sebagai wujud perlindungan nasabah.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan diperpustakaaan khususnya pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas X, penelitian dengan judul “Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah”, belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya dengan demikian penelitian ini adalah baru pertama kali.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:30:00

Tesis Pembaharuan Hukum Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi Balai Harta Peninggalan Dalam Pelayanan Hukum

Pembaharuan Hukum Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi Balai Harta Peninggalan Dalam Pelayanan Hukum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat dewasa ini telah memasuki era baru, yaitu era Reformasi. Reformasi pada dasarnya merupakan gerakan moral dan kultural untuk mengaktualisasikan kembali secara konsisten nilai-nilai dasar (core values) negara hukum. Berdasarkan kedua nilai-nilai dasar tersebut akan dibangun masyarakat Indonesia baru, yaitu masyarakat yang lebih demokratis, lebih berkeadilan, menghargai harkat dan martabat manusia serta yang lebih menempatkan hukum sebagai suatu yang .supreme. dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara1.
Masyarakat Indonesia tengah berusaha menegakkan kembali nilai-nilai dasar Negara yang berdasar atas hukum. Supremasi hukum menghendaki bahwa dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi, sistem hukumlah yang harus dijadikan pegangan sebagai satu-satunya ukuran yang tertinggi. Dengan demikian, penegakan supremasi hukum tidak perlu mengabaikan perhatian terhadap aspek pembangunan lainnya.
Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk merubah suatu kondisi dari suatu tingkat yang dianggap kurang baik ke kondisi baru pada tingkat kualitas yang dianggap baik atau paling baik2. Pembangunan yang dilaksanakan tentu saja pembangunan yang memiliki pijakan hukum yang jelas, bisa dipertanggungjawabkan, terarah serta proporsional antara aspek fisik (pertumbuhan) dan non fisik. Apabila diteliti, semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan, bagaimanapun didefinisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang dipergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan suasana damai dan teratur3.
Istilah pembaharuan hukum sebenarnya mengandung makna yang luas mencakup sistem hukum. Menurut Friedman, sistem hukum terdiri atas struktur hukum (structure), substansi/materi hukum (substance), dan budaya hukum (legal culture).4 Ketika membahas pembaharuan hukum, maka pembaharuan yang dimaksudkan adalah pembaharuan sistem hukum secara keseluruhan yang meliputi struktur hukum, materi dan budaya hukum.
Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa konsekuensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek sosial lain termasuk di dalamnya peranan hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan (dalam bentuk pembangunan) dalam perjalanannya menuntut adanya perubahan-perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan hukum ini memiliki arti yang positif dalam rangka menciptakan hukum baru yang sesuai dengan kondisi pembangunan dan nilai-nilai hukum masyarakat.
Bidang hukum diakui memiliki peran yang sangat strategis dalam memacu percepatan pembangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam rangka memenuhi tuntutan pembangunan jangka pendek tetapi juga meliputi pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, walaupun disadari setiap saat hukum bisa berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang menghendakinya. Di negara-negara berkembang pembaharuan hukum merupakan prioritas utama, terlebih jika negara dimaksud merupakan negara yang baru merdeka dari penjajahan bangsa/negara lain. Oleh karena itu, di negara-negara berkembang pembaharuan hukum senantiasa mengesankan adanya peranan ganda, yaitu :
1. Merupakan upaya untuk melepaskan diri dari lingkaran struktur hukum kolonial. Upaya tersebut terdiri atas penghapusan, penggantian, dan penyesuaian ketentuan hukum warisan kolonial guna memenuhi tuntutan masyarakat kolonial.
2. Pembaharuan hukum berperan pula dalam mendorong proses pembangunan, terutama pembangunan ekonomi yang memang diperlukan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari negara maju, dan yang lebih penting adalah demi peningkatan kesejahteraan masyarakat warga negara.
Saat ini di Indonesia masih terdapat banyak peraturan-peraturan hukum yang sudah tidak up to date namun tetap dipertahankan. Dalam rangka menyongsong era global dan pasar bebas mendatang, jelas peraturan-peraturan hukum tersebut memerlukan revisi dan jika perlu diubah total dengan bobot materi yang mencerminkan gejala dan fenomena masyarakat saat ini.
Di Indonesia, pembaharuan hukum itu memang lebih menampakkan wujudnya dalam undang-undang. Walaupun bentuk-bentuk lain juga tidak semestinya diabaikan, seperti putusan pengadilan (yurisprudensi) yang menjadi konsepsi hukum utama yang berlaku di negara-negara Anglo Saxon seperti Amerika. Namun yang pasti, pengembangan konsepsionil dari pada hukum sebagai sarana pembaharuan sosial di Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya dari pada di tempat kelahirannya sendiri (Amerika), karena beberapa hal :
1) Lebih menonjolkan perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia, walaupun yurisprudensi juga memegang peranan, berlainan dengan di Amerika Serikat dimana teori Pound itu ditujukan terutama pada peranan pembaharuan yang diharapkan dari keputusan-keputusan pengadilan, khususnya keputusan Supreme Court sebagai mahkamah tertinggi.
2) Setiap yang menunjukkan kepekaan terhadap kenyataan masyarakat menolak aplikasi .mechanistis. dari konsepsi .law as a tool of social engineering.. Aplikasi imekanistis demikian yang digambarkan dengan kata .tool. akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak berbeda dengan penerapan yang dalam sejarah hukum di Indonesia (Hindia Belanda) telah ditentang dengan keras. Dalam perkembangannya di Indonesia, maka konsepsi (teoritis) hukum sebagai alat/sarana pembaharuan ini dipengaruhi pula oleh pendekatanpendekatan filsafat budaya dan Northrop dan pendekatan .policy oriented. dari Laswell dan Mc. Dougal.5
Jika persoalan-persoalan dalam rangka pembaharuan hukum tidak diatasi, mustahil hukum sebagai sarana yang berfungsi mengkomformikan konflik-konflik sosial masyarakat sebagaimana dikehendaki Pound akan terwujud padahal ke depan menurut Pound, hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat kontrol semata melainkan lebih dari itu berfungsi membawa atau menggerakkan masyarakat ke suasana yang lebih baik.
Hal ini bisa dipahami dari pernyataannya yang mengatakan bahwa tugas pokok pemikiran modern mengenai hukum adalah tugas rekayasa sosial, yakni .to construct as efficient a society with minimal friction and waste of resources. (menata masyarakat secara efisien dan baik, di mana kepada setiap warga masyarakat dijamin pemuasan maksimum dari setiap kepentingankepentingannya dengan friksi (pertentangan) dan pemborosan sumber daya seminimal mungkin6.
Reformasi yang diharapkan tersebut adalah reformasi di segala bidang, dan salah satunya di bidang hukum. Reformasi hukum tersebut dapat juga dikatakan sebagai suatu perubahan ataupun pembaharuan hukum. Pembaharuan hukum tersebut dapat juga meliputi beberapa bidang hukum yang ada, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, hukum administrasi negara dan sebagainya. Pembaharuan hukum di bidang hukum administrasi negara belum terlaksana dan salah satunya adalah di Balai Harta Peninggalan.
Lembaga Balai Harta Peninggalan (wesskamer en derboedekamer) adalah merupakan suatu institusi yang didirikan untuk pertama kalinya di Jakarta. Keberadaan BHP di Jakarta dinyatakan dalam ketentuan Pasal 415 KUH-Perdata, yaitu bahwa BHP harus ada di tiap-tiap daerah hukum Raad van Justitie (Pengadilan Negeri) yang dahulu hanya ada dibeberapa tempat seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, X, Padang, Makasar yang kemudian diikuti lagi dengan pendirianpendirian perwakilannya yang jauh dari ibukota. Selanjutnya disebutkan bahwa di mana terdapat Lembaga Balai Harta Peninggalan maka di sana terdapat pula dengan apa yang disebut Lembaga Dewan Perwalian (voogdyraad), Pasal 416 dan Pasal 415 KUPerdata7.
Maksud dan tujuan pembentukan BHP pada mulanya untuk memenuhi kebutuhan orang-orang VOC. Makin meluasnya kekuasaan VOC di Indonesia, maka timbullah kebutuhan bagi para anggotanya, khususnya dalam mengurusi harta-harta yang ditinggalkan oleh mereka bagi kepentingan ahli warisnya yang berada di Nederland, anak yatim piatu dan sebagainya, untuk menanggulangi kebutuhankebutuhan itulah oleh Pemerintah Belanda dibentuk suatu lembaga yang diberi nama BHP pada tanggal 1 Oktober 1624 berkedudukan di Jakarta seperti tersebut di atas. Kemudian berkembang dan meluas mencakup mereka yang termasuk golongan Eropah, China dan Timur Asing lainnya.
BHP merupakan unit pelaksana penyelenggara hukum di bidang harga peninggalan, perwalian, kepailitan di lingkungan Departemen Kehakiman yang berada dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Hukum dan Perundangundangan sekarang Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum melalui Direktur Perdata.
Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari ditinjau dari segi teknis, BHP di bawah Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan sekarang Direktorat Administrasi Hukum Umum, sedangkan dari segi fasilitatif di bawah Kantor Wilayah Departemen Kehakiman8 sekarang Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Saat ini ada 5 (lima) BHP di Indonesia yang berkedudukan di Jakarta, Semarang, Surabaya, X dan Ujung Pandang dengan wilayah kerja masingmasing sebagai berikut :
1) BHP Jakarta meliputi Propinsi DKI Jakarta, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat.
2) BHP Surabaya meliputi Propinsi Jawa, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
3) BHP X meliputi Propinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Riau, Sumatera Barat dan Bengkulu.
4) BHP Ujung Pandang meliputi Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Maluku.
5) BHP Semarang meliputi Propinsi Irian Jaya, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Adapun perwakilan-perwakilan BHP yang ada di daerah telah dilikuidasi atau dihapus dengan melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M.02.07.01 Tahun 1986, Nomor : 04-PR.07.01 Tahun 1987 dan Nomor : M.06-PR.07.01 Tahun 1987 dan tanggal 05 September 1987, perwakilan-perwakilan tersebut sebanyak 32 BHP.
Dengan dihapuskannya perwakilan-perwakilan BHP di daerah, maka segala tugas teknis dikembalikan kepada BHP yang membawahinya dan hal-hal yang berhubungan dengan personil dan inventaris perwakilan tersebut diserahkan kepada Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat (Pasal 2 junto Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.01-PR.08.01 Tahun 1987 tanggal 24 Januari 1980 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas BHP pada Perwakilan-perwakilan yang dihapus). Penghapusan beberapa kantor perwakilan BHP sebagaimana tersebut diatas tidak merubah struktur organisasi Balai Harta Peninggalan yang telah ada.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, BHP didukung oleh peraturan-peraturan yang ada serta kebijaksanaan pemerintah berupa Surat Keputusan Menteri, Instruksi Menteri dan Surat-surat Edaran yang ada dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia9. Bila dilihat dari peraturan dan dasar hukum yang menjadi landasan tugas BHP masih banyak menggunakan peraturan warisan kolonial yang masih berlaku karena belum diganti dan dicabut, walaupun sering kali mungkin tidak diperlukan lagi atau perlu diubah, diperbaharui atau sudah perlu diganti dengan peraturan yang sama sekali baru, agar dapat memenuhi kebutuhan perkembangan zaman.
Dasar pemberlakuan peraturan perundang-undangan yang ada, khusus produk kolonial yang sampai sekarang ini masih berlaku adalah Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 jo Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1945, yang menjelaskan bahwa untuk mengisi kekosongan hukum, maka segala badan negara dan peraturan yang masih ada langsung berlaku sebelum diadakan yang baru UUD 1945. hal ini berarti bahwa peraturan perundang-undangan yang diciptakan pada zaman kolonial masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana yang dikemukakan oleh mantan Menteri Kehakiman Saharjo yang mengatakan :
.Burgerlijke Wetboek dan Wetboek van Koophandel bukan Kodifikasi lagi (dikatakannya sudah menjadi .rechants boek.). Dari kedua buku itu yang berlaku ialah pasal-pasal yang betul-betul hidup di Indonesia dengan syarat : a). Tidak bertentangan dengan jiwa UUD 1945; b). Tidak bertentangan dengan keadaan, pasalpasal yang memenuhi syarat itu berlaku sebagai hukum yang tidak tertulis..10
Balai Harta Peninggalan berada di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (selanjutnya disebut Dit.Jen AHU) bidang keperdataan yang menggunakan dasar hukum Staatsblad No. 166 Tahun 1872 yang disebut ordonansi tanggal 5 Oktober 1872 yang dalam bahasa aslinya berjudul .Instruktie Voor de Weeskamers in Indonesie. atau disebut Instruksi untuk Balai-Balai Harta Peninggalan, di mana ordonansi tersebut mendasarkan pada Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau disingkat dengan KUHPerdata).11 Keberadaan BHP dipertegas lagi di lingkungan Dit.Jen AHU dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI yang menyatakan BHP adalah salah satu unit Pelaksana Tehnis dalam lingkungan Departemen Hukum dan HAM RI, berada dibawah Devisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia, namun secara tehnis bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum12.
Dalam Pasal 2 Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan mengatur tentang Tugas dan Fungsi Balai Harta Peninggalan, .Tugas Balai Harta Peninggalan ialah mewakili dan mengurus kepentingan orang-orang yang karena hukum atau Keputusan Hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku..
Dalam Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tersebut menyatakan bahwa untuk menjalankan tugas tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2, Balai Harta Peninggalan mempunyai fungsi :
a. Melaksanakan penyelesaian masalah Perwalian, Pengampunan, Ketidakhadiran dan Harta Peninggalan yang tidak ada Kuasanya dan lain-lain masalah yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan.
b. Melaksanakan Pembukuan dan Pendaftaran Surat Wasiat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
c. Melaksanakan penyelesaian masalah Kepailitan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.13
Secara umum dasar hukum pelaksanaan tugas BHP adalah sebagai berikut :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata L.N 1847 No. 23.
2. Ordonansi Daftar Pusat Wasiat, L.N. 1920 No. 305 jo. 1921 No. 568.
3. Hukum Acara Perdata.
4. Hukum Acara Pidana.
5. Instruksi Untuk Balai, L.N. 1872 No. 166.
6. Peraturan tentang Rumah Tangga Balai dan Budel, Bijblad No. 5849.
7. Peraturan tentang Majelis Pengurus Budel, L.N. 1928 No. 46.
8. Peraturan tentang Dewan Perwalian, L.N. 1927 No. 28.
9. Petunjuk tentang Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan pada BHP.
10. Undang-Undang tentang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.
11. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU Nomor 37 Tahun 2004.
12. Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan Nomor 23 Tahun 2006.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Jenis dan Tarif PNBP di Departemen Hukum dan HAM RI.
14. Surat Keputusan Menteri Kehakiman.
15. Instruksi Menteri Kehakiman.
16. Instruksi Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
17. Surat Edaran Menteri Kehakiman dan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Lebih rinci tugas-tugas BHP beserta dasar hukumnya adalah sebagai berikut :
1. Perwalian, Wali Sementara, Pengawas (UU Perlindungan Anak, Pasal 359 KUHPerdata, Instruksi Balai, Peraturan Rumah Tangga Balai, Penetapan Pengadilan Negeri, PP tentang Jenis dan Tarif PNBP).
2. Pengampunan, Pengampu Kandungan, Pengampu Pengawas (Pasal 348 KUHPerdata, Instruksi Balai, Peraturan Rumah Tangga Balai).
3. Ketidakhadiran/Afwezig (Pasal 463, 464, 465 KUHPerdata, Penetapan PN, Peraturan Rumah Tangga Balai, PP tentang Jenis dan Tarif PNBP, Surat Edaran Menteri Kehakiman No. M.01.HT.05.10 Tahun 1990 tentang Petunjuk Pengajuan Ijin Prinsip dan Pelaksanaan Penjualan Budel, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M-02.HT.05.10 Tahun 2005 tentang Ijin Pelaksanaan Penjualan Budel afwezig dan onbeheerde nalatenschap).
4. Harta Peninggalan Tak Terurus (Pasal 1126, 1127, 1128, 1129 KUHPerdata, Akta Kematian, Instruksi Ijin Prinsip dan Pelaksana Penjualan Budel, Peraturan Menkumham No. M-02.HT.05.10 Tahun 2005 tentang Ijin Pelaksanaan Penjualan Budel afwezig dan onbeheerde nalatenschap, POLIGAMI tentang Jenis dan Tarif PNBP).
5. Sebagai Kurator dan Pengurus (UU tentang Kepailitan dan PKPU Nomor 37 Tahun 2004, PP tentang Jenis dan Tarif PNBP).
6. Menerima Laporan Salinan Akta Wasiat dari para Notaris (Ketentuan-Ketentuan tentang Pernyataan Berlaku dan Peralihan ke Perundang-undangan Baru).14
Mengenai tugas dan wewenang Balai Harta Peninggalan dapat dilihat dari beberapa aspek hukum keperdataan yang dibagi menurut sistematika Hukum Keluarga, Hukum Benda, Hukum Perjanjian dan Hukum Kepailitan.15
Beberapa pasal di dalam KUHPerdata yang mengatur hukum keluarga yang berkenaan dengan Balai Harta Peninggalan, antara lain :
1. Dalam Pasal 2 KUHPerdata yang menyatakan bahwa orang dewasa ditaruh di bawah pengampuan.
2. Dalam Pasal 61-63 KUHPerdata yang mengatur pencegahan perkawinan yang dapat dilakukan oleh orang tua, wali, wali pengawas, pengampuan dan pengampuan pengawas.
3. Dalam Pasal 26 KUHPerdata yang mengatur tentang pembubaran perkawinan.
4. Dalam Pasal 302 KUHPerdata yang mengatur tentang Kewenangan Pengadilan Negeri untuk memerintahkan penampungan anak dalam waktu tertentu dalam sebuah Lembaga Negara atau pertikulir yang ditunjuk.
5. Dalam Pasal 306 KUHPerdata yang mengatur tentang perwalian anak-anak luar kawin yang telah diakui sah.
6. Dalam Pasal 331 a KUHPerdata yang mengatur tentang pengangkatan wali.
7. Dalam Pasal 335 KUHPerdata yang mengatur tentang jaminan wali atas pengurusan mereka terhadap harta kekayaan anak yang belum dewasa.
8. Dalam Pasal 338 KUHPerdata yang mengatur tentang pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa.
9. Dalam Pasal 348 KUHPerdata yang mengatur tentang Tugas Balai Harta Peninggalan untuk menjadi pengampu atas bayi yang ada dalam kandungan si istri yang ditinggal mati suaminya.
10. Dalam Pasal 359 KUHPerdata yang mengatur tentang Pengurusan Diri Pribadi Anak di bawah umur selama belum ada wali.
11. Dalam Pasal 259 jo Pasal 360 jo. Pasal 348 KUHPerdata yang mengatur tentang wali sementara.
12. Dalam Pasal 360, Pasal 366, Pasal 370 dan Pasal 418 KUHPerdata yang mengatur tentang wali pengawas (toezeinde curatrice van ander curatele gestelden).
13. Dalam Pasal 449 KUHPerdata yang mengatur tentang Pengampu Pengawas orang yang berada di bawah pengampuan (toezeinde curatrice van andercuratele gestelden).
14. Dalam Pasal 463 KUHPerdata yang mengatur tentang pengurus harga kekayaan dan kepentingan orang yang tiada di tempat (beheerde en waarnemer van goederen en belangen van afwezigen). 16
Beberapa pasal di dalam KUHPerdata yang mengatur hukum benda yang berkenaan dengan Balai Harta Peninggalan, antara lain :
1. Dalam Pasal 942 KUHPerdata jo Pasal 42 O.V yang mengatur tentang Surat Wasiat kepada BHP.
2. Dalam Pasal 1046 KUHPerdata yang mengatur tentang ketidak-bolehan perempuan yang telah bersuami, anak yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan untuk menerima warisan apabila tidak mengindahkan peraturan mengenai orang tersebut.
3. Dalam Pasal 1072 KUHPerdata yang mengatur mengenai kehadiran BHP dalam hal pemisahan harta peninggalan.
4. Dalam Pasal 1126-1129 KUHPerdata yang mengatur tentang pengurus/pengelola harta peninggalan yang terurus (Onbeheerde natalenschappen)17
Selain hukum keluarga dan hukum benda, maka ada juga beberapa pasal di dalam KUHPerdata yang mengatur hukum perjanjian yang berkenaan dengan Balai Harta Peninggalan, antara lain :
1. Dalam Pasal 1446 KUHPerdata yang mengatur tentang perbuatan hukum dalam melakukan pembuatan perikatan yang dilakukan oleh orang yang belum dewasa diletakkan di bawah pengampuan adalah batal demi hukum.
2. Dalam Pasal 1448 KUHPerdata yang mengatur tentang acara-acara yang ditentukan untuk sahnya sementara perbuatan yang dilakukan oleh wali atau pengampu.
3. Dalam Pasal 1454 KUHPerdata yang mengatur tentang jangka waktu untuk berlakunya suatu perikatan yang telah dilakukan oleh orang yang belum dewasa dan orang yang di bawah pengampuan.
4. Dalam Pasal 1798 KUHPerdata yang mengatur tentang pemberian kuasa kepada orang yang belum dewasa dan orang perempuan.
5. Dalam Pasal 1852 KUHPerdata yang mengatur tentang wali-wali dan pengampu-pengampu yang tidak dapat melakukan tindakan perdamaian dalam suatu perkara atau mencegah terjadinya perkara.18
Sebagaimana yang telah diketahui saat ini di seluruh Indonesia hanya ada 5 (lima) Kantor Balai Harta Peninggalan dan berkedudukan di Ibukota Propinsi, yaitu X, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makasar. Mengingat hanya ada 5 (lima) kantor BHP di Indonesia, maka dalam prakteknya 5 (lima) kantor BHP yang sekarang ada inilah yang melayani penggunaan jasa BHP di seluruh Indonesia sehingga 1 (satu) kantor BHP wilayah kerjanya mencakup beberapa wilayah Propinsi, melebihi wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI,19 contoh BHP X wilayah kerjanya mencakup 6 Propinsi yaitu Propinsi D.I Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Pekan Baru, Kepulauan Riau dan Bengkulu. Oleh karena itu dengan luasnya wilayah kerja dari 1 (satu) BHP secara rasio jumlah Kantor BHP masih relatif kecil, sehingga dimungkinkan dalam pelayanan terhadap masyarakat umum kurang efektif.
Dari hal tersebut di atas maka, Balai Harta Peninggalan diharapkan berperan dalam memberikan pelayanan secara optimal sehingga sesuai dengan adanya tuntutan reformasi dan demokratisasi sejak tahun 1997 yang memasyarakatkan perubahan paradigma kepemerintahan, pembaharuan sistem kelembagaan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan yang mengacu pada terselenggaranya pemerintahan yang baik yaitu mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa serta transparan (good governance).20
Namun setidaknya terdapat beberapa alasan yang menyebabkan penelitian ini diperlukan, antara lain tugas dan kewenangan Balai Harta Peninggalan masih diatur dalam peraturan produk kolonial sehingga sangat dimungkinkan peraturan-peraturan tersebut tidak relevan lagi dengan kebutuhan perkembangan masyarakat saat ini.
Perkembangan masyarakat dewasa ini banyak membutuhkan keterkaitan dengan tugas dan kewenangan Balai Harta Peninggalan. Terlebih ketika terjadinya peristiwa bencana alam gempa bumi dan tsunami tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi selanjutnya pada tanggal 28 Maret 2005 di Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Propinsi Sumatera Utara yang telah mengakibatkan korban jiwa dan harta benda. Berbagai urusan-urusan masyarakat dewasa ini terkait dengan eksistensi Balai Harta Peninggalan, sementara produk peraturan yang ada tidak tegas mengatur dari kewenangan Balai Harta Peninggalan.
Masih terdapatnya sejumlah hambatan-hambatan yang menyebabkan kurang optimalnya pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan di masyarakat, yaitu hambatan-hambatan dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM) kendala sarana dan prasarana serta kendala ego sektoral.
Selanjutnya saat ini Indonesia sedang menyusun Rancangan Undang-Undang Balai Harta Peninggalan sehingga perlu melihat konsep-konsep pengembangan Balai Harta Peninggalan di masa depan yang kemudian dapat terpenuhinya layanan hukum sesuai kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan uraian yang telah peneliti kemukakan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti masalah Eksistensi Balai Harta Peninggalan dan menuangkannya dalam bentuk tesis yang berjudul : .Pembaharuan Hukum Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi Balai Harta Peninggalan dalam Pelayanan Hukum..

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut :
1. Apakah peraturan perundang-undangan kolonial sebagai dasar hukum pelaksanaan tugas dan wewenang Balai Harta Peninggalan masih relevan pada saat ini?
2. Bagaimanakah pengaturan tugas dan kewenangan Balai Harta Peninggalan dalam pelayanan hukum terhadap masyarakat yang memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini?
3. Hambatan-hambatan apa sajakah yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan hukum pada Balai Harta Peninggalan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diutarakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan Balai Harta Peninggalan sebagai dasar hukum pelaksanaan tugas dan wewenang Balai Harta Peninggalan.
2. Untuk mengetahui pengaturan tugas dan kewenangan Balai Harta Peninggalan dalam pelayanan hukum terhadap masyarakat.
3. Untuk mendapatkan solusi terhadap hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan hukum pada Balai Harta Peninggalan.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang hukum administrasi negara pada khususnya yang berhubungan dengan pembaharuan hukum sebagai upaya meningkatkan eksistensi Balai Harta Peninggalan dalam pelayanan hukum.
2. Secara prakteknya sangat bermanfaat dan membantu bagi semua pihak, baik itu para pegawai di Kantor Balai Harta Peninggalan dan masyarakat yang melakukan pengurusan di Balai Harta Peninggalan menjadi lebih efektif, efisien dan akurat.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran informasi yang dilakukan peneliti di perpustakaan Universitas X dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana, maka penelitian dengan judul .Pembaruan Hukum Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi Balai Harta Peninggalan X dalam Pelayanan Hukum., belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi ilmiah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:27:00

CEK SK TUNJANGAN PROFESI / SERTIFIKASI GURU SEMESTER 1 TAHUN 2014-2015 SUDAH TERBIT

Untuk sebagian data PTK yang sudah valid pada hasil verifikasi lembar Info PTK 2014 yang telah valid data dari hasil sinkronisasi aplikasi Dapodikdas 2014 v.3.0.0 serta telah diusulkan Operator Simtun dari masing-masing dinas pendidikan kabupaten/kota untuk saat ini nomor penerbitan SKTP PTK untuk triwulan 3 tahun 2014 dari PTK bersangkutan sudah dapat dilihat melalui lembar info PTK 2014, pada salah satu links berikut :


Cek pada bagian Tunjangan Guru, kemudian lihat pada “Tunjangan Profesi” telah dapat diklik, maka dapat dipastikan informasi penerbitan SKTP dari PTK tersebut sudah dapat dilihat. Berikut screenshoot dari salah satu data PTK 2014 yang telah terbit SKTP pada semester 1 tahun ajaran 2014/2015 :



Masa berlaku SK Tunjangan Profesi Guru/Pendidik untuk semester 1 tahun ajaran 2014/2015 berlaku selama 6 bulan (1 semester) yakni dari 1 Juli s.d. 30 Desember 2014. Bagi data PTK yang belum valid hingga saat ini, perbaikan data pada aplikasi Dapodikdas 2014 kemudian disinkonisasikan kembali ke server Dapodikdas pusat untuk selanjutnya akan sinkron dengan server P2TK Dikdas yang hasil verifikasi datanya akan menentukan terbit tidaknya SKTP untuk periode semester 1 tahun ajaran 2014/2015 kali ini.

Untuk sebagian PTK yang sudah valid data pada lembar info PTK semester 1 tahun 2014-2015 yang pada bagian “Tunjangan Profesi”-nya belum bisa diklik, maka secara bertahap setelah diusulkan oleh Disdik setempat melalui aplikasi Simtum maka SKTP akan terbit juga, intinya adalah PTK yang telah aktif mengajar dengan JJM tidak kurang dari 24 jam serta data valid, maka SKTP insya Allaah pasti terbitSemoga bermanfaat dan terimakasih…

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:32:00

makalah geografi cuaca dan iklim

makalah geografi cuaca dan iklim

Daftar Isi :
HALAMAN JUDUL, KATA PENGANTAR, BAB I CUACA DAN IKLIM, A. ATMOSFER, B. PENGERTIAN CUACA DAN IKLIM, C. POLA GERAKAN UDARA DAN KAITANNYA DENGAN KEHIDUPAN, D. SIKLON, ANTISIKLON DAN DAERAH KONVERGENSI ANTARTROPIK, KESIMPULAN, DAFTAR PUSTAKA.

Sekilas Isi :
1. Pengertian Cuaca dan Iklim
Cuaca adalah keadaan udara pada suatu saat dan pada suatu tempat/daerah yang sempit. Misalnya : cuaca y cerah, banyaknya awan, tekanan angin yang tinggi, panas atau sejuk.
Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu wilayah yang relatif luas dan waktu yang relatif lama (puluhan tahun), ilmu yang mempelajarinya adalah meteorologi dan ilmu yang mempelajari iklim adalah klimatologi.

2. Unsur-unsur Cuaca dan Iklim
a. Suhu udara
Suhu udara diukur dengan termometer, kertas yang berisikan catatan suhu disebut termogram. Macam-macam termometer dan dapat digunakan untuk mengukur suhu udara, yaitu termometer air raksa, maksimum, miminum, maksimum dan minimum. Tipe six belani, binetal, bourdan, dan termometer tahanan, di bawah ini digambarkan termometer maksimum-minimum tipe six belani.

Pengukuran suhu udara dilakukan secara terus menerus selama 24 jam sehingga didapatkan suhu rata-rata harian. Ini digunakan untuk menentukan suhu bulanan, suhu rata-rata bulanan digunakan untuk menentukan suhu tahunan dan suhu rata-rata bulanan diambil selama satu tahun dan suhu rata-rata tahunan diambil selama beberapa tahun.

b. Tekanan udara
Adalah udara yang mempunyai massa sehingga dapat menekan permukaan bumi. Alat untuk mengukur tekanan udara disebut barometer. Barometer ditemukan oleh Torricelli pada tahun 1644, hasil penemuan alat pengukur tekanan udara y lain adalah barometer anaroid, barometer ini mudah dibawa ke lain tempat dan dapat juga digunakan untuk mengukur tinggi tempat di atas permukaan air laut. Garis-garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai tekanan udara yang sama disebut Isobar.

c. Angin
Adalah aliran udara dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Angin dapat terjadi jika ada faktor-faktor yang menyebabkan angin mempunyai arah dan kecepatan. Biasanya untuk menentukan arah angin, digunakan bendera angin, dan kantong angin. Arah bendera angin selalu menunjuk arah angin tersebut datang, kecepatan angin diukur dengan anemometer dan hasil catatannya disebut anemoram. Satuan kecepatan angin adalah km per jam atau knot (1 knot = 1,854 per jam).

d. Kelembaban Udara
Ada 2 macam yaitu kelembaban absolut (mutlak) dan kelembaban relatif (nisbi). Kelembaban absolut adalah banyaknya uap air yang terdapat dalam 1 meter kubik udara. Sedangkan kelembaban relatif adalah perbandingan antara jumlah uang air yang ada dalam udara pada volume dan suhu, alat pengukur kelembaban relatif disebut higrometer.

makalah geografi cuaca dan iklim

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 08:18:00

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KURIKULUM 2013 SD/MI

Pembelajaran tematik terpadu yang diterapkan di SD dalam kurikulum 2013 berlandaskan pada Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyebutkan, bahwa “Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu.” Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu dari Kelas I sampai Kelas VI.

1.   Pendekatan pembelajaran tematik terpadu diberikan di sekolah dasar mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI.

2.   Pendekatan yang dipergunakan untuk mengintegrasikan kompetensi dasar dari berbagai mata pelajaran yaitu; intra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner dan trans-disipliner.

Intra Disipliner adalah Integrasi dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara utuh dalam setiap mata pelajaran yang integrasikan melalui tema.

Inter Disipliner yaitu menggabungkan kompetensi dasar-kompetensi dasar beberapa mata pelajaran agar terkait satu sama lain seperti yang tergambar pada mata pelajaran IPA dan IPS yang diintegrasikan pada berbagai mata pelajaran lain yang sesuai. Hal itu tergambar pada Struktur Kurikulum SD untuk Kelas I-III tidak ada mata pelajaran IPA dan IPS tetapi muatan IPA dan IPS terintegrasi ke mata pelajaran lain terutama Bahasa Indonesia.

Multi Disipliner adalah pendekatan tanpa menggabung-kan kompetensi dasar sehingga setiap mapel masih memiliki kompetensi dasarnya sendiri. Gambaran tersebut adalah IPA dan IPS yang berdiri sendiri di kelas IV-VI.

Trans Disipliner adalah pendekatan dalam penentuan tema yang mengaitkan berbagai kompetensi dari mata pelajaran dengan permasalahan yang ada di sekitarnya.

3.   Pembelajaran tematik terpadu disusun berdasarkan gabungan berbagai proses integrasi berbagai kompetensi.

4.   Pembelajaran tematik terpadu diperkaya dengan penempatan mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai penghela/alat/media mata pelajaran lain.

5.   Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator masing-masing Kompetensi Dasar dari masing-masing mata pelajaran.

Pembelajaran tematik terpadu menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran yang terdapat pada Kompetensi Dasar (KD) KI-3 dan juga keterampilan yang tergambar pada KD KI-4 dalam suatu proses pembelajaran. Implementasi KD KI-3 dan KD KI-4 diharapkan akan mengembangkan berbagai sikap yang merupakan cerminan dari KI-1 dan KI-2. Melalui pemahaman konsep dan keterampilan secara utuh akan membantu peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.


Pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983).

Penggunaan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:

1.   Peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2.   Peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama;
3.   Peserta didik memahami materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4.   Peserta didik dapat dapat memiliki kompetensi dasar lebih baik, karena mengkaitkan mata pelajaran dengan pengalaman pribadi peserta didik;
5.   Peserta didik mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6.   Peserta didik lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain;
7.   Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Secara pedagogis pembelajaran tematik berdasarkan pada eksplorasi terhadap pengetahuan dan nilai-nilai yang dibelajarkan melalui tema sehingga peserta didik memiliki pemahaman yang utuh. Peserta didik diposisikan sebagai pengeksplorasi sehingga mampu menemukan hubungan-hubungan dan pola-pola yang ada di dunia nyata dalam konteks yang relevan. Pembelajaran tematik dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh melalui proses pembelajaran tematik terpadu ke dalam konteks dunia nyata yang di bawa kedalam proses pembelajaran secara kreatif.

Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik terpadu memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

1.   Peserta didik mencari tahu, bukan diberi tahu.
2.   Pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu nampak. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan kompetensi melalui tema-tema yang paling dekat dengan kehidupan peserta didik.
3.   Terdapat tema yang menjadi pemersatu sejumlah kompetensi dasar yang berkaitan dengan berbagai konsep, keterampilan dan sikap.
4.   Sumber belajar tidak terbatas pada buku.
5.   Peserta didik dapat bekerja secara mandiri maupun berkelompok sesuai dengan karakteristik kegiatan yang dilakukan
6.   Guru harus merencanakan dan melaksanakan pembelajaran agar dapat mengakomodasi peserta didik yang memiliki perbedaan tingkat kecerdasan, pengalaman, dan ketertarikan terhadap suatu topik.
7.   Kompetensi Dasar mata pelajaran yang tidak dapat dipadukan dapat diajarkan tersendiri.
8.   Memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik (direct experiences) dari hal-hal yang konkret menuju ke abstrak.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 00:39:00