Cari Kategori

Skripsi Prestasi Belajar Kimia Ditinjau Dari Kemampuan Verbal, Kemampuan Penalaran, Dan Kemampuan Awal Pada Sub Materi Pokok Teori Asam Basa

(Kode PENDMIPA-0014) : Skripsi Prestasi Belajar Kimia Ditinjau Dari Kemampuan Verbal, Kemampuan Penalaran, Dan Kemampuan Awal Pada Sub Materi Pokok Teori Asam Basa Arrhenius Pada Siswa Kelas XI Program Ilmu Alam Semester Genap SMA X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Pengetahuan memegang peranan yang sangat penting dan utama dalam hidup manusia. Untuk mendapatkan pengetahuan siswa harus belajar. Belajar merupakan suatu proses berkesinambungan untuk membentuk konsepkonsep baru atau pengalaman baru bardasarkan pengalaman dan pengetahuan yang baru, yang memerlukan pengetahuan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Penguasaan dan pemahaman terhadap materi yang telah diterima akan menjadi bekal dan pengalaman yang ikut menentukan keberhasilan belajar siswa pada materi berikutnya yang berhubungan (Dirjen Dikti:1990). Dalam mengajar guru harus memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi kelancaran proses penemuan suatu konsep bagi siswa. Salah satunya adalah karakter kognitif siswa yang meliputi (1) persepsi, (2) perhatian, (3) mendengarkan, (4) ingatan, (5) readiness (kesiapan) dan transfer (6) intelegensi, (7) struktur kognitif, (8) kreativitas, dan (9) gaya kognitif. Salah satu masalah pokok yang sering diabaikan oleh guru adalah faktor readiness-transfer dan intelegensi.
Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons (jawaban) di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Kondisi mencakup setidaknya 3 (tiga) aspek, yaitu : (1) kondisi fisik, mental, dan emosional; (2) kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan; (3) keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari. Menurut Thorndike kesiapan adalah prasyarat untuk belajar berikutnya. Sedangkan intelegensi menurut B. Kolesnik :
“In most cases there is a fairly high correlation between one’s IQ, and his scholastic success. Usually, the higher a person’s IQ, the higher the grades he receives.” (www.depkdiknas.go.id)
Kesulitan yang dialami oleh siswa sebagaimana yang teramati di lapangan disebabkan antara lain oleh readiness (kesiapan) siswa serta tingkat intelegensi siswa dimana dalam penelitian ini akan diamati kemampuan verbal, penalaran, dan kemampuan awal yang dimiliki siswa. Guru di dalam mengajar hendaknya memahami bakat dari sebagian besar siswa dengan memperhatikan prasyaratprasyarat yang harus dikuasai siswa sebelum mendapatkan materi baru. Dengan demikian tujuan pengajaran yang telah dirumuskan sebelumnya dapat tercapai dan diperoleh efisiensi kerja yang optimal (Slametto, 1995:113-130).
Kimia merupakan mata pelajaran yang mengandung hitungan dan hafalan. Untuk materi-materi tersebut ada beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar. Adapun faktor yang mempengaruhi akan dikupas dalam penelitian ini yang ke depannya diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam proses pembelajaran.
Sub Materi Pokok Teori Asam Basa Arrhenius berisi konsep kimia yang didasarkan pada materi-materi tertentu yang pernah disampaikan sebelumnya yang saling berkaitan satu sama lain. Agar prestasi belajar kimia siswa khususnya pada sub materi pokok teori asam basa Arrhenius menjadi baik, maka untuk mengatasi kesulitan siswa peneliti melihat tiga hal sebagai predictor yaitu kemampuan verbal siswa, kemampuan penalaran formal siswa, dan kemampuan awal siswa.
Kemampuan verbal merupakan salah satu jenis kemampuan pada intelegensi. Selanjutnya Winkel (1991:72) menjelaskan bahwa kemampuan verbal adalah pengetahuan seseorang yang dapat diungkapkan dalam bentuk lisan atau tertulis dan diperoleh dari sumber yang menggunakan bahasa lisan atau tertulis juga. Sub tes penalaran verbal merupakan sub tes yang mengungkapkan kemampuan untuk memahami konsep dalam kata-kata verbal. Sub tes penalaran verbal merupakan aspek dari tes IQ (Intelligence Quotient) yang diberikan kepada siswa. (Dewa Ketut Sukardi,1997:114).
Menurut Suriasumantri dalam penalaran merupakan kemampuan manusia untuk mengikuti suatu alur tertentu di dalam memahami dan mengembangkan pengetahuan. Penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan berupa pengetahuan. Kemampuan manusia dalam melalukan upaya penalaran, pemecahan masalah serta pengolahan informasi merupakan tiga hal pokok dalam kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif sendiri mengandung arti sebagai kegiatan mental yang terkait dalam proses memperoleh, menyimpan, retrieve (memunculkan kembali), dan memanfaatkan berbagai pengetahuan.
Dalam hubungan ini penggunaan pengetahuan diharapkan mampu mendukung pelaksanaan proses penalaran, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara efektif. Proses penalaran sendiri memerlukan landasan logika. Sedangkan menurut Huffman landasan logika berkaitan dengan penarikan kesimpulan yang berorientasi pada terumuskannya suatu pengetahuan baru bagi dirinya. Cara orang menarik kesimpulan berdasarkan logika yang terdiri dari (1) logika induktif dan (2) logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
Sedangkan logika deduktif menarik kesimpulan yang bersifat khusus menjadi kasus yang bersifat khusus (www.depkdiknas.go.id). Menurut Nana Sudjana, (1995:38) : “Kemampuan awal dan karakteristik siswa adalah pengetahuan dan keterampilan yang relevan, termasuk di dalamnya latar belakang informasi karakteristik siswa yang telah ia miliki pada saat mulai mengikuti suatu program pengajaran”. Jadi kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum proses belajar-mengajar. Siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan lebih mudah menerima dan memahami materi pelajaran dibanding siswa yang memiliki kemampuan awal sedang, atau rendah. Materi pelajaran yang baru merupakan kelanjutan dari materi pelajaran sebelumnya, sehingga diharapkan siswa yang memiliki kemampuan awal lebih tinggi akan mencapai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang memiliki kemampuan awal sedang, atau rendah.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas maka penulis meneliti beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagai prediktor kemampuan yang harus dimiliki siswa sebelum menempuh materi dengan judul : “PRESTASI BELAJAR KIMIA DITINJAU DARI KEMAMPUAN VERBAL, KEMAMPUAN PENALARAN, DAN KEMAMPUAN AWAL PADA SUB MATERI POKOK TEORI ASAM BASA ARRHENIUS PADA SISWA KELAS XI PROGRAM ILMU ALAM SEMESTER GENAP SMA NEGERI X TAHUN PELAJARAN XXXX/XXXX”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dididentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Siswa banyak mengalami kesulitan dalam belajar sehingga mempengaruhi prestasi belajarnya.
2. Faktor-faktor karakter kognitif yang berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam mempelajari sub materi pokok teori asam basa Arrhenius.
3. Faktor-faktor internal yang menjadi penghambat utama siswa dalam mempelajari sub materi pokok teori asam basa Arrhenius.
4. Adanya kemungkinan perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi dan yang memiliki kemampuan verbal rendah.
5. Adanya kemungkinan perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi dan yang memiliki kemampuan penalaran rendah.
6. Adanya kemungkinan perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal kimia tinggi dan yang memiliki kemampuan awal kimia rendah.
7. Kemampuan (verbal, penalaran, atau awal) siswa yang memiliki sumbangan terbesar dalam mempelajari sub pokok materi teori asam basa Arrhenius.

C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dan pembatasannya dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas serta untuk memperoleh kedalaman pada penarikan kesimpulan yang sahih, maka dibatasi dalam ruang lingkup sebagai berikut :
1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI program ilmu alam SMA Negeri X.
2. Objek penelitian dibatasi pada kemampuan verbal, kemampuan penalaran, dan kemampuan awal kimia siswa.

D. Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Hubungan antara siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi dan yang memiliki kemampuan verbal rendah pada prestasi belajar kimia sub materi pokok teori asam basa Arrhenius?
2. Bagaimana hubungan antara siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi dan yang memiliki kemampuan penalaran rendah pada prestasi belajar kimia sub materi pokok teori asam basa Arrhenius?
3. Bagaimana hubungan antara siswa yang memiliki kemampuan awal kimia tinggi dan yang memiliki kemampuan awal kimia rendah pada prestasi belajar kimia sub materi pokok teori asam basa Arrhenius?
4. Manakah yang memiliki sumbangan terbesar, apakah kemampuan verbal, kemampuan penalaran, atau kemampuan awal kimia, pada prestasi belajar kimia siswa sub materi pokok teori asam basa Arrhenius?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui hubungan antara siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi dan yang memiliki kemampuan verbal rendah pada prestasi belajar kimia sub materi pokok teori asam basa Arrhenius.
2. Mengetahui hubungan antara siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi dan yang memiliki kemampuan penalaran rendah pada prestasi belajar kimia sub materi pokok teori asam basa Arrhenius.
3. Mengetahui hubungan antara siswa yang memiliki kemampuan awal kimia tinggi dan yang memiliki kemampuan awal kimia rendah pada prestasi belajar kimia sub materi pokok teori asam basa Arrhenius.
4. Mengetahui kemampuan yang memiliki sumbangan terbesar terhadap prestasi belajar kimia siswa sub materi pokok teori asam basa Arrhenius.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan informasi kepada guru faktor-faktor intern siswa yang paling berpengaruh terhadap pembelajaran kimia sub materi pokok teori asam basa Arrhenius.
b. Memberikan masukan kepada guru dalam menentukan metode mengajar yang tepat dalam pengajaran kimia setelah mengetahui karakter siswa melalui kemampuan awal dan kecerdasan yang dimiliki siswa.
c. Memberikan masukan yang penting dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar kimia di SMA.
2. Manfaat Praktis
Meningkatkan mutu proses belajar mengajar kimia di sekolah dan memberikan prediksi bagi guru dalam mempertimbangkan kemampuan siswa yang berpengaruh terhadap prestasi belajar kimia siswa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:30:00

Skripsi Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe STAD Dengan Pendekatan PAIKEM Pada Materi Larutan Elektrolit

(Kode PENDMIPA-0016) : Skripsi Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe STAD Dengan Pendekatan PAIKEM Pada Materi Larutan Elektrolit Dan Non Elektrolit Siswa Kelas X Semester II SMA X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak dibicarakan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya ratarata prestasi belajar, khususnya siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak dibicarakan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu di dominasi oleh guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan siswa sebagai obyek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berfikir holistik (menyeluruh), kreatif, obyektif dan logis, belum memanfatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual. Demikian juga proses pendidikan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran pula kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang otonomi daerah telah mengatur pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaran pemerintah, termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Berdasar UU tersebut maka pemerintah menetapkan suatu kurikulum baru bagi pendidikan nasional kita yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum KTSP adalah kurikulum operasional yang dikembangkan di sekolah yang dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan warga sekolah berdasarkan karakteristik dan potensi sekolah dan lingkungan serta kebutuhan peserta didik di sekolah tersebut (Sosialisasi KTSP, XXXX:6).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa dalam kurikulum terbaru ini dikelompokkan 5 mata pelajaran :
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Kelompok mata pelajaran estetika
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Peningkatan mutu pendidikan berdasarkan kurikulum KTSP diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui : olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan pemerataan kesempatan belajar bagi masyarakat dan meningkatkan mutu pendidikan pada semua jenjang, jalur dan jenis pendidikan. Upaya-upaya tersebut dilakukan karena disadari bahwa pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik agar mampu menguasai pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk ilmu kimia, telah menciptakan pemilihan materi, metode dan media pembelajaran, serta sistem pengajaran yang tepat. Guru selalu dituntut berinovasi dan memperbaiki proses belajar dan pembelajaran kelas yang selama ini telah dilakukan. Proses belajar mengajar harus dikelola dengan baik, maka akan menghasilkan pembelajaran yang bermakna (meaningfull learning), dan bukan sekedar pembelajaran yang hafalan saja (rote learning). Untuk mencapai suatu pembelajaran yang bermakna (meaning learning), salah satu pendekatan kontruktivisme memulai pelajaran dari ”apa yang diketahui siswa”. Untuk menjadikan suatu pembelajaran yang bermakna maka dalam suatu pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model belajar kooperatif salah satunya adalah belajar kooperatif model STAD (Student Teams Achievement Divisions). Belajar kooperatif model STAD mempunyai ciri, yakni belajar dilakukan melalui belajar kelompok, guru menyajikan informasi akademik baru kepada siswa, siswa dalam kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok harus heterogen, yakni terdiri dari lakilaki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, dan memiliki kemampuan yang tinggi, sedang, dan rendah (Slavin, XXXX: 144).
Model pembelajaran STAD dikembangkan untuk membuat pelajaran menjadi suatu proses yang aktif bukan pasif. Model pembelajaran ini diberikan agar siswa mampu melakukan observasi sendiri, mampu menganalisis sendiri, dan mampu berfikir sendiri. Siswa bukan hanya mampu menghafal dan meniru pendapat orang lain, juga untuk merangsang agar berani dan mampu menyatakan dirinya secara aktif, bukan hanya pendengar yang pasif terhadap segala suatu yang dikatakan guru. Belajar kooperatif ditandai dengan adanya tugas bersama bagi siswa, yang kemudian diterjemahkan menjadi tujuan yang harus dicapai kelompok. Kelompok yang efektif ditandai dengan suasana yang hangat dan produktivitas yang tinggi dalam pemenuhan tugas-tugas, tanpa adanya kelompok yang dikorbankan dan ditonjolkan (Joni, 1993).
Dalam pembelajaran kimia di SMA banyak pokok bahasan yang menuntut siswa melaksanakan eksperimen, salah satunya adalah Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Pembelajaran materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) harus sesuai dengan karakteristik konsep kimia yang menekankan pada ketrampilan proses. Dalam kurikulum ini disebutkan bahwa standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa adalah :”Memahami sifat-sifat Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”. Standar kompetensi ini dituangkan dalam kompetensi dasar, yaitu mengidentifikasi sifat Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit berdasarkan data percobaan. Pencapaian kompetensi dasar tersebut dapat dikembangkan melalui pemilihan metode pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar bagi siswa untuk menguasai kompetensi dasar yang telah ditentukan. Untuk itu dalam pembelajarannya perlu digunakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembentukan konsep sehingga dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar Metode STAD (Student Team Achievement Divisions) sebagai contoh metode pembelajaran kooperatif terbukti efektif jika digunakan pada pokok bahasan Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit yang memerlukan pemahaman konsep. Dengan metode STAD ini, siswa dapat saling bantu membantu dalam kelompoknya dalam menguasai konsep pada materi tersebut. Disisi lain, metode pembelajaran STAD ini merupakan metode pembelajaran kooperatif yang kegiatan kelompoknya lebih mudah dikendalikan dan diawasi
Keberhasilan proses belajar mengajar selain dipengaruhi oleh metode mengajar, dipengaruhi pula oleh aktivitas belajar siswa. Pada kegiatan itu siswa diarahkan pada latihan menyelesaikan masalah, sehingga akan mampu mengambil keputusan karena telah memiliki ketrampilan di dalam mengumpulkan informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil belajar yang diperolehnya. Aktivitas belajar siswa merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan belajar. Hal ini mengingat bahwa kegiatan belajar mengajar diadakan dalam rangka memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Jika siswa aktif dalam kegiatan tersebut kemungkinan besar akan dapat mengambil manfaat dari pengalaman tersebut dan memilikinya. Mengingat pentingnya aktivitas belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar, guru diharapkan dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih banyak melibatkan aktivitas belajar siswa, sedangkan siswa itu sendiri hendaknya dapat memotivasi dirinya sendiri untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya aktivitas belajar ini kemungkinan besar prestasi belajar yang dicapai siswa akan memuaskan.
Di SMA X pokok bahasan Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit diajarkan dengan menggunakan metode ceramah, sedangkan pada kurikulum KTSP menekankan pada pencapaian kompetensi dasar. Pencapaian kompetensi dasar dapat dikembangkan melalui pemilihan metode. Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode kooperatif. Salah satu metode kooperatif adalah metode STAD (Student Team Achievement Division) yang dilengkapi pendekatan PAIKEM. Pemilihan metode ini dirasa sangat kondusif bagi siswa SMA X. Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswanya masih individual, kerjasama antar siswa dalam belajar masih kurang sehingga perlu ditumbuhkan sikap kerjasama antar kelompok siswa karena dalam belajar kelompok jika ada seorang siswa yang belum memahami materi, maka teman sekelompoknya bertanggungjawab untuk menjelaskannya. Dengan penggunaan metode kooperatif tipe STAD ini diharapkan dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik. Sekolah Menengah Atas (SMA) X, merupakan salah satu sekolah di Kabupaten X. Berdasarkan pengamatan di kelas, khususnya kelas X-2 dan dari hasil wawancara dengan guru kimia di sekolah tersebut, serta hasil dari angket observasi kesulitan belajar kimia siswa, dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi. Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Guru masih menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran kimia, khususnya pada materi pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit, yaitu dengan metode ceramah.
2. Kurangnya pemanfaatan media pembelajaran elektronik di ruang multi media yang telah tersedia di sekolah tersebut, khususnya untuk mata pelajaran kimia.
3. Kurang lengkapnya fasilitas alat dan bahan di Laboratorium Kimia.
4. Kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran kimia.
5. Banyak siswa yang masih sulit memahami materi pembelajaran, salah satunya pada materi pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit, sehingga berakibat rendahnya prestasi belajar kimia pada materi pembelajaran tersebut. Hal ini dapat dilihat dari data hasil uji kompetensi materi pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit kelas X Ilmu Alam tahun pelajaran XXXX/XXXX pada

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Dari tabel 1 terlihat bahwa persentase ketuntasan masing-masing kelas yang diperoleh dari hasil nilai guru, hanya ada dua kelas yang mencapai Standar Ketuntasan Belajar Mengajar, yang mana SKBM Kimia untuk Kelas X Ilmu Alam di SMA X sebesar 60.
Dalam penelitian ini kelas yang digunakan sebagai tindakan kelas adalah kelas X-2. Kondisi siswa X-2 yang terdapat di SMA X adalah siswa yang kurang aktif, khususnya dalam mengikuti mata pelajaran kimia. Salah satu cara yang tepat untuk mengajak siswa agar lebih aktif adalah dengan siswa menerapkan pengetahuannya, belajar memecahkan masalah, mendiskusikan masalah dengan teman-temannya, mempunyai keberanian menyampaikan ide atau gagasan, dan mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, maka perlu diberikan suatu pendekatan pembelajaran yang alternatif untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut, salah satunya adalah Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan Menyenangkan (PAIKEM). Fokus PAIKEM adalah pada kegiatan siswa di dalam bentuk group, individu dan kelas, partisipasi di dalam proyek, penelitian, penyelidikan, penemuan dan beberapa macam strategi yang hanya dibatasi dari imajinasi guru. Dalam pendekatan PAIKEM ini, guru memberikan latihan-latihan untuk membangkitkan semangat belajar siswa tentang apa yang dipelajari siswa sehingga memperoleh semangat belajar. Selain itu siswa juga dibekali ketrampilan untuk memecahkan masalah dalam bentuk latihan soal melalui tahapan yang sistematis.
Karakteristik PAIKEM, meliputi : 1) Aktif : Pembelajaran ini memungkinkan peserta didik berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi obyek-obyek yang ada di dalamnya, dalam hal ini guru terlibat aktif, baik dalam merancang, melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran. 2) Kreatif : Pembelajaran membangun kreatifitas peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar, dan sesama peserta didik, utamanya dalam menghadapi tantangan atau tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk kreatif, yaitu merancang dan melaksanakan PAIKEM, 3) Inovatif : Proses pembelajaran yang dirancang oleh guru dengan menerapkan beberapa metode dan teknik dalam setiap pertemuan. Artinya dalam setiap kali tatap muka guru harus menerapkan beberapa metode sekaligus. Namun dalam penerapannya harus memperhatikan karakteristik kompetensi dasar yang akan dicapainya, sehingga sangat dimungkinkan setiap kali tatap muka guru menerapkan metode pembelajaran yang berbeda. 4) Efektif : Efektifitas pembelajaran akan mendongkrak kualitas hasil belajar peserta didik, 5) Menyenangkan : Pembelajaran akan diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan di dukung lingkungan aman, bahan ajar yang relevan, menjamin bahwa hasil belajar secara emosional lebih positif. Hal ini terjadi ketika dilakukan bersama dengan orang lain sebagai dorongan dan selingan humor serta istirahat dan jeda secara teratur. Selain itu, pembelajaran akan menyenangkan manakala secara sadar pikiran otak kiri dan kanan sadar, menantang peserta didik berekspresi dan berfikir jauh ke depan serta mengkonsolidasikan bahan yang sudah dipelajari dengan meninjau ulang dalam periode-periode yang relaks.
Membangun metode pembelajaran PAIKEM sendiri bisa dilakukan dengan cara diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya kemampuan serap ilmu masing-masing orang. Contohnya saja sebagian orang ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar. Dan hal tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya penyeimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang akan mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya membangun rasa percaya diri siswa.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka akan dilakukan penelitian dengan judul ” UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD MELALUI PENDEKATAN PAIKEM PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT SISWA KELAS X SEMESTER II SMA X TAHUN PELAJARAN XXXX/XXXX”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan PAIKEM sesuai untuk dilaksanakan pada materi pembelajaran Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit?
2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan PAIKEM dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi pokok Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit?
3. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan PAIKEM dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi pokok Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit?

C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini mempunyai arah dan ruang lingkup yang jelas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Berdasrkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang ada maka penelitian ini dibatasi pada :
1. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-2 semester II SMA X tahun pelajaran XXXX/XXXX.
2. Metode Penelitian
Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3. Materi Pokok
Materi pokok yang dipilih dalam pembelajaran ini adalah larutan elektrolit dan non elektrolit.
4. Penilaian
Sistem penilaian yang digunakan dalam metode pembelajaran ini meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Nilai aspek kognitif diperoleh dari hasil tes awal, tes siklus satu dan tes siklus dua. Sedangkan Nilai afektif diperoleh dari angket afektif dan observasi terhadap presensi siswa, serta perilaku siswa dalam proses belajar mengajar. Aspek afektif hanya digunakan untuk mengetahui karakteristik siswa.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut : ”Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi pokok Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit?”

E. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : ”Meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi pokok Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan PAIKEM ”.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat secara teoritis :
a. Memberikan masukan kepada guru dan calon guru terhadap kemampuan kognitif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Sebagai masukan bagi sekolah dalam mengembangkan pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan PAIKEM untuk pembelajaranpembelajaran pada mata pelajaran eksak yang lain.
2. Manfaat secara praktis
a.. Dapat digunakan sebagai referensi bagi studi kasus yang sejenis yang melibatkan pembelajaran kimia dengan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan PAIKEM.
b. Masukan bagi penelitian yang lain yang bermaksud melakukan penelitian lebih lanjut.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:30:00

Skripsi Pengaruh Agresitivitas Dan Aktivitas Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 1 X

(Kode PENDMIPA-0009) : Skripsi Pengaruh Agresitivitas Dan Aktivitas Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 1 X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan dan pemberdayaan bidang pendidikan di Indonesia mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah telah dan sedang mengadakan pengembangan yang meliputi segi fisik dan non fisik. Usaha-usaha tersebut antara lain: Pembaharuan proses belajar mengajar, peningkatan kualitas guru, pengadaan buku-buku pelajaran, pembangunan gedung-gedung sekolah dan sebagainya. Realisasi pelaksanaan pembangunan pendidikan salah satunya dengan melalui pendidikan formal di sekolah. Penekanan yang terpenting dalam pelaksanaan formal adalah proses belajar dan mengajar. Proses belajar dan mengajar sebagai salah satu upaya melaksanakan Pembangunan Nasional yang merupakan tanggung jawab yang berat khususnya bagi pelaksana di bidang pendidikan yaitu guru di sekolah. Guru tidak hanya memindahkan informasi pelajaran pada siswa, akan tetapi juga pelaksanaan pembinaan mental terhadap siswa untuk dapat menjadi manusia Indonesia dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia.
Proses belajar mengajar yang baik akan menghasilkan banyak lulusan yang bermutu tinggi, akan tetapi untuk melaksanakan suatu proses belajar mengajar yang baik juga diperlukan pemikiran dan perencanaan yang sungguh-sungguh. Proses belajar mengajar merupakan suatu rangkaian kegiatan yang selalu terkait dan tidak sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil yang baik. Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar tersebut bukan hanya tanggung jawab guru semata.
Pada proses belajar mengajar, prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa antara lain perhatian, kesehatan, perilaku agresif, intelegensi, minat, motivasi dan cara belajar. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa antara lain : keadaan keluarga, keadaan awal, tempat tinggal, guru yang mengajar, cara mengajar dan lingkungan sekolah. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar adalah perilaku yang agresivitas siswa. Perilaku ini bersifat rnerugikan diri sendiri, orang lain atau bersifat merusak benda. Hal ini dapat timbul karena adanya faktor-faktor yang memicu timbulnya perilaku agresi antara lain keluarga, teman, media massa dan perasaan diri sendiri. Perlu menjadi perhatian bagi seorang guru bahwa tiap siswa adalah pribadi yang berbeda satu dengan yang lain. Tiap siswa memiliki kepribadian, sifat-sifat dan sikap yang khas. Keadaan ini tentunya membawa dampak yang berbeda pada tiap siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Agresivitas tersebut akan berpengaruh pada penilaian guru terhadap siswa. Perilaku agresif sedikit banyak akan mempengaruhi sikap siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Perilaku agresif siswa dalam lingkungan sekolah dapat diketahui dari sikap siswa (terhadap guru, sesama teman, dan kemampuan siswa dalam mengendalikan rasa marah atau emosi. Sikap tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi seorang guru untuk memberikan penilaian terhadap kompetensi siswa, terutama di bidang afektif.
Aktivitas belajar siswa merupakan hal yang menunjang dalam usaha peningkatan prestasi belajar anak. Kegiatan atau kesibukan yang dilakukan seseorang dalam belajar akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Siswa yang belajar dengan cara menulis, mengerjakan soal-soal, membuat rangkuman hasilnya akan lebih baik dari pada siswa yang belajarnya hanya membaca saja. Aktivitas dapat dilakukan siswa selama di kelas dan di rumah. Aktivitas di kelas berupa kegiatan yang dilakukan siswa secara jasmani maupun rohani yang menunjang proses belajar mengajar di sekolah misalnya mencatat, mendengarkan penjelasan guru, bertanya pada guru, pergi ke perpustakaan dan sebagainya. Sedangkan aktivitas belajar di rumah berupa kegiatan yang dilakukan siswa selama di rumah dan merupakan kelanjutan dari belajar di sekolah misalnya mengerjakan PR, mengerjakan latihan-latihan soal, merapikan catatan dan sebagainya. Karena waktu di rumah lebih lama dari pada di sekolah, siswa diharapkan dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tertuang dalam kurikulum. Matematika merupakan bidang studi yang memerlukan banyak pemikiran, pemahaman dan latihan mengerjakan soal. Oleh karena itu aktivitas belajar siswa diperlukan untuk tercapainya tingkat penguasaan matematika. Dalam uraian yang telah dipaparkan di depan, penulis bermaksud mengadakan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh agresivitas dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika.

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Adanya agresivitas tiap-tiap siswa yang berbeda dimungkinkan dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa.
2. Aktivitas belajar tiap-tiap siswa berbeda. Ada siswa yang aktif dalam belajarnya dan sebaliknya ada siswa yang malas dalam belajarnya, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan prestasi belajar siswa khususnya matematika.
3. Prestasi belajar matematika yang dicapai oleh siswa merupakan interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, sehingga agresivitas dan aktivitas belajar siswa memungkinkan terjadinya perbedaan dalam pencapaian prestasi belajar matematika.

C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas agar permasalahan yang dikaji lebih terarah maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Agresivitas dibatasi pada ciri perilaku siswa yang bersifat merugikan diri sendiri, orang lain atau yang bersifat merusak benda pada proses belajar matematika.
2. Aktivitas belajar dibatasi pada kegiatan yang bersifat fisik maupun mental yang timbul karena adanya dorongan dari siswa untuk belajar matematika.
3. Prestasi belajar dibatasi pada prestasi belajar matematika yaitu nilai mid semester siswa kelas VII semestar 2 SMP Negeri X Kabupaten X tahun pelajaran XXXX/XXXX.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh agresivitas siswa terhadap prestasi belajar matematika?
2. Apakah ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika?
3. Apakah ada interaksi bersama antara agresivitas siswa dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika?

E. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh agresivitas siswa terhadap prestasi belajar matematika.
2. Mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika.
3. Mengetahui ada atau tidak adanya interaksi bersama antara agresivitas dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika.

F. Manfaat Penelitian
Manfaaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran kepada pembaca khususnya calon guru tentang pengaruh agresivitas dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika.
2. Sebagai referensi bagi penelitian sejenis.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:28:00

Skripsi Analisis Deskriptif Kualitatif Mengenai Aktifitas Komunikasi Pemasaran Wisata X Di Kota X Dalam Membidik Wisatawan Domestik

(Kode ILMU-KOM-0001) : Skripsi Analisis Deskriptif Kualitatif Mengenai Aktifitas Komunikasi Pemasaran Wisata X Di Kota X Dalam Membidik Wisatawan Domestik

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini sektor pariwisata di indonesia menjadi penyumbang besar bagi devisa negara setelah sektor minyak dan gas. Sektor pariwisata ini memberikan sumbangan sekitar lima miliar dollar AS setiap tahun bagi devisa negara. BPS memperkirakan penerimaan devisa pada tahun XXXX mencapai 5,3 miliar dollar Amerika atau naik 20,45 persen jika dibanding dengan tahun sebelumnya yang mencapai 4,4 miliar dollar Amerika. Kenaikan ini disebabkan karena meningkatnya jumlah wisman dan pengeluaran per kunjungan.
Berwisata memang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat apalagi diera travelling seperti sekarang ini. Banyak orang melakukan perjalanan dengan berbagai tujuan. Salah satunya yaitu untuk suatu hiburan/relaksasi (leasure). Sesungguhnya leasure adalah sebuah kebutuhan baru yang diciptakan dengan membentuk ”image” (citra) bahwa orang perlu berwisata untuk mendapatkan kembali kesegaran yang telah hilang dari dirinya karena dipakai untuk bekerja. Benar bahwa orang berwisata tidak semata-mata hanya untuk rileks, santai dan bergembira saja tetapi juga bisa mengenal kebudayaan lain atau dalam rangka mendidik diri sendiri atau anak-anak.
Bagi Indonesia, industri pariwisata merupakan peluang yang tidak dapat dilepaskan begitu saja. Pariwisata telah tumbuh menjadi sebuah industri yang sangat menguntungkan dan memiliki prospek yang cerah dikemudian hari. Oleh karena itu banyak program yang telah dilakukan pemerintah untuk mengembangkan sektor pariwisata di Indonesia. Antara lain adalah program ”Sadar Wisata” maupun visit indonesian years (VIY) dimana target utamanya adalah meraih kunjungan wisatawan sebanyakbanyaknya baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. kebutuhan akan berwisata khususnya dari negara-negara maju semakin meningkat. Hal ini bisa dilihat dari jumlah orang yang berwisata dari tahun ke tahun yang selalu bertambah. Di Indonesia jumlah kunjungan wisatawan dari tahun ketahun juga semakin meningkat, hal ini bisa dilihat dalam gambar dibawah ini :

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Dari grafik diatas, Peluang yang patut dioptimalkan tercermin dari terjadinya pemecahan rekor untuk kunjungan wisatawan mancanegara 10 tahun terakhir, karena pada tahun XXXX mencapai jumlah tertinggi yaitu 5,5 juta orang. Hal ini berarti kepercayaan pasar internasional terhadap pariwisata Indonesia sudah baik, yang sekaligus menjadi tanda adanya peningkatan citra Indonesia secara keseluruhan. Meningkatnya jumah knjungan ini tentu saja diikuti dengan meningkatnya penerimaan negara dari devisa di sektor pariwisata. Oleh sebab itulah maka daerah-daerah pariwisata di Indonesia perlu lebih mengembangkan potensi wisatanya. Salah satu propinsi di Indonesia yang mempunyai potensi wisata yang menjanjikan adalah kota X.
Kota X termasuk salah satu dari 10 daerah tujuan wisata di Indonesia. Daerah tujuan wisata tersebut antara lain Ibu kota Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DIY, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bali, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Dalam peta kepariwisataan nasional, potensi X menduduki peringkat kedua setelah Bali. Penilaian tersebut didasarkan pada beberapa faktor yang menjadi kekuatan pengembangan wisata X misalnya berkenaan dengan keragaman obyek. Dengan berbagai predikatnya, X memiliki keragaman obyek wisata yang relatif menyeluruh baik dari segi fisik maupun non fisik, disamping kesiapan sarana penunjang wisata. Menurut informasi dari Bapeda, ragam obyek wisata di X sekarang ini adalah 31 obyek wisata budaya, dan 19 obyek wisata alam.
Citra sebagai kota tujuan wisata ini juga didukung oleh keberadaan pusat-pusat industri kerajinan tangan maupun sebagai cinderamata mulai dari gerabah dan keramik dengan desa kasongan di Bantul, kerajinan perak di Kotagede, kerajinan batik, dan lain-lain. Belum lagi ditambah berbagai jasa boga yang khas. Hal ini semakin memperkuat kota X sebagai kota tujuan wisata. Faktor penting yang tidak kalah penting adalah sarana transportasi dan akomodasi yang menunjang, bandara internasional Adi Sutjipto memungkinkan kedatangan wisatawan dari manca negara secara langsung menuju kota X, sementara itu sarana transportasi yang lainnya juga banyak tersedia pilihan.
Selain sebagai kota tujuan wisata, yang menonjol sekali dari kota X adalah diakui sebagai kota pendidikan di Indonesia hingga mendapat julukan kota pelajar. Sebagai kota pendidikan, X relatif memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya fasilitas dan kegiatan pendidikan di kota ini. Sebutan kota pendidikan diperoleh X karena propinsi X memiliki banyak sekolah. Menurut data dari dinas Pendidikan Propinsi X, pada tahun XXXX, Propinsi X memiliki : 2.063 SD; 417 SMP; 187 SMA; 127 Perguruan tinggi negeri dan swasta. Data ini memperlihatkan betapa banyaknya pelajar dan mahasiswa yang belajar di X. Sudah sekian lama X menjadi tempat tujuan belajar dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Biaya pendidikan yang relatif terjangkau, serta sarana dan prasarana pendidikan yang mendukung menjadi faktor yang semakin memperkuat kedudukan kota X sebagai kota pelajar.
Dalam konteks X sebagai kota pendidikan, wisatawan domestik tentu tidak hanya ingin menyaksikan betapa beragamnya pelajar dan mahasiswa yang belajar di X, tetapi mereka juga ingin menimba pengetahuan lebih banyak lagi. Mereka ingin memperoleh kesan lebih mendalam lagi tentang keberadaan X sebagai kota pendidikan. Persoalan yang kemudian muncul adalah obyek wisata dan program-program apa saja yang bisa memperkuat kesan bahwa X memang kota Pendidikan
Dalam rangka meningkatkan citra X sebagai kota pelajar dan meningkatkan kualitas pendidikan, sejak tahun XXXX dilaksanakan program akselerasi dan ditahun XXXX diadakan program kelas internasional, sedangkan saat ini sedang digagas sekolah global jogja (SGJ). Selain itu mulai tahun XXXX dibangun Obyek Wisata Taman X yang bermanfaat untuk menerapkan teori yang diperoleh pelajar di sekolah. Diharapkan Taman X ini akan semakin memperkokoh predikat X sebagai kota pendidikan.
X mempunyai potensi wisata Pendidikan karena obyek wisata tersebut jumlahnya cukup banyak di antaranya adalah Museum dan Taman X. Wisata pendidikan seperti ini memerlukan perhatian pemerintah karena sektor pariwisata berbasis pendidikan bisa ikut mendorong pertumbuhan kepariwisataan daerah. Menurut Tazbir, SH, kepala Badan pariwisata Daerah (Baparda) X “Jumlah wisatawan pelajar dari berbagai daerah yang datang ke X setiap tahun jumlahnya selalu meningkat, terutama sekali pada saat liburan sekolah bisa naik 200 persen dibanding bulan sebelumnya selain itu X memiliki ciri khas dalam dunia pendidikan atau masih dipandang sebagai kota pendidikan sehingga masih menjadi tujuan utama wisatawan pelajar dari berbagai daerah. Karena itu perlu keanekaragaman obyek wisata pendidikan agar wisatawan pelajar tidak bosan mengunjungi X, di samping pengelolaan obyek wisatanya perlu ditingkatkan agar tetap menarik”.
Menghadapi realita seperti ini, kota X menggagas sebuah ide untuk memperbanyak obyek wisata berbasis pendidikan yang tidak membosankan. Salah satunya adalah pembangunan Obyek Wisata Taman X yang diresmikan tanggal 20 mei 2006 dan dijadikan sebagai program percontohan science center di Indonesia. Dikawasan ini siswa mulai pra sekolah sampai SMU bisa dengan leluasa memperdalam pemahamannya soal materi pelajaran yang diterima di sekolah dan berekreasi. Taman X memberikan kesempatan bagi anak-anak dan masyarakat umum untuk mengekspresikan, mengapresiasikan, mengkreasikan, serta belajar ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salah satu aspek pendidikan yang turut menentukan kualitas pendidikan adalah sistem pembelajaran. Sistem pembelajaran yang baik salah satunya adalah mampu menciptakan proses belajar yang efektif dan efisien dalam suasana yang menyenangkan. Seperti yang diungkapkan oleh Peter Kline dikutip oleh Dryden dan Vos dalam bukunya ”The Learning Revolution”, mengemukakan bahwa ”Learning is most effective when it’s fun (belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan)”. Sebuah survey yang dilakukan oleh Rose dan Nicholl memperlihatkan bahwa 82% anak yang masuk sekolah pada usia 5 atau 6 tahun memiliki citra positif tentang kemampuan belajar mereka sendiri, tapi angka tinggi tersebut menurun drastis menjadi hanya 18% ketika mereka berusia 16 tahun, konsekwensinya 4 dari 5 atau 80% remaja dan orang dewasa memulai pengalaman belajarnya yang baru dengan perasaan yang tidak menyenangkan. (http://lubisgrafura.wordpress.com)
Dunia anak adalah dunia belajar dan bermain. Untuk itu dalam mendidiknya seharusnya lebih dikembangkan pada kreatifitas sesuai potensi yang dimiliki dan dalam suasana yang menyenangkan. Hal inilah yang menjadi salah satu upaya yang sedang digalakkan oleh pemerintah dalam bentuk kampanye program pendidikan yaitu ”Science for All” di mana program ini merupakan salah satu upaya dalam mempopulerkan ilmu pengetahuan yang asyik, mudah dan menyenangkan terutama bagi anak-anak didik. Pembelajaran sains ini akan dilakukan dengan bermain sekaligus belajar untuk mengeksplorasi hal-hal baru agar menjadi sebuah proses ke arah tumbuh kembang anak yang lebih baik.
Selain lembaga formal seperti sekolah, saat ini lembaga non formal menjadi pilihan bagi orang tua untuk menciptakan masa kanak-kanak yang ideal, salah satunya dengan adanya wisata pendidikan. Dari sekian banyak kota dan provinsi di Indonesia, kota X menjadi salah satu yang mengembangkan penggabungan antara dunia pendidikan dan pariwisata. Salah satunya yaitu dengan adanya pembangunan Taman X.
Target pembangunan Taman X adalah memperkenalkan science kepada siswa mulai dari dini, harapan lebih luas kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran eksploitasi pasar teknologi belaka, tetapi juga berusaha untuk dapat menciptakan teknologi sendiri. X sebagai kota pendidikan dan wisata yang menggunakan landasan filosofi Ki Hajar Dewantoro yaitu niteni (memahami/mengingat), niroake (menirukan), nambahi (mengembangkan), sangat tepat dijadikan sebagai lokasi Taman X yang nantinya akan dijadikan sebagai icon kota Yogya dan simbol kebangkitan kota X sebagai kota pendidikan dan destinasi baru dibidang wisata pendidikan dengan karakteristik kelokalan Jogja.
Keberadaan obyek wisata yang ada disuatu daerah tidak akan dapat diketahui oleh orang lain apabila tidak diadakan suatu komunikasi pemasaran pariwisata dari pihak pemerintah daerah setempat. Demikian juga dengan obyek wisata ”Taman X” yang sangat membutuhkan adanya komunikasi pemasaran, karena obyek ini masih tergolong baru dan juga belum lama diresmikan, jadi belum banyak orang yang tahu tentang keberadaanya. Sejak dibuka Juni XXXX lalu, pengunjung Taman X sebanyak 311.914, rata-rata pengunjung per hari taman untuk siswa SD dan SMP ini sekitar 1500 orang, untuk bulan Maret pengunjung Taman X sebanyak 113.000 orang. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk mengunjungi Taman X cukup tinggi meskipun Pembangunan taman ini belum selesai. Hal ini tentunya tidak terlepas dari bagaimana aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh pihak-pihak pengelola.
Pembangunan Taman X dilakukan secara multi tahun dengan tetap mengupayakan usulan pendanaan dari pemerintah pusat, propinsi dan dunia usaha (swasta). Salah satu strateginya adalah dengan merangkul stakeholders untuk bersama-sama membantu mewujudkan visi dan misi Taman X. Selain itu juga dengan melakukan subsidi silang dengan pengelolaan kawasan komersial seperti exhibition hall, amusement center, food court, gerai IT, souvenir corner, science store, dan teaching factory. Diharapkan ini semua dapat mensubsidi biaya-biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan Taman X.
Selain kedua hal tersebut, diperlukan juga kegiatan promosi yang gencar dalam menjaring wisatawan. Upaya promosi pariwisata ini dilakukan melalui serangkaian aktivitas sebagai salah satu komponen bauran pemasaran serta promosi dengan memanfaatkan media online.
Aktivitas promosi yang dilakukan memanfaatkan berbagai media dari cetak hingga elektronik; melakukan promosi dan informasi ke sekolah-sekolah, lembaga pendidikan dan sebagainya; bekerjasama dengan pihakpihak ketiga atau event organizer dalam menyelenggarakan kegiatan/event-event; melakukan studi banding dengan lembaga sains/IPTEK lainnya. Pemanfaatan media luar ruang seperti pamflet dan spanduk/baliho dalam berbagai kegiatan juga menjadi saluran komunikasi pemasaran yang telah dimanfaatkan pihak pengelola obyek wisata.
Kegiatan komunikasi pemasaran yang lain yang dilakukan pihak Taman X adalah dengan mengikuti Travel Dialog bekerjasama dengan Dinas-Dinas Pemerintah. Hal ini cukup menarik karena mereka mempromosikan Taman X secara langsung ke kota-kota yang berbeda tiap tahunnya bersama dengan perwakilan-perwakilan dari tempat Wisata yang lain di X. Dengan adanya anggaran yang minim, pengelola Taman X selalu berusaha memilih media mana yang efektif untuk beriklan agar bisa mencapai target sasaran yang diinginkan. Meskipun kebanyakan dari media yang digunakan untuk beriklan masih tergolong media lokal dan mereka beriklan hanya pada saat event tertentu saja tetapi banyak juga wisatawan dari daerah lain selain X yang mengunjungi Taman X, serta tiap tahun jumlah pengunjung semakin bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi pemasaran yang dilakukan Taman X sudah cukup efektif dan sudah sesuai dengan target yang mereka inginkan.
Tujuan utama dari pengadaan komunikasi pemasaran ini adalah dalam rangka mengenalkan lebih luas Taman X, meningkatkan jumlah kunjungan masyarakat luas baik lokal maupun nasional, memperkuat sebutan kota X sebagai kota pendidikan dan salah satu kota tujuan pariwisata. Intinya adalah bertujuan untuk menghubungkan antara pihak pengelola dengan konsumen atau wisatawan.
Selain itu adanya program nasional pemerintah kampanye sadar wisata serta Visit Indonesian Years 2008 (VIY), yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan sektor pariwisata, dengan mengajak serta partisipasi seluruh komponen masyarakat untuk ikut ambil bagian dan mensukseskan VIY 2008. Hal ini dapat menjadi dasar pelaksanaan komunikasi pemasaran dan pengembangan wisata di X, salah satunya yaitu pada obyek wisata Taman X. Dengan demikian akan menuntut kerja keras dari pihak-pihak pengelola obyek wisata untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam meningkatkan komunikasi pemasaran wisata pada Obyek wisata Taman X agar bisa tercapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, salah satunya yaitu membidik wisatawan yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan jumlah wisatawan dengan memperhatikan juga aspek pendukung dan penghambat dalam pelaksanaanya. Diharapkan nantinya penelitian ini bermanfaat bagi pihak terkait sebagai dasar penentuan kebijakan kedepan dalam rangka pengembangan Taman X menjadi daerah tujuan wisata pendidikan yang menyenangkan dimasa depan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana aktivitas komunikasi pemasaran obyek wisata Taman X dalam membidik wisatawan domestik?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui aktivitas komunikasi pemasaran di obyek wisata Taman X dalam membidik wisatawan domestik.

D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan tentang model pengelolaan aktivitas komunikasi pemasaran pada obyek wisata ”Taman X” sehingga model pengelolaan tersebut bisa dijadikan sebagai pedoman/acuan bagi bidang-bidang yang lain terutama di X. Selain itu juga memberikan informasi mengenai seputar permasalahan dibidang komunikasi pemasaran, terutama dalam rangka membidik wisatawan sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan lebih lanjut dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan pemasaran wisata.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 01:31:00

Tesis Implementasi Peraturan Daerah Kota X Yang Berorientasi Bagi Kepentingan Masyarakat Dalam Menunjang Otonomi Daerah

(Kode ILMU-HKMX0024) : Tesis Implementasi Peraturan Daerah Kota X Yang Berorientasi Bagi Kepentingan Masyarakat Dalam Menunjang Otonomi Daerah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian daerah kabupaten/kota dalam lingkup Provinsi X dewasa ini adalah berkisar pada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian kalangan birokrat di daerah yang menganggap bahwa parameter utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi adalah terletak pada besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kecenderungan berpikir di atas dapat dipahami karena adanya perspektif sejarah pemerintahan daerah yang mengungkap mengenai penyebab keterbelengguan daerah baik secara politis maupun secara ekonomis lewat piranti hukum pemerintahan daerah, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 beserta semua peraturan pelaksanaannya. Piranti hukum itulah yang membatasi kewenangan daerah untuk tumbuh dan berkembang dalam rangka menggali segala potensi ekonomi yang strategis di daerah.
Nuralam Abdullah menyatakan bahwa dari perspektif sejarah mengungkapkan bahwa pemerintah daerah pada masa lalu sangat bergantung pada subsidi dana dari pemerintah pusat. Hasil identifikasi dan inventarisasi kemampuan keuangan daerah yang dilakukan oleh Direktur jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) menunjukkan bahwa hanya 21,92% dari 292 Daerah Tingkat II di Indonesia yang dipandang mampu untuk membiayai pembangunan daerahnya.1
Ketergantungan daerah pada subsidi pemerintah pusat juga diungkapkan oleh Bagir Manan, bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II, tidak mencukupi untuk membiayai diri sendiri.2
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) barasal dari bantuan pemerintah pusat. Bantuan keuangan yang besar telah memberikan kesempatan lebih besar kepada daerah untuk melaksanakan berbagai tugas pelayanan pada masyarakat, tetapi ketergantungan keuangan ini menimbulkan akibat penyelenggaraan otonomi daerah tidak sepenuhnya dapat berjalan, dan dilain pihak mengundang kuatnya campur tangan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah. H.Tabrani Rab juga mengungkapkan data mengenai rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah. Kemampuan PAD sejumlah daerah Tingkat II di seluruh Indonesia pada tahun 1993/1994 hanya sebesar 11,24 %, dan dalam perjalannya setiap tahun cenderung mengalami penurunan. Sebaliknya proporsi bantuan Pemerintah Pusat meningkat dari 63,87 % pada tahun 1985/1986 menjadi 70,87 % pada tahun 1993/1994.3
Realitas mengenai rendahnya PAD di sejumlah daerah pada masa lalu, akhirnya mengkondisikan daerah untuk tidak berdaya dan selalu bergantung pada bantuan pembiayaan atau subsidi dana dari pemerintah pusat. Kondisi demikian ini pada akhirnya menjadi salah satu argumentasi yang mendorong perlunya percepatan reformasi dalam lingkup pemerintahan, hingga ditandai dengan pembentukan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kehadiran Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tidak hanya bermaksud mengatasi permasalahan keuangan daerah melalui pemberian kewenangan yang luas kepada daerah untuk menggali sejumlah potensi ekonomi yang ada di daerah, melainkan juga menekankan pada upaya peningkatan efesiensi dan efektifitas pengelolaan sumber-sumber keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dimungkinkan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 Ayat 1 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999, yaitu adanya kewenangan daerah yang mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.4
Kewenangan yang diberikan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 Ayat 1 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999, harus diakui sebagai suatu peluang dan sekaligus mengandung sejumlah tantangan bagi daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah ruah, sehingga pembiayaan pembangunan daerah dan pengeluaran rutin mungkin bukan permasalahan yang serius. Sebaliknya, bagi daerah yang tidak memiliki potensi sumber daya alam yang memadai, persediaan anggaran pembangunan dan anggaran rutin, tentu saja akan menjadi permasalahan serius. Ketentuan tersebut juga tetap diatur pada Undang Undang pemerintahan daerah yang baru yaitu pada Pasal 14 Ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 .
Hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada, Syarifuddin Tayeb menyatakan bahwa dari 292 (dua ratus sembilan puluh dua) Daerah Kabupaten yang diteliti menunjukkan rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah yaitu :
a. 122 Daerah Kabupaten berkisar antara 0,53 % - 10 %
b. 86 Daerah Kabupaten berkisar antara 10 % - 20 %
c. 43 Daerah Kabupaten berkisar antara 20,1 % - 30 %
d. 17 Daerah Kabupaten berkisar antara 31,1 % - 50 %
e. 2 Daerah Kabupaten berkisar di atas 50 %
Rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah, karena daerah hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak dan yang mampu memenuhi hanya sekitar 20% - 30% dari total penerimaan untuk membiayai kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70% - 80% didrop dari pusat.5
Selain karena persoalan kewenangan yang terbatas dalam memobilisasi sumber dana pajak dan retribusi, juga terdapat persoalan yang bersifat teknis yuridis yaitu dalam bentuk regulasi yang dijadikan dasar hukum bagi daerah untuk memungut Pendapatan Asli Daerah, baik yang bersumber dari Pajak maupun dari Retribusi Daerah. Temuan penelitian Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengungkapkan bahwa dari 340 Peraturan Daerah (PERDA) Pemerintah Kabupaten/Kota/Propinsi pada 28 Propinsi yang dievaluasi selama tiga tahun terakhir, ternyata 69 % PERDA Pajak dan Retribusi dan PERDA non Pajak dan Retribusi yang dinyatakan bermasalah.6
Menurut Agung Pambudi (Peneliti Komite Pemantau Pelaksana Otonomi Daerah) bahwa permasalahan yang menonjol pada Peraturan Daerah tersebut adalah berkisar pada masalah substansi, yaitu sekitar 42 %, dan selebihnya menyangkut masalah prinsip (10%) serta masalah teknis (17%).7
Fenomena Perda-perda bermasalah juga diungkap oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat-SMERU Research Institute bekerjasama dengan USAID dan Partnership for Economic Growth (PEG), bahwa pada tahun XXXX-XXXX di Sumatera sedikitnya tercatat tiga Kabupaten menerbitkan Perda yang berdampak negatif pada iklim usaha, yaitu Karo, Simalungun dan Deli Serdang. Menurut Ilyas Saad, dari SMERU Research Institute, pungutan yang paling menonjol terjadi di Deli Serdang, yaitu sumbangan wajib untuk usaha perkebunan, retribusi hasil usaha pertambakan sebasar 20% dari harga dasar perkilogram. Retribusi izin penebangan dan pemanfaatan kayu karet sebesar Rp.1.500,- permeter kubik, dan pajak pembudidayaan dan pemanfaatan sarang burung walet sebesar 20 % dari harga dasar perkilogram. Selain itu masih ada berbagai pungutan lain yang memberatkan dunia usaha, antara lain retribusi kesehatan hewan bagi setiap peternak 8
Fenomena perda-perda bermasalah sempat mengusik banyak pihak, terutama bagi kalangan pelaku usaha. Pihak Departemen Keuangan RI telah merekomendasikan sebanyak 206 Perda untuk dicabut oleh Menteri Dalam Negeri. Rekomendasi itu didasarkan pada suatu kajian antar departemen dimana dinilai memberatkan pengusaha sehingga menjadi kontraproduktif bagi pertumbuhan ekonomi daerah.9
Departemen Dalam Negeri juga mencatat sebanyak kurang lebih 7000 Perda yang dinilai tidak layak. Perda-perda sebanyak itu dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta menimbulkan tumpang tindih dan kerancuan 10
Harus diakui bahwa fenomena Perda Perda bermasalah juga terjadi di daerah kabupaten/kota dalam lingkup Propinsi X.
Hal ini dapat kita diketahui dari beberapa Perda kabupaten/kota yang telah dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri antara lain :
1. Peraturan Daerah Kota X Nomor 6 Tahun XXXX tentang Retribusi Izin Rumah Kost/Pemondokan.
2. Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 25 Tahun XXXX tentang Pajak Komoditi
3. Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 57 Tahun XXXX tentang Retribusi Jalan Kabupaten.
4. Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 59 Tahun XXXX tentang Tempat Pendaratan Kapal.
5. Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 66 Tahun XXXX tentang Izin Pemilikan dan Penggunaan Gergaji Rantai.
6. Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 68 Tahun XXXX tentang Penarikan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Pemerintah Daerah .
Tentunya masih banyak lagi peraturan daerah yang bermasalah akan menyusul untuk dibatalkan dengan berbagai pertimbangan/alasan pembatalan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berkenaan dengan implementasi peraturan daerah yang berorientasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah di kota X, maka masalah yang akan dibahas dalam tesis ini adalah :
1. Apakah peraturan daerah khususnya pajak dan retribusi daerah yang berkaitan dengan pendapatan asli daerah telah memenuhi asas-asas pembuatan peraturan daerah yang baik dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah di kota X ?
2. Apakah peraturan daerah yang mengatur pendapatan asli daerah sudah berorientasi pada kepentingan masyarakat kota X ?

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sebagaimana permasalahan yang telah dikemukakan di atas adalah untuk :
1. Mengetahui apakah peraturan daerah khususnya pajak daerah dan retribusi daerah yang berkaitan dengan pendapatan asli daerah telah memenuhi keriteria pembuatan peraturan daerah yang baik menunjang pelaksanaan otonomi daerah di Kota X.
2. Mengetahui peraturan daerah kota X apakah sudah sesuai kepentingan masyarakat.

C. Kegunaan Penelitian.
Atas hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bahan untuk pengembangan ilmu hukum, khususnya tata negara, dan merupakan sumbangan pemikiran bagi unsur pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah di kota X.
2. Bahan informasi kepada pemerintah kota X khususnya dan pemerintah X pada umumnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:18:00

Skripsi Upaya Perlindungan Hukum Dan Rehabilitasi Bagi Korban Perdagangan Anak Perempuan Dengan Tujuan Untuk Dilacurkan Di Kota X

(Kode ILMU-HKM-0022) : Skripsi Upaya Perlindungan Hukum Dan Rehabilitasi Bagi Korban Perdagangan Anak Perempuan Dengan Tujuan Untuk Dilacurkan Di Kota X

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Anak adalah harapan bagi orang tua, bangsa, dan negara karena merekalah yang nantinya menjadi penerus bangsa. Besarnya harapan kita terhadap anak maka pantaslah jika hak hidup yang dimiliki oleh seorang anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya harus kita jamin. Jaminan terhadap hak-hak anak sebagai seorang individu wajib untuk dilaksanakan karena anak adalah mahkluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang juga wajib untuk dilindungi dan dijaga kehormatannya, martabat, dan harga dirinya sehingga anak harus dilindungi dari segala bentuk diskriminasi, tindakan kekerasan, dan eksploitasi yang dapat mempengaruhi perkembangannya baik jasmani, rohani, dan sosialnya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menjamin hak-hak anak adalah dengan melakukan perlindungan terhadap anak, yang diartikan sebagai suatu usaha untuk mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya (Arif Gosita, 2004 : 240). Anak berhak untuk dilindungi selayaknya orang dewasa karena mereka juga manusia, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan :
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian perlindungan anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usahanya, sehingga perlindungan terhadap anak bukan hanya tugas dari orang tua tetapi juga merupakan kewajiban bagi masyarakat dan pemerintah. Negara sebagai organisasi tertinggi dan terkuat juga memiliki andil yang besar dalam melindungi hak-hak anak yang diwujudkan dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tentang pemberian perlindungan terhadap anak sehingga ada jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak yang nantinya berdampak pada kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan dalam pelaksanaan perlindungan anak. Tindakan perlindungan terhadap anak yang dilaksanakan oleh pemerintah merupakan bagian dari tujuan negara yaitu untuk melindungi bangsa dan negara serta demi kesejahteraan umum.
Orang tua memang memiliki andil yang lebih besar dalam melindungi anak karena mereka adalah bagian dari keluarga inti sehingga setiap kebutuhan anak baik jasmani atau rohani haruslah mereka cukupi, namun masyarakat juga turut berperan serta dalam melindungi hak anak. Peran serta masyarakat dapat diwujudkan dengan tetap menjaga hak-hak anak ketika mereka berada diluar lingkungan rumah sehingga mereka tetap akan merasa nyaman berada diluar rumah. Elemen masyarakat yang terlibat dalam perlindungan anak bukan hanya orang perorangan tetapi juga melibatkan organisasi-organisasi masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Komisi Perlindungan Anak, organisasi-organisasi lain yang memiliki kepedulian terhadap perlindungan anak.
Tindak kekerasan yang menimpa anak-anak Indonesia semakin meningkat dan yang lebih buruk salah satu dari pelakunya adalah orang tua mereka sendiri. Orang tua yang seharusnya melindungi anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tetapi malah melakukan suatu tindak kekerasan yang berdampak buruk pada perkembangan anak baik jasmani, rohani, maupun sosial. Menurut Barker dalam bukunya Abu Huraerah (2006 : 36) kekerasan terhadap anak (child abuse) diartikan sebagai
suatu tindakan melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual, biasanya dilakukan para orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak.
Kekerasan yang menimpa anak tidak hanya kekerasan fisik, psikis, tetapi mereka juga menjadi korban kekerasan seksual artinya mereka menjadi sarana untuk melampiaskan nafsu bejat baik yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri atau kelompok tertentu. Perdagangan anak dengan tujuan untuk dilacurkan merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan yang dilakukan secara seksual dimana anak diperjual belikan dan dijadikan sebagai komoditas pelacuran. Perdagangan anak dengan tujuan untuk dilacurkan merupakan bagian dari suatu tindakan eksploitasi seksual komersial (ESKA), artinya penggunaan anak untuk tujuan seksual dengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain antara anak, pembeli jasa seks, perantara atau agen, dan pihak lain yang memperoleh keuntungan dari perdagangan seksualitas anak tersebut (Keppres RI No.87 Tahun 2002, 24). Eksploitasi Seksual Komersial Anak meliputi tiga bentuk yaitu :
1. Prostitusi anak
2. Pornografi anak
3. Perdagangan anak untuk tujuan seksual.
Industri seks tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu usaha yang sangat rentan untuk menggunakan korban kejahatan perdagangan anak. Bagong Suyanto dalam bukunya Abu Huraerah (2006 : 92) berpendapat bahwa perdagangan anak adalah
suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja mulai dari perekrutan melalui bujukan dan penipuan paksaan, dan ancaman atau kekerasan, penculikan, bahkan penyalahgunaan kekuasaan terhadap anak-anak untuk kemudian dikirim ke suatu tempat guna dipekerjakan paksa, kompensasi untuk membayar utang, kepentingan perbudakan, termasuk untuk dilacurkan.
Germo atau pihak pemakai lebih memilih anak-anak sebagai komoditas pelacuran karena mereka masih bersih dan terbebas dari penyakit kelamin selain itu mereka masih mudah diatur dan tidak akan berani melawan. Bukan hanya anak perempuan saja yang dapat menjadi korban perdagangan anak dengan tujuan untuk dilacurkan tetapi anak laki-laki pun tidak terlepas dari kejahatan ini, namun umumnya anak perempuan adalah korban kejahatan perdagangan anak dengan tujuan untuk dilacurkan yang paling banyak ditemukan. Jumlah korban perdagangan anak perempuan dengan tujuan untuk dilacurkan sebenarnya banyak sekali terjadi di Indonesia namun tidak terdapat data pasti yang menunjukkan berapa banyak jumlah korban eksploitasi seksual komersial karena rata-rata korban segan untuk membawa kasusnya sampai ke meja persidangan.
Terjebaknya anak-anak perempuan dalam dunia prostitusi merupakan suatu realitas sosial yang banyak ditemukan tidak hanya di kota besar saja, sehingga korbannya tersebar ke berbagai tempat di Indonesia. Mereka dapat ditemukan dipinggir jalan, tempat-tempat hiburan malam seperti kafe, diskotek, pub, tempat-tempat pariwisata atau dilokalisasi. Banyak sekali dampak buruk yang menimpa korban child trafficking dengan tujuan untuk dilacurkan baik bagi perkembangan fisik, psikis, dan sosial yang akan dirasakan oleh korban segera setelah kejahatan tersebut terjadi atau diwaktu yang akan datang. Dampak yang diderita pasca menjadi korban perdagangan anak perempuan dengan tujuan untuk dilacurkan adalah mereka akan mengalami trauma, trauma ini disebabkan pada ingatan masa lalunya akibat perlakuan buruk yang ia terima selama ia dipaksa untuk menjadi penjaja seks komersial, memiliki perasaan takut yang berlebihan sehingga tidak mau untuk diajak berkomunikasi dengan orang lain, perasaan malu dan menyesali diri sendiri secara berlebihan, serta mengalami rasa sakit akibat tindak kekerasan fisik yang dilakukan oleh germo atau oleh orang yang menyewanya. Penderitaan jangka panjang yang dapat dialami oleh anak korban perdagangan anak dengan tujuaan untuk dilacurkan adalah mereka bisa mengidap penyakit kelamin karena melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berbeda-beda, menderita penyakit yang mematikan yaitu HIV/Aids, serta hal yang ditakutkan adalah nantinya mereka dapat menjadi pelaku kejahatan perdagangan anak dengan tujuan untuk dilacurkan.
Selain dari banyaknya akibat-akibat negatif yang diderita oleh anak yang dieksploitasi secara seksual bagi perkembangan anak dimasa depan, perdagangan anak juga merupakan bagian dari pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dikatakan demikian karena hak-hak yang dimiliki oleh seorang anak terampas dan ia dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang menghina harkat dan martabatnya sebagai manusia. Adanya keadaan yang demikian maka sudah selayaknya negara bersama anggota masyarakat lainnya perlu bahu membahu untuk memberikan perlindungan yang memadai kepada anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan dan manipulasi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan perdagangan anak perempuan dengan tujuan untuk dilacurkan (pada khususnya) mengingat bahwa anak adalah aset bangsa maka sudah sepatutnya hukum harus ditegakkan untuk menjerat para pelaku kejahatan perdagangan anak. Masalah eksploitasi seksual anak tidak hanya diselesaikan oleh negara tetapi juga melibatkan seluruh elemen masyarakat baik perorangan, kelompok, ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum adalah dengan memaksimalkan instrument hukum nasional yang ada dan sudah berlaku sehingga dapat menekan peningkatan kejahatan perdagangan anak dengan tujuan untuk dilacurkan. Aparat penegak hukum mempunyai kapasitas yang penting dalam menanggulangi masalah perdagangan anak walaupun instrumen yang di miliki amatlah terbatas, namun setidaknya Indonesia memiliki aturan-aturan hukum yang bila dilaksanakan sepenuhnya dapat membantu menanggulangi masalah eksplotasi terhadap anak. Indonesia saat ini sudah memiliki undang-undang khusus yang digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap anak yaitu UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam undang-undang tersebut juga mengatur tentang pemberian hukuman bagi orang-orang atau kelompok yang melanggar usaha perlindungan terhadap anak termasuk didalamnya adalah pelaku kejahatan child trafficking dengan tujuan untuk dilacurkan. Peran aparat penegak hukum dalam melindungi korban perdagangan anak dengan tujuan untuk dilacurkan lebih terfokus pada pengambilan langkah untuk menangkap pelaku serta menjeratnya dengan hukuman yang sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan dan tidak berorientasi untuk merehabilitasi korban.
Korban perdagangan anak perempuan yang dilacurkan berhak untuk tidak hanya mendapatkan perlindungan hukum saja sebab mereka mengalami mengalami penderitaan baik secara ekonomis, fisik maupun psikis sehingga mereka juga berhak untuk memperoleh rehabilitasi. Upaya rehabilitasi dilakukan dengan menggunakan meode pendampingan yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pendampingan diberikan kepada para korban dengan harapan agar dapat mengembalikan kondisi psikisnya. Pendampingan yang diberikan berorientasi untuk merehabilitasi korban dengan harapan agar pasca menjadi korban mereka dapat menjalani kehidupan normal dimasyarakat dan menghilangkan trauma serta tekanan yang menimpanya. Elemen masyarakat yang memiliki kontribusi yang besar dalam merehabilitasi korban perdagangan anak adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik dalam skala lokal, nasional, maupun Internasional. LSM yang memiliki kontribusi besar dalam memberikan pendampingan pada anak korban perdagangan anak dengan tujuan untuk dilacurkan adalah mereka yang concern pada masalah anak dan perempuan. Peran yang dilakukan oleh LSM adalah dengan turut serta membantu memberikan informasi yang seluas-luasnya tentang kejahatan trafficking kepada masyarakat, memberikan pendampingan bagi anak-anak korban kejahatan trafficking, dan juga mengupayakan suatu program pemberdayaan mantan korban trafficking, dengan maksud agar mereka tidak kembali terjebak dalam perdagangan orang (umumnya) dan perdagangan anak (khususnya).
Bentuk pendampingan yang diberikan oleh tiap-tiap LSM dalam upaya merehabilitasi anak korban child trafficking adalah sama karena pada dasarnya tujuan yang sama, namun yang membedakan adalah metode penyampaiannya karena disesuaikan dengan kebutuhan si anak. Banyaknya kerugian yang diderita para korban perdagangan anak dengan tujuan untuk dilacurkan serta telah ditemukannya korban perdagangan anak perempuan dengan tujuan untuk dilacurkan di X maka hal tersebut yang mendorong penulis untuk mengangkat judul “UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM DAN REHABILITASI BAGI KORBAN PERDAGANGAN ANAK PEREMPUAN DENGAN TUJUAN UNTUK DILACURKAN DI X”

B. RUMUSAN MASALAH
Dari judul diatas maka penulis tertarik untuk mencari tahu tentang :
1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan perdagangan anak perempauan sebagai pekerja seks komersial (child trafficking) di X ?
2. Bagaimanakah upaya yang diberikan oleh Hukum Pidana dalam melindungi korban kejahatan perdagangan anak perempuan (child trafficking) dengan tujuan untuk dilacurkan ?

C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam penulisan ini tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah :
1. Tujuan Obyekif.
Tujuan Obyektif yang hendak dicari oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah :
a) Mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anak terjebak dalam kejahatan perdagangan anak perempuan sebagai pekerja seks komersial.
b) Mengetahui upaya yang dilakukan oleh hukum pidana dalam melindungi korban kejahatan perdagangan anak perempuan dengan tujuan untuk dilacurkan.
2. Tujuan Subyektif.
Dalam penulisan hukum ini tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah :
a) Untuk meningkatkan kemampuan penulis melakukan studi penelitian dalam bidang hukum.
b) Untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas X.

D. MANFAAT PENELITIAN
Dalam setiap penelitian yang dilakukan pastilah mempunyai manfaat, begitu juga dengan penelitian hukum yang dilakukan oleh penulis. Manfaat yang ingin didapat dari penelitian hukum ini adalah :
a. Manfaat Teoretis :
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan untuk mengembangkan Ilmu Hukum khususnya Hukum Pidana.
2. Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian lain yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.
b. Manfaat Praktis
1. Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan informasi bagi para masyarakat atau praktisi hukum tentang kejahatan trafficking
2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran agar tindak kejahatan trafficking tidak semakin merajalela.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:17:00

Tesis Eksistensi Kebijakan Daerah Yang Demokratis Dalam Sistem Pemerintahan Yang Bersih Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

(Kode ILMU-HKMX0023) : Tesis Eksistensi Kebijakan Daerah Yang Demokratis Dalam Sistem Pemerintahan Yang Bersih Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan dilaksanakannya program otonomi daerah, pada umumnya masyarakat mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan dalam bentuk peningkatan mutu pelayanan masyarakat, partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam pengambilan kebijakan publik, yang sejauh ini hal tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintahan pusat. Namun kenyataannya sejak diterapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sejak Januari XXXX, belum menunjukkan perkembangan yang signifikan bagi pemenuhan harapan masyarakat tersebut.
Dalam era transisi desentralisasi kewenangan itu telah melahirkan berbagai penyimpangan kekuasaan atau korupsi, kolusi dan nepotisine (KKN) termasuk didalamnya bidang politik di daerah, KKN yang paling menonjol pasca otonomi daerah antara lain semakin merebaknya kasus-kasus politik uang dalam pemilihan kepala daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang tidak memihak pada kesejahteraan rakyat banyak, penggemukan instansi-instansi tertentu di daerah yang menimbulkan disalokasi anggaran, dan meningkatkan pungutan-pungutan melalui peraturan-peraturan daerah (perda) yang memberatkan masyarakat dan tidak kondusif bagi pengembangan dunia usaha di daerah.
Berbagai pihak menyoroti realitas otonomi daerah yang rawan terhadap terjadinya KKN tersebut, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
(1) Program otonomi daerah hanya terbatas pada pelimpahan wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan dan administrasi dari pemerintah pusat ke daerah, tanpa disertai pembagian kekuasaan kepada masyarakat atau tanpa partisipasi masyarakat secara luas. Dengan perkataan lain, program otonomi daerah tidak diikuti dengan prograrn demokratisasi yang membuka peluang keterlibatan masyarakat dalam pengambiian kebijakan uraum di daerah. Karenanya, program desentralisasi ini hanya memberi peluang kepada para elit lokal (daerah) baik elit eksekutif maupun elit legislatif untuk mengakses sumber-sumber ekonomi daerah dan politik daerah, yang rawan terhadap KKN, perbuatan sewenang-wenang, penyalahgunaan wewenang dan atau perbuatan yang rnelampui batas wewenang;
(2) Tidak adanya institusi negara yang mampu mengontrol secara efektif
penyimpangan wewenang di daerah. Program otonomi daerah telah memotong struktur hirarki pemerintahan, sehingga tidak efektif lagi kontrol pemerintah pusat ke daerah karena tidak ada lagi hubungan struktural secara langsung memaksakan kepatuhan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Kepala daerah, baik bupati maupun Walikota tidak lagi ditentukan oleh pemerintah pusat, melainkan oleh mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD dan
bertanggungjawab kepada DPRD. Hubungan pemerintahan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah tidak lagi struktural, melainkan fungsional yaitu hanya kekuasaan untuk memberi policy guidance kepada pemerintah daerah.
(3) Terjadi indikasi KKN yang cukup krusial antara pemerintah daerah dan DPRD, sehingga kontrol terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintah daerah sulit terlaksana, sementara kontrol dari kalangan masyarakat masih sangat lemah.
Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan akuntabel, merupakan isu yang sangat penting dan strategis. Hal tersebut sesungguhnya merupakan konsekuensi logis otonomi daerah yang semestinya memungkinkan :
(1) Semakin dekatnya pelayanan pemerintahan daerah kepada masyarakat;
(2) Penyelesaian masalah-masalah di daerah menjadi lebih terfokus dan mandiri;
(3) Partisipasi masyarakat menjadi lebih luas dalam pembangunan daerah;
(4) Masyarakat melakukan pengawasan lebih intensif terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Keempat faktor tersebut hanya dapat berlangsung dalam suatu pemerintahan yang demokratis dan akuntabel. Pelaksanaan otonomi daerah tanpa diimbangi dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan akuntabel, pada hakekatnya otonomi daerah tersebut telah kehilangan jati diri dan maknanya.
Pemerintahan daerah yang demokratis dapat dikaji dari dua aspek, yakni aspek tataran proses maupun aspek tataran substansinya. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dikatakan demokratis secara proses, apabila pemerintahan daerah yang bersangkutan mampu membuka ruang bagi keterlibatan masyarakat dalam semua pembuatan maupun pengkritisan terhadap sesuatu kebijakan daerah yang dilaksanakan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dikatakan demokratis secara substansial apabila kebijakan-kebijakan daerah yang dibuat oleh para penguasa daerah mencerminkan aspirasi masyarakat.
Sesuatu pemerintahan daerah dikatakan akuntabel, apabila ia mampu menjalankan prosedur-prosedur yang telah ada dan dapat mepertanggungjawabkannya kepada publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Kebijakan-kebijakan daerah yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat maupun peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, demikian pula dengan tidak adanya keterpaduan dalam mekanisme pembuatan kebijakan daerah antara kepala daerah dengan DPRD, menimbulkan permasalahan di berbagai daerah.
Dengan demikian tidak ada kejelasan mengenai produk hukum daerah, yang dapat mendukung proses mengalirnya partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembuatan kebijakan daerah dan atau pengkritisan atas suatu pelaksanaan setiap kebijakan daerah. Dengan perkataan lain tidak ada kejelasan mengenai pranata hukum daerah yang mengatur mekanisme penyaluran aspirasi masyarakat guna mewujudkan suatu pemerintahan daerah yang bersih bebas dari KKN.
Sebagai ilustrasi pemerintahan Kota X secara perposif dipilih sebagai lokasi penelitian hukum empiris, dengan pertimbangan bahwa (pemerintahan Kota X merupakan salah satu pemerintahan daerah yang mempunyai kedudukan, fungsi dan peranan yang sejajar dengan pemerintahan daerah lainnya, dalam jajaran dan sistem pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia. Demikian pula secara perposif ilustrasi obyek kajian dibatasi khusus eksistensi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari KKN.

B. Rumusan Masalah
Bertolak dari paparan latar belakang masalah, dapat dirumuskan sebagai isu sentral dalam penelitian ini yaitu : "ketidak jelasan eksistensi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme", yang kemudian diungkapkan dalam judul penelitian yaitu : "EKSISTENSI KEBIJAKAN DAERAH YANG DEMOKRATIS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN YANG BERSIH BEBAS DARI KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME". Isu sentral tersebut mengandung berbagai permasalahan, baik permasalahan hukum empiris maupun permasalahan hukum normatif, baik permasalahan hukum normatif pada lapisan dogmatik hukum maupun pada lapisan teori hukum.
Dengan demikian dapatlah dirumuskan masalahnya sebagai berikut :
1. Permasalahan hukum empiris, bagaimanakah realisasi pembuatan kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
2. Permasalahan hukum normatif pada lapisan dogmatik hukum, apakah dalam setiap pembuatan kebijakan daerah telah melibatkan partisipasi masyarakat, demikian pula apakah produk-produk kebijakan daerah pasca UU No. 22 Tahun 1999 telah mencerminkan aspirasi masyarakat.
3. Permasalahan hukum normatif pada lapisan teori hukum, mengapa masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah.

C. Keaslian Penelitian
Setelah melakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian dalam berbagai media, baik cetak maupun elektronik, penelitian tentang eksistensi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, belum pernah dilakukan penelitian dan dalam kesempatan ini peneliti berniat untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut. Dengan demikian penelitian ini adalah asli.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini meliputi berbagai dimensi antara lain :
a. Tujuan deskriptif, untuk mengetahui realisasi pembuatan dan atau evaluasi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
b. Tujuan kreatif, untuk mengetahui ada tidaknya partisipasi masyarakat dalam setiap pembuatan kebijakan daerah dan untuk mengetahui aspiratif tidaknya produk-produk kebijakan daerah pasca UU No. 22 Tahun 1999.
c. Tujuan inovatif, untuk mengetahui perlu tidaknya masyarakat dilibatkan dalam setiap pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah.

E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan akademis maupun untuk kepentingan praktis,
a. Manfaat akademis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum pada khususnya.
b. Manfaat praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan wacana bagi para elit eksekuttf dan legislatff dalam pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah, serta bagi masyarakat luas agar menyadari akan hak dan kewajibannya untuk berperan serta aktif dalam setiap pembuatan dan evaluasi atas kebijakan-kebijakan daerah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:17:00