TESIS ANALISIS HUKUM UPAYA BANK DALAM MENCEGAH DAN MENYELESAIKAN KREDIT MACET (PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank merupakan lembaga keuangan yang berorientasi pada bisnis yang mempunyai kegiatan pokok untuk membeli uang dengan cara menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menjualnya kembali kepada masyarakat melalui pemberian kredit atau pinjaman. Dari kegiatan jual beli inilah bank dapat memperoleh keuntungan yaitu selisih harga beli (bunga simpanan) dengan harga jual (bunga pinjaman).
Kegiatan operasional bank, baik dalam usaha menghimpun dana dari masyarakat maupun mengelola dana, menanam kembali dana tersebut kepada masyarakat, sampai dana tersebut kembali lagi ke bank, senantiasa terkait dengan ketentuan hukum. Oleh karena itu, dengan semakin meningkat dan berkembangnya kegiatan usaha perbankan, peranan bidang hukum dalam mendukung keberhasilan itu pun semakin dirasakan penting.
Keperluan akan dana dalam kehidupan sehari-hari untuk menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat, maka untuk itu diperlukan suatu lembaga perantara sebagai jembatan untuk mempertemukan kedua pihak baik yang kelebihan dan pihak yang kekurangan dana, disinilah bank berperan sebagai financial intermediary, yang akan bertindak sebagai kreditur yang menyediakan dana bagi masyarakat yang kekurangan dana, sehingga dapat terbentuk suatu perjanjian kredit.
Kegiatan bank terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dan utama sehingga pendapatan kredit berupa bunga merupakan komponen pendapatan paling besar dibandingkan pendapatan jasa-jasa di luar bunga kredit yang biasanya disebut dengan istilah fee base income. Adapun karakteristik yang paling mendasar dalam operasional perbankan adalah, kepercayaan (trust), tanpa adanya kepercayaan kegiatan ekonomi di sektor keuangan terutama di perbankan tidak akan berjalan normal, tenang dan nyaman.
Dengan kata lain masyarakat tidak akan menyimpan uangnya di bank jika tidak ada kepercayaan dan bank juga tidak akan menyalurkan kredit atau pinjaman kepada masyarakat jika tidak ada kepercayaan, namun bank dalam prakteknya juga memiliki risiko yang harus dihindari, ada beberapa jenis risiko yang sering dijumpai :
a. Risiko Pasar
Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar, yang antara lain adalah suku bunga atau nilai tukar mata uang asing.
b. Risiko Likuiditas
Risiko yang disebabkan ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.
c. Risiko Hukum
Risiko ini adalah risiko akibat kelemahan aspek hukum.
d. Risiko Kepatuhan
Risiko akibat bank tidak mematuhi atau melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
e. Risiko Kredit
Risiko yang timbul akibat debitur gagal memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran pokok ataupun bunga sebagaimana disepakati dalam perjanjian kredit sebelumnya.
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa latin, yaitu credere yang berarti kepercayaan, misalnya seorang nasabah atau debitur memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang telah mendapatkan kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit adalah kepercayaan. Pengertian kredit dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu :
"Kredit adalah penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari dengan perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dimana bank atas jasanya itu akan mendapatkan bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan".
Dalam istilah umum, kredit perbankan hampir dipersamakan dengan utang piutang pada umumnya, utang piutang pada umumnya disebut dengan pinjaman habis pakai atau disebut juga dengan istilah Verbuikleen dalam bahasa Belanda yang diartikan lebih lanjut dengan pinjaman mengganti.
Pinjaman mengganti menurut KUHPerdata yaitu salah satu pihak melepaskan sejumlah uang atau barang tertentu kepada pihak lain yang menghabiskannya apabila dipakai dengan janji bahwa kemudian hari uang atau barang tersebut akan dikembalikan dalam jumlah yang sama, dengan keadaan sejenis dan dalam keadaan yang sama.
Ada beberapa tujuan untuk pemberian kredit pada bank, yang umumnya tujuan itu adalah untuk mencari keuntungan, hasil ini dapat diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh pihak bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi pemberian kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank, disamping itu keuntungan juga dapat membesarkan usaha bank.
Kredit juga dapat berfungsi untuk meningkatkan peredaraan lalu lintas uang dan untuk meningkatkan daya guna barang, artinya dalam hal ini uang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.
Bagi si penerima kredit ini tentu saja dapat meningkatkan semangat untuk berusaha karena dengan pengambilan kredit dapat menambah modal untuk usaha, memperbesar dan memperluas usahanya, namun dalam hal ini bank juga memiliki beberapa risiko dalam pemberian kredit, faktor risiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu risiko kerugian yang diakibatkan nasabah dengan sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu membayar, dan risiko kerugian yang diakibatkan karena terjadinya musibah atau bencana alam. Penyebab tidak tertagihnya kredit sebenarnya dikarenakan adanya tenggang waktu pengembalian atau jangka waktu, semakin panjang jangka waktu suatu kredit semakin besar risiko kredit tersebut tidak tertagih, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada prinsip 5C, yaitu :
a. Character
Bahwa calon nasabah atau debitur memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh dari bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi-informasi dari usaha.
Character ini juga dapat dilihat dalam bentuk SID atau Sistem Informasi Debitur yaitu informasi mengenai calon debitur yang akan memohon kredit, sistem ini terhubung secara langsung kepada Bank Indonesia, dimana setiap bank yang telah memberikan kredit kepada nasabahnya wajib melaporkan data-data atau informasi mengenai nasabah atau istilah DIN (Data Informasi Nasabah) yang telah diberikan kredit.
b. Capacity
Capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah atau debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan keuntungan, yang akan menjamin bahwa jangka ia mampu melunasi hutang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan laba rugi, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir, dalam capacity ini bank dapat melihat layak atau tidaknya calon debitur tersebut akan diberikan pinjaman dalam jumlah yang sesuai.
c. Capital
Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ini ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif. Modal atau capital ini dapat dilihat dari neraca keuangan calon debitur atau ratio modal debitur. Penilaian keadaan keuangan arus dana, realisasi produksi, serta pembelian dan penjualan. Laporan sumber dana dan penggunaan dana sangat membantu melakukan penilaian aspek pembiayaan. Atas dasar ini dapat dipahami kelayakan kredit yang dibutuhkan sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan keputusan penyaluran kredit.
d. Collateral
Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur di kemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa hutang kredit baik hutang pokok maupun bunganya. Dalam setiap perjanjian kredit harus ada agunan yang menjadi jaminan apabila debitur wanprestasi (cidera janji).
e. Condition of Economy
Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dan bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut. Condition of economy ini juga mempengaruhi untuk keputusan pemberian kredit, misalnya di saat hari-hari besar seperti Hari Raya, Natal atau Tahun Baru kebutuhan masyarakat meningkat maka kemungkinan untuk membayar kredit sangat kecil, atau nilai tukar rupiah turun, suku bunga naik maka tidak mungkin pada kondisi keadaan lebih berhati-hati dalam merealisasi kredit.
Kredit yang diberikan oleh bank kepada calon peminjam didasarkan atas kepercayaan, karena itu untuk menjaga keamanannya dalam menyalurkan dana tersebut pihak bank seharusnya benar-benar yakin bahwa peminjam akan mampu mengembalikan pinjaman yang telah diterimanya, sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. Sehingga harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential principles) agar terjaga keamanannya dan mendapatkan keuntungan dari kredit yang disalurkan oleh bank itu. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam akad kredit dan ditandatangani kedua pihak sebelum pencairan kredit, setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu kredit.
Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar risikonya, dan demikian pula sebaliknya. Risiko ini dapat menjadi tanggungan bank baik risiko yang disengaja nasabah maupun yang tidak disengaja. Kondisi yang tidak disengaja misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur yang kesengajaan lainnya, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kredit yang diperolehnya. Berarti kredit yang diberikan berjalan lancar tanpa mengalami hambatan dalam pengembaliannya. Dampak negatif dapat timbul apabila dari pemberian kredit oleh bank mengandung risiko berupa kegagalan dalam pengembalian atau pelunasan kredit (kredit macet) sehingga berakibat timbulnya kerugian di pihak bank juga berpengaruh pada masyarakat karena kredit yang diberikan itu bersumber dari dana masyarakat yang disimpan di bank tersebut.
Bank perlu mengamankan kredit yang disalurkannya pada nasabah untuk mengetahui risiko yang akan timbul di kemudian hari sebagai akibat wanprestasinya nasabah, sebab ada larangan bagi bank untuk turut serta menanggung risiko dari nasabah (prinsip comanditering verbod). Apabila debitur sengaja untuk tidak melunasi hutangnya maupun tidak menepati batas waktu pengembalian hutang maka jaminan dapat digunakan untuk mengganti atau membayar hutang, oleh karena itu jaminan sangat penting dalam perjanjian kredit.
Sebagaimana yang diketahui bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam, kondisi dimana debitur yang tidak dapat membayar lunas hutangnya setelah jangka waktunya habis adalah wanprestasi. Kondisi wanprestasi seorang debitur perlu secara dini diketahui penyebabnya untuk dapat dilakukan pencegahan ataupun dengan kondisi wanprestasi bank sudah dapat memperkirakan faktor-faktor apa yang menyebabkan seorang debitur wanprestasi.
Dalam penelitian ini akan dibahas faktor-faktor yang menyebabkan kredit macet baik yang disebabkan internal perbankan maupun secara eksternal dari nasabah itu sendiri. Juga akan diteliti aturan-aturan hukum baik undang-undang maupun peraturan Bank Indonesia yang berkenaan dengan pemberian kredit termasuk dalam hal ini aturan-aturan PT Bank X mengenai pelaksanaan teknis pemberian kredit.
PT Bank X menjadi objek dari penelitian ini disebabkan PT Bank X termasuk Bank Daerah yang cukup maju. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penghargaan dan profile perusahaan termasuk laba perusahaan yang cukup baik pada tahun 2008 s/d 2009. Tahun buku 2009 PT. Bank X mampu meningkatkan pendapatan bunga bersihnya sebesar 16% menjadi Rp. 1.063,8 Miliar dibandingkan Tahun 2008 sebesar Rp. 916,2 Miliar. Laba Bersih Tahun Buku 2009 menunjukkan angka pertumbuhan yang sangat signifikan yaitu 77,63% menjadi Rp. 420,8 Miliar dibandingkan tahun 2008 sebesar Rp. 236,9 Miliar. Aset tahun 2009 juga mengalami pertumbuhan yang cukup besar yaitu Rp. 10,7 Triliun atau tumbuh sebesar 21,59% dibandingkan tahun 2008 sebesar Rp. 8.8 Triliun.
Kesuksesan dalam pertumbuhan aset dan laba tersebut karena dukungan dan kerja yang baik oleh manajemen PT. Bank X. Namun pada tahun 2009 Rasio Kecukupan Modal (CAR) sebesar 12,24% mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 sebesar 16.48%, angka 12,24% tersebut masih diatas angka minimal CAR sebesar 8%. Penurunan rasio CAR tersebut akibat kesuksesan dalam pertumbuhan kredit yang tinggi tidak diimbangi dengan pertumbuhan modal perusahaan. Rasio Kredit Bermasalah terhadap Total Kredit (NPL) pada tahun 2009 sebesar 2,47% atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008 sebesar 0.99%, angka 2,47% tersebut masih dibawah batas maksimal 5%.
Dalam perjanjian kredit banyak masalah-masalah yang akan timbul dan juga berbagai cara menyelesaikan masalah tersebut baik dari pihak bank maupun dari pihak pemohon atau kreditur, dan masalah kredit macet ini juga berkaitan erat dengan penegakan hukum, hukum disini berfungsi dengan baik terutama dalam penyelesaian kredit macet, oleh karena itu berdasarkan uraian di atas penulis akan mencoba mengetengahkan judul "ANALISIS HUKUM UPAYA BANK DALAM MENCEGAH DAN MENYELESAIKAN KREDIT MACET (STUDI PADA PT BANK X)”.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut selanjutnya dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit macet ?
2. Bagaimana pengaturan hukum dibidang perbankan terkait upaya bank dalam mencegah dan menyelesaikan kredit macet ?
3. Bagaimana pencegahan dan penyelesaian kredit macet pada PT. Bank X ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya kredit macet.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis peraturan perundang-undangan perbankan yang mengatur mengenai upaya pencegahan dan penyelesaian kredit macet.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya PT. Bank X dalam mencegah dan menyelesaikan kredit macet.
D. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum guna mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya hukum perbankan dan sebagai bahan masukan atau informasi pada penelitian lebih lanjut.
b. Secara Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam upaya pencegahan dan penyelesaian jika terjadi kredit macet yang dapat bermanfaat bagi pihak bank dan nasabah. Bagi pihak Bank dapat meningkatkan kolektabilitas sehingga terjadinya kredit macet dapat di kurangi.
Bagi nasabah dapat menentukan langkah-langkah yang terbaik dalam menyelesaikan kreditnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pada akhirnya berjalannya fungsi Bank sebagai intermediary institution dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan pemberian kredit yang lancar dan berguna.
Post a Comment