(KODE EKONAKUN-0062) : SKRIPSI PERBANDINGAN KINERJA REKSADANA SYARIAH DENGAN REKSADANA KONVENSIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar modal merupakan salah satu media yang mempertemukan antara pihak yang memerlukan dana (investee) dengan pihak yang kelebihan dana (investor). Investee menjual surat berharga yang dimilikinya, sedangkan investor akan melakukan pembelian surat berharga tersebut dengan tujuan untuk melakukan investasi yang akan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.
Keberadaan pasar modal sampai dengan saat ini telah memberikan banyak manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan terhadapnya. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001) dalam Irmawati (2008), ada beberapa manfaat pasar modal, diantaranya: (1) menyediakan sumber pembiayaan jangka panjang bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber daya secara optimal, (2) memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi, (3) menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi negara, (4) penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah, (5) keterbukaan dan profesionalisme serta menciptakan iklim usaha yang sehat, (6) menciptakan lapangan kerja dan profesi yang menarik, (7) memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek, (8) menyediakan alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang dapat diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas dan diversifikasi investasi, (9) membina iklim keterbukaan dengan dunia usaha, (10) mendorong pemanfaatan manajemen profesional.
Selain manfaat tersebut di atas, pasar modal juga memberikan berbagai macam alternatif pilihan investasi bagi investor sesuai dengan tujuan dan kepentingan yang hendak dicapai. Salah satu alternatif investasi yang tersedia bagi masyarakat investor adalah reksadana.
Reksadana berasal dari kata "reksa" yang berarti jaga atau pelihara dan kata "dana" berarti uang, sehingga reksadana dapat diartikan sebagai kumpulan uang yang dipelihara. Reksadana pada umumnya diartikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek (saham, obligasi, valas atau deposito) oleh manajer investasi. Reksadana juga dapat diartikan sebagai instrumen keuangan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal secara kolektif untuk selanjutnya dikelola dan siinvestasikan oleh seorang manajer investasi.
Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa reksadana dirancang untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Portofolio investasi dari reksadana berupa instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi, instrumen pasar uang maupun campuran instrumen surat berharga dan pasar uang (Pratomo dan Nugroho, 2005). Manajer investasi merupakan pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para investor atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok investor.
Reksadana dalam perkembangannya berhasil menarik minat banyak investor karena beberapa keunggulan yang dimilikinya (Darmadji dan Fakhruddin, 2001 dalam Irmawati, 2008), seperti terbukanya kesempatan bagi pemodal kecil untuk melakukan diversifikasi investasi dalam efek sehingga memperkecil risiko yang dihadapi, mempermudah pemodal kecil untuk melakukan investasi di pasar modal, dan efisiensi waktu. Selain itu, keuntungan yang diperoleh dari reksadana bisa melebihi keuntungan yang diperoleh dari tingkat bunga deposito. Dari aspek perpajakan, kewajiban pajak menjadi tanggung jawab perusahaan reksadana (Pratomo dan Nugroho, 2005).
Di Indonesia, reksadana muncul 103 tahun berselang dari pertama kali terciptanya reksadana di dunia pada tahun 1873 yaitu pada saat pemerintah mendirikan PT Danareksa pada tahun 1976. Pada waktu itu PT Danareksa menerbitkan reksadana yang disebut dengan sertifikat Danareksa. Pada tahun 1995, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pasar modal yang mencakup pula peraturan mengenai reksadana melalui UU No. 8 tahun 1995 mengenai pasar modal. Adanya UU tersebut menjadi momentum berkembangnya reksadana secara efektif di Indonesia yang diawali dengan diterbitkannya reksadana tertutup oleh PT BDNI Reksadana. Reksadana yang kemudian tumbuh pesat adalah reksadana terbuka. Jika pada tahun 1995 tumbuh 1 reksadana dengan dana yang dikelola sebesar Rp 356 miliar, maka pada tahun 1996 tercatat ada 25 reksadana. Dari jumlah ini, 24 reksadana di antaranya merupakan reksadana terbuka, atau reksadana yang berupa KIK (Kontrak Investasi Kolektif) dengan total dana yang dikelola sebesar Rp 5,02 miliar.
Bangkitnya ekonomi Islam menjadi fenomena yang menarik dan menggembirakan terutama bagi penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, sehingga pengembangan produk pasar modal yang berbasis syariah perlu ditingkatkan. Pada tahun 1990-an Indonesia baru mengenal kegiatan perbankan syariah. Tujuh tahun kemudian, produk syariah di pasar modal mulai diperkenalkan dengan ditandai munculnya produk reksadana syariah. Menurut Subagia (2003) pesatnya perkembangan reksadana baik konvensional maupun syariah, tidak terlepas dari kehadiran Undang-Undang tentang Pasar Modal Indonesia (No. 8 tahun 1995) berisi 116 pasalnya yang diberlakukan pada awal tahun 1996 dan juga telah diluncurkannya Pasar Modal Syariah tanggal 5 Mei 2000 oleh BAPEPAM yang bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) yang diawasi langsung oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Pasar reksadana syariah adalah salah satu segmen yang cepat berkembang di dalam sistem keuangan Islam. Meskipun begitu, ketika dibandingkan dengan industri reksadana secara keseluruhan, reksadana syariah masih dalam tahap infansi pertumbuhan dan perkembangan dalam kurun waktu kurang dari satu dekade. Menurut laporan Mc Kinsey Management Consulting Firm dalam Hassan dan Girard (2005), "Keuangan syariah adalah kekuatan baru dalam pasar keuangan." Jumlah muslim yang sebesar seperlima dari populasi dunia memiliki dana lebih dari $800 milyar untuk diinvestasikan dan jumlah ini bertambah 15 % per tahun. Adanya sedikit bagian dari jumlah dana yang tersedia yang diinvestasikan dalam produk syariah mengindikasikan bahwa pasar ini pada kebanyakan bagian belum dieksploitasi (Hassan, 2002 dalam Hassan dan Girard, 2005).
Tujuan utama reksadana syariah adalah untuk memenuhi kebutuhan investor yang tidak menginginkan modalnya diinvestasikan dalam bisnis yang dinilai bertentangan dengan prinsip syariah Islam, sehingga sebuah reksadana syariah akan berusaha menawarkan kepada investornya tingkat pengembalian yang tinggi tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip yang mereka yakini.
Reksadana syariah dapat mengambil sifat seperti reksadana konvensional yaitu close-end fund maupun open-end fund. Dana yang diperoleh juga akan dikelola oleh manajer investasi profesional. Keuntungan yang didapatkan dengan berinvestasi pada reksadana syariah tidak jauh berbeda dengan reksadana konvensional. Perbedaan reksadana syariah dan reksadana konvensional adalah dalam hal operasionalnya, yang paling jelas adalah proses penyaringan (screening) dalam menyusun portofolionya dan proses pemurnian pendapatan non halal. Proses penyaringan menurut prinsip syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, pornografi dan senjata. Proses pemurnian dilakukan terhadap pendapatan dari perusahaan yang halal akan tetapi terdapat keraguan atas pendapatan non halal. Proses pemurnian dilakukan dengan mengeluarkan pendapatan non halal dari perusahaan halal sebagai amal (charity). Proses penyaringan dan pemurnian ini dianggap sebagai ciri khas dari reksadana syariah.
Investor learning model menyatakan bahwa investor reksadana cenderung chase return, artinya mereka akan menyalurkan dananya dalam reksadana yang memiliki kinerja yang lebih baik. Menurut Pratomo dan Nugroho (2005), kinerja reksadana menjadi pertimbangan utama investor dalam memilih reksadana dan 70% investor memilih reksadana berdasarkan kinerja yang telah dihasilkan. Sebagaimana investor lainnya, investor muslim juga membandingkan alternatif-alternatif yang ada untuk dapat memperoleh tingkat pengembalian yang relatif tinggi dengan memperhatikan risiko yang harus dihadapi dalam mencapai tingkat pengembalian tersebut.
Dengan demikian, hal ini akan membawa tuntutan kepada reksadana syariah untuk meningkatkan kinerjanya. Tentu saja hal ini bukan hanya tuntutan investor muslim semata, tetapi juga investor lain secara umum yang ingin melihat reksadana syariah dapat memiliki kinerja yang lebih baik dari reksadana konvensional.
Hasil penelitian kinerja reksadana, kinerja indeks syariah, dan konvensional terdahulu dapat disimpulkan bahwa terdapat hasil yang berbeda-beda, yaitu kinerja reksadana dan indeks syariah maupun konvensional dapat mengungguli kinerja pasarnya maupun tidak dapat mengungguli kinerja pasarnya. Achsien (2003) telah melakukan penelitian mengenai kinerja syariah fund di Malaysia, dengan hasil menunjukkan bahwa kinerja syariah fund lebih baik daripada kinerja conventional fund. Hassan dan Girard (2005) menemukan bahwa tidak ada perbedaan hasil antara Islamic dan Non-islamic Index. Dennis dkk., (2004) menemukan bahwa reksadana pendapatan tetap tidak bisa melebihi kinerja pasarnya. Haruman dan Hasbi (2005) menemukan bahwa reksadana saham syariah berkinerja baik dibandingkan kinerja pasarnya (JII).
Permasalahan dalam penelitian sebelumnya adalah evaluasi kinerja portofolio hanya dilakukan secara parsial saja misalnya melakukan evaluasi kinerja portofolio yang melalui sharia screening process dengan portofolio konvensional; yaitu (1) membandingkan kinerja Islamic unit trust dengan indeks pasar atau (2) membandingkan kinerja Islamic unit trust dengan unit trust konvensional atau tradisional. Peneliti menggunakan kedua metode tersebut dalam melakukan evaluasi kinerja portofolio yang melalui sharia screening process dengan portofolio konvensional di BEJ tahun 2005-2007, supaya dapat memberikan hasil evaluasi kinerja portofolio yang komprehensif guna mendukung pembuatan keputusan investor maupun investor potensial untuk berinvestasi atau tidak berinvestasi pada suatu portofolio reksadana.
Perbedaan penelitian ini terdapat pada beberapa hal, yaitu:
1. Penelitian mengenai perbandingan kinerja reksadana syariah maupun konvensional belum secara luas diuji. Haruman dan Hasbi (2005) hanya meneliti kinerja reksadana saham syariah pada BEJ tahun 2002-2003 tanpa membandingkan dengan kinerja reksadana saham konvensional. Rachmayanti (2006) hanya melakukan analisis kinerja portofolio saham syariah dengan portofolio saham konvensional pada BEJ tahun 2001-2002.
2. Penelitian ini dilakukan dengan memperpanjang tahun pengamatan yaitu tiga tahun (tahun 2005-2007) untuk mempertinggi daya uji empiris (Gujarati, 2000). Pertimbangan peneliti memilih periode ini karena Rachmayanti (2006) telah melakukan penelitian dalam periode 2001-2002, sedangkan Haruman dan Hasbi (2005) telah melakukan penelitian dalam periode 2002-2003. Pemilihan periode penelitian tahun 2005-2007 bersangkutan dengan ketersediaan data penelitian, karena sejak tahun 2008 sampai dengan batas waktu yang belum ditentukan, situs BAPEPAM berkaitan dengan reksadana mengalami kolaps, sehingga tidak bisa menyediakan data yang up to date.
3. Penelitian ini dibatasi dengan melakukan perbandingan antara reksadana syariah dan reksadana konvensional yang berada pada satu perusahaan manajemen pengelola, yaitu PT Danareksa Investment Management. Hal ini dikarenakan reksadana syariah dan reksadana konvensional yang berada pada satu manajemen pengelola akan menganut strategi investasi yang sama.
4. Penelitian Imran (1999) tentang evaluasi kinerja indeks Islam dan indeks konvensional di Malaysia dalam Achsien (2003: 133) menyebutkan bahwa terdapat tiga metode dalam melakukan evaluasi kinerja portofolio yang melalui sharia screening process dengan portofolio konvensional; yaitu (1) membandingkan kinerja Islamic unit trust dengan indeks pasar, (2) membandingkan kinerj a Islamic unit trust dengan unit trust konvensional atau tradisional, (3) evaluasi Islamic index dengan indeks konvensional. Penelitian Haruman dan Hasbi (2005) dan Hayat (2006) menggunakan metode satu, Achsien (2003) menggunakan metode dua, serta Imran (1999) dalam Achsien (2003) menggunakan metode tiga, dalam melakukan evaluasi kinerja portofolio yang melalui sharia screening process dengan portofolio konvensional. Peneliti menggunakan metode satu dan dua dalam melakukan evaluasi kinerja reksadana syariah dan reksadana konvensional pada tahun 2005-2007.
B. Perumusan Masalah
Pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut ini:
1. Apakah terdapat perbedaan kinerja reksadana syariah dengan kinerja indeks syariah (indeks JII)?
2. Apakah terdapat perbedaan kinerja reksadana konvensional dengan kinerja indeks konvensional (indeks LQ45)?
3. Apakah terdapat perbedaan kinerja reksadana syariah dengan kinerja reksadana konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian akan dijelaskan sebagai berikut ini:
1. Memberikan bukti empiris bahwa terdapat perbedaan kinerja reksadana syariah dengan kinerja indeks syariah (indeks JII).
2. Memberikan bukti empiris bahwa terdapat perbedaan kinerja reksadana konvensional dengan kinerja indeks konvensional (indeks LQ45).
3. Memberikan bukti empiris bahwa terdapat perbedaan kinerja reksadana syariah dengan kinerja reksadana konvensional.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini:
1. Bagi praktisi:
a. Investor dan investor potensial diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai perbandingan kinerja dan prospek reksadana syariah dan reksadana konvensional terkait dengan keputusan untuk berinvestasi atau tidak berinvestasi pada reksadana syariah dan reksadana konvensional.
b. Manajer investasi, dalam hal ini adalah PT Danareksa Investment Management, diharapkan dapat meningkatkan kinerja reksadana, melalui pengembangan strategi yang baik dalam melakukan seleksi saham yang efisien dan alokasi dana yang efektif supaya kinerja reksadana melebihi kinerja pasarnya.
c. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) diharapkan semakin meningkatkan peranannya selaku otoritas pasar modal dalam pengembangan kebijakan pasar modal konvensional serta meningkatkan peranannya bersama dengan DSN dan DPS dalam menangani pasar modal syariah dan pengembangan kebijakan pasar modal syariah di Indonesia. Hal tersebut sangat penting untuk mengantisipasi fenomena disintermediasi pasar keuangan, yaitu bergesernya peran bank komersial ke pasar modal dalam mobilisasi dana ke sektor produktif.
2. Bagi akademisi:
a. Memberikan dukungan teori yang berkaitan dengan perbandingan kinerja reksadana syariah dan reksadana konvensional.
b. Menjadikan sebagai bahan acuan dan bertimbangan untuk mengkaji dan meneliti lebih jauh lagi berkaitan dengan reksadana.
E. Sistematika Pelaporan Hasil Penelitian
Skripsi ini terdiri dari lima bab dan setiap bab berisi:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : KERANGKA TEORITIS
Bab ini berisi tinjauan pustaka yang menjadi acuan pemahaman teoritis dalam penelitian ini yaitu mengenai reksadana syariah dan reksadana konvensional, dan berisi tinjauan penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis, serta kerangka teoritis untuk memudahkan memahami penelitian ini.
BAB III : METODA PENELITIAN
Bab ini mengulas metoda penelitian yang mencakup ruang lingkup penelitian, desain penelitian, pemilihan populasi dan sampel, penentuan periode penelitian, sumber data dan tehnik pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel, tehnik pengujian hipotesis, serta tehnik pengujian asumsi model regresi linier normal klasik.
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas hasil pengolahan data, pengujian asumsi normal klasik, pengujian hipotesis, dan penjelasan pendukung dalam rangka menyusun kesimpulan penelitian.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan, saran, serta implikasi dari hasil penelitian ini.
Post a Comment